Friday, January 29, 2021

The Falling Constant



Saat ada bahasan tentang konstanta, pikiran selalu melayang ke pelajaran golden section yang terbenam di dasar  kepala saya. Ternyata semua sudah berubah. Golden section bukan lagi tentang cara menghasilkan komposisi yang indah. Golden section adalah tentang tools untuk kalibrasi (saja). 


Berita terakhir yang saya terima ketika menulis ini adalah tentang "pengeroyokan" sebuah brand apparel perlengkapan gunung yang melakukan blunder dalam strategi marketing digital-nya. Tak tanggung-tanggung, dari info "orang dalam"  yang saya terima di WAG grup pesepeda, CEO langsung turun mengambil shortcut. Yap, midas move, khas CEO. Langkah yang selalu saya sukai. 

Karena itulah fungsi CEO. Tak hanya memimpin, tapi juga bisa me-reset sebuah kondisi di sebuah sistem yang berada di area of influence-nya. Sistem bukan saja tentang susunan fungsi-fungsi yang terkait dengan aktivitas untuk berproduksi. Di masa depan, systems is a product itself. 

Sebuah sistem akan terus bergerak, seperti sebuah organisme, yang butuh asupan dan mengeluarkan residu. Seperti organisme juga, sebuah sistem memiliki kecenderungan untuk mereposisi diri saat kondisi mulai tak imbang, mulai berpotensi untuk tidak menghasilkan gerak yang positif untuk "tubuh" nya. 

Saat berpikir bahwa sebuah sistem itu seperti organisme, ga perlu berkhayal tentang bagaimana organisme itu menghasilkan keturunan. Terlalu jauh. Proses mengenal diri, proses menempatkan diri, dan proses untuk menjadi bagian ekosistem lebih besar jauh lebih penting daripada memikirkan bagaimana diri bisa memiliki duplikat. 

Aturan dan sistem bukanlah konstanta yang harus diimani pada kondisi kritis. Bisa jadi konstanta tersebut berada pada pucuk pimpinan tertinggi yang memiliki intensi mengaitkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, yang mungkin... baru tergambar di benak pucuk pimpinan tinggi tersebut. Kepemimpinan tetap membutuhkan "wangsit". Wangsit mungkin istilah lama. Tapi di dunia digital ke depan, kita akan banyak berbicara tentang "emerging pattern". 

Emerging pattern ini seperti pelajaran baris berbaris saat mengikuti ekskul paskibra. Ada arah, ada jarak yang harus dijaga, ada ritme yang harus diikuti bersama, dan ritme pribadi yang dalam satu kelompok bisa berbeda. Jika terbiasa dalam permainan pola, apalagi penyusunan data, maka pemolaan tak lagi bergerak seperti teori membalikkan sistem breakdown, mengumpulkan hal-hal kecil menjadi satu judul utuh. Pemolaan bisa jadi ya bergerak bebas saja dulu menyeimbangkan diri, lalu mulai terlihat arah gerak, untuk saling terhubung, dan jika lebih tenang lagi, akan terasa sebuah ritme besar, bahwa keterhubungan ini menuju ke sesuatu yang besar. Bukan tentang judul, tapi tentang wujud sebuah sistem. Sebuah organ. 

Untungnya, peran kita sebagai pelaku baris-berbaris, atau pemindai sistem sudah bisa digantikan oleh "robot". Yes, robot dalam tanda kutip. "Robot" ini bisa membaca pola dan susunan perintah, atau bahasa lebih utuhnya : algoritma. "Robot" ini bisa kita kerjakan untuk memecahkan kumpulan data, ikatan data, kuncian data, lalu bisa mengurainya sesuai keinginan. "Robot" ini tak memiliki kehendak. Kehendak ada di pola kumpulan, ikatan, dan kuncian. Sehingga penempatan "robot" pada sebuah organisme sistem akan menjadi perapi, penegas, dan penentu sebuah pattern sedang bergerak menuju "wangsit" tertentu. Ya, "robot" ini adalah pengganti fungsi konstanta dalam pikiran lama saya. "Robot" ini bisa menjadi pengganti golden section yang kadang benci tak benci saya gunakan dalam merangkai sebuah komposisi agar menjadi lebih nyaman dipandang. 

Karena ke depan respon tak hanya berasal dari kenyamanan panca indera.  Pandangan, pendengaran, penciuman , rasa,  dan hawa, baru hanya menjadi "dinding" sebuah organisme. Organisme kebijakan. Sedangkan isinya bisa berupa skenario, analisa, dan data luar yang direct-live terhubung dengan gerak "organisme" ini.

"Organisme" ini bisa berupa gadget, smart tools, atau berita yang kita baca. Menyerap semua informasi dari kita, dari gestur, mimik, tempat, intensi, dan arah kita bergerak. Informasi ini dikaitkan dengan informasi dari individu selain kita. Terus berkait, hingga organisme ini bisa mencatat sebuah pola peradaban lebih utuh. Lebih bisa di re-simulasikan. Tidak hanya menjadi sebuah catatan, tapi bisa menjadi sebuah skenario yang lengkap dengan storyboard dan support system-nya. 

Balik lagi ke cerita di paragraf pertama. CEO sebuah brand bisa berlaku seperti "organisme' ini. Idealnya, memiliki peta pergerakan dan situasi yang komplet hingga bisa membuat gerakan shortcut yang efektif di situasi kritis. Tak hanya kerjanya yang memiliki added value, tapi juga geraknya, dan jaringannya bisa menjadi inersi dan momentum yang menguatkan habitat tempat berpijaknya. Hingga setiap yang dilakukannya memiliki added value


Setidaknya, seperti itulah sebuah organisme sejati yang bisa survive di peradaban digital, 15-20 tahun ke depan. Berhulu dari pengendalian diri (mindfulness), bermuara di perayaan semesta. 

Monday, January 25, 2021

The Tree of Wisdom in Digital Era



Membangun civil society bermula dari meluaskan ibadah personal -bahasa lainnya silaturahmi- menjadi sebuah wadah. Wadah untuk berkumpul, sharing, dan berkolaborasi.

Namanya bisa saja komunitas, organisasi, atau yang lebih santai dan bernuansa agak tradisional: paguyuban. Intinya, nama bisa apa saja. Apalagi di jaman sekarang, saat semua bisa berkumpul terlebih dahulu secara virtual di sosial media sebagai wadah awal untuk saling mengenal. Setelah saling mengenal, tentunya jika beruntung, maka akan ada semangat untuk bergerak bersama, sharing dan kolaborasi. Memadukan kemampuan dan kemauan menjadi sebuah energi lebih besar yang bisa memengaruhi suasana sebuah civil society.

Kenapa saya bilang beruntung? Perkumpulan dalam matematika bisa berupa himpunan, atau bisa berupa irisan. Untuk komunitas, yang sering terjadi adalah irisan kepentingan. Beruntunglah yang memiliki irisan kepentingan yang bisa melahirkan aktivitas sharing dan kolaborasi. Untuk organisasi yang memiliki hirarki, hak dan kewajiban, mungkin sifatnya himpunan. Karena kumpulan entitas berkumpul dan berkomitmen untuk melaksanakan sebuah visi dan misi bersama dalam timeline yang biasanya ditentukan.

Balik lagi ke komunitas, karena berbentuk irisan, maka aturan akan lebih fleksibel. Karena pada dasarnya setiap entitas yang berkumpul memiliki major intention dan minor intention yang mungkin tidak ada dalam irisan kepentingan individu dalam berkumpul. Ada yang berkumpul karena senang dengan berbagi informasi (baru). Ada yang berkumpul karena senang punya intensi (bisnis, atau hati) pada individu lain. Tak bisa dikatakan sebagai himpunan. Hingga membuat aturan pada komunitas akan berdampak semakin sensitifnya respon pada setiap input yang terkait dengan intensi untuk berkumpul. Atau kata sederhananya, semakin banyak aturan, semakin hati-hati orang untuk sharing dan menginisiasikan sebuah kegiatan berkolaborasi. 

Oke, kita mulai pembahasan bagaimana cara untuk membuat sebuah wadah yang tetap seru dan agile (ulet) menghadapi transformasi digital yang menguji tatanan analog yang pernah disepakati bersama dalam pembentukan sebuah "wadah" berkumpul. 

Intensi untuk berkumpul biasanya dimulai oleh minat. Setelah ada minat, maka muncul hasrat untuk berkoneksi, menyambung kontak diri, kontak pikir, mungkin hingga kontak visi dan misi (yang ada di hati). Biasa dinamakan trust. Trust ini memiliki energi yang besar. Besar karena bisa menghilangkan prosedur-prosedur administratif dalam memverifikasi data yang masuk dari entitas lain (yang sudah dipercaya).  Trust ini seperti sebuah landasan bagaimana sebuah pohon kebijaksanaan bisa tumbuh subur di sebuah wadah berkumpul (dan bertumbuh). Bertumbuh menjadi individu yang bertambah skill-nya, bertambah percaya dirinya, dan bertambah ke-agile-annya. Yap, wadah berkumpul yang agile adalah wadah yang bisa membesarkan anggotanya. 

Jika tak ada trust yang dibangun, terlalu berbasis hierarkikal, senioritas, maka dalam bahasa lamanya, yang berkembang hanya otak kiri saja. Semakin banyak ide yang sifatnya administratif, bermuara pada semakin banyak ide untuk perbanyak aturan organisasi. Itu menjemukan. Apalagi intensi berkumpul diarahkan pada kultus individu. Pengultusan akan selalu akan menjadi "black hole" organisasi. Banyak cerita tentang ini, ketika si individu yang dikultuskan terkena "guncangan", maka yang berdampak adalah wadah besarnya. Berdampak buruk tentunya, organisasi besar kehilangan kendali. Akibatnya, pohon kebijaksanaan yang tumbuh dalam setiap benak anggota wadah mulai meranggas. 

Pengultusan berbanding terbalik dengan budaya penghormatan. Penghormatan tak hanya selalu pada individu yang berhasil besar. Penghormatan bisa diraih oleh setiap individu yang bisa menjaga. Menjaga akan selalu lebih sulit dari membesarkan. Karena membesarkan lebih banyak terkait dengan momen (yang bisa dibuat), dan menjaga lebih banyak terkait dengan komitmen menyusun dan menyeimbangkan. 

Ada baiknya dalam menghadapi era yang sangat proximal dan inconstant constant(a) ini sebuah wadah organisasi bermula dari semaian semangat kolaborasi menggabungkan perbedaan. Karena perbedaan adalah energi. Jika energi untuk sharing dan kolaborasi ini tidak dipakai, maka lama-lama akan merusak. Jika dipakai dengan bijak, maka akan menghidupkan bibit-bibit lain yang malu-malu untuk bertumbuh menjadi entitas yang akuntabel.

Akuntabilitas dalam ber-wadah bukanlah tentang mencapai keseimbangan value output dan input. Akuntabilitas juga bisa berarti proses penjagaan kontinyu pada kuantitas dan kualitas rangkaian data. Bentuknya bisa berupa catatan saat memiliki momen ber-sharing dan berkolaborasi. Jika berbentuk produk, akuntablilitas ini seperti tools untuk pencatatan agar sebuah entitas bisa memverifikasi posisinya real time di berbagai kondisi.  Keberadaannya terasa real di sebuah peta besar, seperti teknologi penggambaran posisi pada Landrover Defender terbaru. Yap, beyond GPS.

Ada baiknya dalam menghadapi civil society yang masih materialistis, khususnya dunia bisnis yang ter-attach dengan organisasi, akuntabilitas wadah bisa menjadi mata air, penghilang dahaga, sumber ilmu,  yang bisa membuat daya tawar lebih pada pihak luar, atau wadah lain.

Daya tawar ini tak selalu terkait dengan kerjasama. Dalam konteks dunia maya atau digital, kerjasama bisa terjadi hanya dengan mengaitkan intensi. Wujud aktivitasnya seringkali behind the scene. Tak selalu harus memperlihatkan visual saling bersalaman dan menandatangani kesepakatan. 

Kesepakatan dengan wadah bisnis khususnya. Wadah yang berkecenderungan berusaha mendekati dengan pendekatan material yang memiliki kerawanan dan sensitivitas dalam teknis komunikasinya. Mengaitkan intensi sebagai daya tawar bisa menaikkan peran dan menjaga pohon kebijaksanaan sebuah wadah terus tumbuh dan tak meranggas. Yap, kita tidak lagi membahas tentang pencitraan, sebuah teknologi usang memetic di dunia rekayasa sosial. Teknologi usang yang membuat distorsi dan polarisasi pada society. Kini jamannya berakuntabel. 

Jika dahulu kita mengenal aturan dalam sebuah wadah, maka di jaman digital ini kita mengenal "entitas pengatur" berupa algoritma-algoritma. Algoritma bisa berubah setiap saat ketika sebuah wadah menyikapi konteks dan konten yang berbeda. Fokusnya tetap pada menjaga daya tawar. Fokusnya tetap pada menjaga kesetaraan. Fokusnya tetap pada menciptakan engagement, momen sharing dan kolaborasi, yang terus-menerus. Bahasa kekiniannya, bisa sustain. 

Jika dahulu kita mengenal komitmen, loyalitas, visi dan misi sebuah wadah berkumpul, maka di jaman digital kita harus mengenal bentuk yang lain tapi serupa, yaitu konstanta-konstanta. Yang terlihat mengikat, namun untuk menyamankan. Yang terlihat mengatur, tapi memperindah. Konstanta ini bisa memiliki fleksibilitas saat merespon ketidaksetaraan, tapi memiliki kemampuan untuk memompa intensi sharing dan kolaborasi saat berada dalam atmosfer kesetaraan. 

Silaturahmi mah ibadah personal. Tapi secara sistem, wadah untuk beribadah silaturahmi ya bisa komunitas, organisasi, institusi, akademi, paguyuban, atau apapun. Dalam kontek lebih besar lagi, civil society, yang menurut salah satu lembaga yang ngulik kenyamanan negeri ini, adalah bagian dari kedaulatan bangsa.


"Niat bersilaturahmi yang diwadahi dalam komunitas bisa menguatkan daya saing civil society untuk perkuat kedaulatan bangsa," Kurang lebih gitu lah kalo dibuat judul skripsi :D 

Intinya, jika ingin bersilaturahmi dengan dampak yang lebih besar, lupakan keinginan untuk mengatur. Jadikan diri sebagai surfer, siapkan papan surfing. Lalu siapkan papannya, beri lilin. Jangan lupa, carilah ombak terbaik. Bukan ombak yang malu-malu kucing.  

Thursday, January 21, 2021

Partikel Berdansa - "Geolpolitik" Januari 2021



Di layar kaca kita melihat banyak inaugurasi menyambut sensasi kebaruan. Tahun yang baru, pemimpin baru (pemimpin negara, pemimpin institusi, pemimpin daerah, dan pemimpin pemimpi..) yang didaulat (oleh "ordo pembaruan") dianggap berhasil memenangkan hati. Di sisi lain, penyambutan sensasi kebaruan pun dihiasi oleh perkenalan kita pada sensasi alam yang merespon laku manusia. 

Di luar layar kenyataan bisa berbeda. Inaugurasi disusun dari konstruksi kontradiksi dan polarisasi yang membuat luka pada memori. Simpul-simpul kesepakatan yang tadinya seperti simpul mati, ternyata mulai ketahui kenyataannya ternyata simpul hidup, yang mudah dilepas. Bisa dilepas karena hilangnya trust landing (basis/kait untuk percaya), dan hilangnya thrust (kehendak dan hasrat) pada visi kesepakatan bersama.

Yap. Kadang sebuah bangsa terikat oleh terlalu banyak kesepakatan, yang bertumpuk, bertaut, beririsan, tanpa ada keinginan untuk mengontrol kualitas ikatan yang ada. Apakah simpul mati mulai mengikis tali, dan apakah simpul hidup mulai melonggar, diantara tumpukan kesepakatan yang ada. 

Terjadi di mana-mana. Di sebuah kumpulan yang merasa sudah establish. Di sebuah gerakan yang merasa geraknya konstan dan tak perlu banyak lagi menyesuaikan kondisi di era semua semakin terdisrupsi menjadi partikel. Di era uang mulai kehilangan arti, dan daya tukar mulai  berorientasi bukan pada pertukaran value, tapi benar-benar pertukaran "fisik" yang mengikat ruang dan waktu. 

Barter dalam "konteks baru" mulai masif terjadi di era pembuka 2021. Setelah di 2020 kita banyak mulai re-positioning peran fisik kita pada area of influence (tempat kerja, tempat bersosialisasi, dan tempat belajar).  Re-positioning ini membuat individu menjadi lebih partikelir. Menjadi partikel adalah sebuah keuntungan dan kerugian. Untung ketika value terbawa pada diri (memiliki skill, talenta, dan aset yang melekat pada diri), dan rugi ketika value ternyata hanya ter-attach bukan di diri (passive network, systems, jabatan). Citra dan personal branding bukan lagi alat yang efektif untuk digunakan di era kuantum, atau saya lebih suka menyebutnya era partikelir. Era free-will, atau era serabutan - istilah tetangga saya, Oma-oma dari Belanda yang sudah fasih berbahasa. Yap. 2021 memulai dirinya dengan menjadikan peran partikel aktif yang lebih dominan, dan peran aset mulai bukan lagi hal utama.

Permainan kepemilikan aset kini jadi jebakan utama bagi para partikel. Intensi kepemilikan tanpa intensi mencari kesetaraan sama saja dengan menginisiasi perbudakan. Utang piutang yang seharusnya mempercepat cycle berproduksi digunakan para new capitalist untuk menguasai distribusi produk. Penguasaan distribusi produsen hingga level hilir adalah ciri intensi di 2021, yang sebenarnya sudah dimulai hampir 4 tahun terakhir. Ada yang menyebutnya corrupted systems, karena dalam aturan distribusi klasik, harusnya masing-masing menjalankan peran. Produsen sebagai kuncen produksi, Distributor sebagai penguasa jalur berpindahnya produk, dan agen sebagai penguasa titik simpul pasar.  Aturan klasiknya demikian. Tapi di jaman partikelir, peran produsen, distributor, hingga agen bisa dalam satu entitas, namun tetap ada jalur distribusi, dan titik simpul pasar, yang diikat dengan skema pertukaran value (kuncian kontrak, dan utang piutang), yang membuat sistem "seolah" berjalan seperti jaman distribusi klasik.

Lalu dimana sisi geopolitiknya? Yap, alinea-alinea di atas baru pembuka untuk judul tulisan "geolpolitik" ini. Berusaha untuk mengurut, mengurai, betapa peran partikel(ir) ini menjadi sangat dominan untuk peta keterhubungan yang lebih besar.

Ikatan institusi -civil society - business stakeholder ini boleh terlihat seolah establish. Pada kenyataannya, algoritma ikatan dan konstanta ikatannyalah yang menentukan jalannya sebuah policy yang berdampak luas pada sebuah teritori. Algoritma dalam dunia digital adalah sebuah jalur -jalur "irigasi" energi pemberdayaan, dan konstanta dalam dunia digital bisa berbentuk sebuah lapisan sejarah kesepakan (kontrak, MoU) yang kadang terlihat sakral untuk disentuh.  

DI awal 2021, dan mungkin di pertengahan nanti, konstruksi algoritma akan berubah cepat, sedangkan untuk konstanta, akan banyak usaha untuk melonggarkan simpul dan menipiskan lapisan. Bagus jika bermakna untuk menyederhanakan kompleksitas, bahaya jika dimaksudkan untuk melebarkan wadah probabilitas penguasaan homogen society. Sangat destruktif jika esensi kesepakatan -simpul, disamakan dengan pertukaran nilai, lalu dilemahkan dalam kontrak yang tidak setara - by design - yang dilakukan oleh para ahli pengondisian. 

Isu pelemahan simpul dan penyempitan irigasi/algoritma bukan hanya berlaku di sini, tapi juga di sebelah, tapi juga di seberang sana. Konsep-konsep mungkin akan bermunculan untuk mencermati dan mengimbangi pergerakan-pergerakan yang mengarah pada ketidaksetaraan. Tapi tetap, penguasaan "jaring besar" oleh intensi individu tanpa terkontrol harus tetap dicatat, dipetakan dan diawasi titik-titik "accupunture point"-nya. 

Secara "event" atau kejadian, akan banyak bermunculan (tentunya dicover oleh media) peristiwa yang terkait dengan pelemahan fungsi kelompok, fungsi institusi, dan fungsi berbangsa. Setidaknya polanya demikian. Setidaknya semua sudah diantisipasi. Setidaknya semua dibuat  agar tenang, tidak mudah terkejut. Jaman partikelir ini mengingatkan saya pada "petuah" Anas Urbaningrum tentang 3 Ojo. Ojo gumunan, ojo kesusu, ojo dumeh. Setidaknya Anas berpetuah jauh sebelum kejadian ;). 

Monday, January 18, 2021

Algoritma Senyum




Memasuki era digital yang sebagian sudah dikalkulasi oleh para saintis, dan diprediksi oleh para teknokrat, membuat pemahaman pada ilmu klasik harus dipertanyakan kembali. Setidaknya,  fase mempertanyakan kembali sebuah definisi memang harus selalu dilakukan organisme yang tumbuh di habitat yang bertumbuh.


Kecuali memang kita yakin tak tumbuh lagi. Ketika sebuah definisi sudah dinyatakan absolut dan mutlak. Tapi keabsolutan dalam perimeter yang terus berubah bisa jadi menjadi akar kebodohan. Setidaknya begitu yang diyakini para penggemar teori relativitias, dan para penyandu tasawuf.


Kebenaran adalah kenisbian dalam t=0. Kenisbian yang harus dipolakan (diperjuangkan) dengan penuh data (bukti) dan respon (tanggung jawab). Kebenaran adalah sebuah nilai yang harus terus berproses, bertumbuh, bergerak, sehingga pada titik terjauh yang tak bisa kita jangkau. Saat tak terjangkau, saat tidak ada pola yang bisa dipetakan, maka kebenaran akan ada di setiap pergerakan, sekecil apapun. Meresap ke dalam setiap niat untuk bergerak


Karena itulah orang orang yang tak lagi memikirkan target atau pencitraan menikmati setiap langkahnya. Stiap langkah adalah puncak-puncak keterhubungan. Puncak syukur. Syukur  yang terus berlangsung sejak mulai menghirup nafas. Tak lagi terjebak dalam agoritma. Tak lagi terkunci dalam konstanta. Algoritma sejati adalah ritme keterhubungan, konstanta sejati adalah diam untuk merasakan gerak. 


Waktu pun tak lagi menjadi penjara untuk jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran yang tak terucap. Yang membuat berisik. Yang memutus. Waktu menjadi sahabat untuk menikmati syukur. Waktu menjadi pena lingkaran kesempurnaan.


Yap. ini tulisan yang mungkin membuat guratan di dahi. Tapi sepertinya inilah tulisan paling sederhana tentang arti sebuah senyuman. Jika ingin dipetakan dalam variabel-variabel. 

Friday, January 08, 2021

Parodi Peradaban Satu Tombol



Yang milih film premiere di tv nasional itu namanya editor, produser atau messenger yak? Bingung aku.. Kok nyambung sama konteks kebatinan terkini.. wkwkwkwkw...

Saat ini adalah saat yang pas untuk belajar... eh..nonton (sambil nyemil)...pertunjukan leadership ala negara termaju di peradaban dunia. Belajar untuk membedakan mana garis komando, mana excessive power, seraya belajar pentingnya akuntabilitas. Jangan lupa nyemil.

Tentunya mendoakan yang terbaik layaw.. masa nyemil doang. Tapi kalo ga nyemil ntar terbawa ritme, lalu terhanyut. Takutnya tantrum...Karena itu, nyemil berguna menggerakkan rahang, jadi semacam metronom untuk menjaga kesadaran.

Yang kita (sempat) tonton di Capitol itu hanya puncak gunung es. Yang di bawah gunung es ini yang mungkin ...mudah-mudahan adem yaa...Karena inilah salah satu nilai (+)positif negara berbentuk federal. Rem/ filter penggunaan kekuasaannya lebih komprehensif, lebih empuk. Mencegah direct excessive power, dan penguatan "bentuk" kekuasaan di luar sistem.

Ada satu hal yang saya suka ketika memasuki ranah-ranah stakeholder yang punya tombol-tombol atas sistem kekuasaan. Penggunaan bahasanya. Bahasanya balik lagi ke bahasa yang bener-bener rapi secara hirarki. Cek saja nanti dan ke depan, quote dari tokoh penting dan Biden.

Di sisi lain, sebenarnya excessive power terjadi juga di ranah digital. Ini sangat tidak nyaman. Memang ada situasi yang secara moral ideologis Trump pantas dihujat atas dukungannya pada kekerasan... Tapi juga ada peran stakeholder digital yang berdampak sistemik pada hak individu.

Untuk ini obatnya bisa ada, bisa tidak ada. Bisa ada karena ranah digital adalah ranah yang sangat fluid. Satu tindakan khusus bisa dianggap khusus jika memang dinyatakan khusus. Masalahnya, jika tidak dinyatakan khusus, maka ..hehe.. your neck is not for your head.

Dan ini sedang sangat dipantau oleh yang senang mantau. Dan sementara itu migrasi aplikasi messenger sedang terjadi begitu masif. Bukan masalah migrasinya. Bisa jadi keluar dari sarang macan, masuk ke mulut buaya. ya memang. urusan digital kalo bener diurusin bisa bikin TBC. kecuali oleh yang sudah paham. yang sudah paham pun kadang mending diam. mengambil pose kayang, atau berdoa. hehe.

Saya cuma berharap ga ada yang marah, atau baper. Dan tetap dalam posisi kayang atau diam. Kalo ada yang marah takutnya isu lama, blackout, jadi. Masuk ke plan selanjutnya dah: Tidur lagi. Versi digital.

Setidaknya saya masi melihat ini ranahnya masi excessive power, belum abusive power.. ya si Trump, ya si stakeholder sosmed. Ga tau ya kalo yang laen.


Jadi saran dari rekan, senior, untuk menenangkan diri di situasi yang meh tapi gemesin.. "Bukalah jendela lebar-lebar, lalu katakanlah, 'i know what you did last summer'... gitu. Karena kadang tahu kalo ga disebutkan bisa menjadi tempe". Itulah salah satu cara "bae bae" ingatkan orang yang menganggap dirinya khusus, padahal baru saja melakukan excessive power.

Kalo di dunia aeromodelling, excessive power ini seperti pesawat yang terlalu tinggi power motornya, hingga memengaruhi center of gravity, dan tentunya... boros energi.

Wednesday, January 06, 2021

The Journey to Heal



Semua butuh entitas penyembuh. Walau kadang yang teringan bentuknya hanya berupa penyeimbang, dan yang termayoritas bentuknya uang.

Agak sedikit tak umum. Masyarakat Bajo menyembuhkan dirinya dan alam, dengan melakukan budaya berkelana di laut. Ada yang harian. Ada yang mingguan, ada yang bulanan.

Budaya ini menguatkan skill mereka dalam berbahasa. Bahasa alam. Membaca bintang. Membaca laut. Membaca angin.

Proses memanjangkan daya tempuh ini membuat manusia lebih mengenal. Saat mengenal ada bahasa yang muncul. Setelah mengenal lalu memahami.

Memanjangkan daya tempuh juga dilakukan oleh para pendidik tentara dengan spesifikasi memetakan, menandai, dan mengunci. Sekaligus dalam momen sama mengenal batas sakit baru, mencatat batas sakit lama.

Saat rasa sakit dan takut sudah bisa dibungkus dalam pemahaman baru, maka proses memanjangkan daya tempuh bisa menjadi proses mengobati diri. Sambil terus mulai melangkah dengan cara baru. Perlahan demi perlahan.

Menulis ini di saat melihat ranting adenium kesayangan sedang sakit, dan gedung Capitol di Amerika disambangi pendukung fanatik Donald Trump. Ya, seperti sedang sakit. Tapi dari sisi lain, sedang ada proses pencarian keseimbangan baru. Yap. Sembuh yang baru. Sembuh di level yang mungkin kemenangan-kekalahan bukanlah sebuah pembuktian kebenaran. Sebenarnya bukan urusan saya. Tapi jika disandingkan dengan berbarengannya kejadian di Amerika dan ranting adenium saya yang membusuk karena kebanyakan kena air hujan di beberapa hari terakhir, saya bisa mengambil garis persamaan.

Persamaannya adalah, sesuatu yang baik (hujan) yang terlalu banyak, bisa membuat pembusukan pada spesies tertentu yang butuh hal-hal presisi dalam perawatannya. Di era digital ke depan, akan banyak muncul spesies-spesies presisi ini. Spesies yang dilatih dan diseleksi oleh tim tim spesial. Menjadi spesial, di keadaan umum (yang sebenarnya hanya membutuhkan kelancaran administratif saja). Mudahan jika diberi momen, di tulisan ke depan saya akan jelaskan apa rugi dan untungnya memiliki terlalu banyak spesies spesial, termasuk sedikit berkisah tentang menggelembungnya VOC. Yap. Saya pilih kata menggelembung. Lebih pas.


Demikian. Semoga semua dilancarkan urusannya.


Tuesday, January 05, 2021

The Pandemilogic



“Please, unmute yourself..”


Sebait pesan yang mungkin sering terdengar di setiap rapat dengan aplikasi Zoom. Sebuah fenomena kealpaan sederhana, yang menghasilkan memori memancing senyum, nanti, di era yang (mungkin) akan normal kembali.


Beberapa hal dasar berubah, mungkin banyak, tapi bisa jadi banyak yang tak terlalu dianggap penting. Hal dasar yang kadang alpa dalam benak. Salah satu yang tersignifikan adalah keterikatan kita pada tempat. Aktivitas dan tempat kini tak lagi jadi sebuah kesatuan yang harus selalu dijunjung. Aktivitas dan tempat bisa berubah, bergesar, mengembang, menyusut, dan tak paralel dengan aktivitas  a.k.a  fungsi. Tempat dan fungsi bukan lagi "pasangan dansa" favorit. 


Tempat tak lagi harus berupa ruang. Tempat lebih cocok dikatakan adalah lokasi berpijak (“share loc please”), lokasi berpijak pun bisa berubah-bergerak, untuk diikuti. 


Tempat yang bergerak, dan aktivitas a.k.a fungsi yang terus berubah, kini tak diwadahi dalam ruang fisik. Tapi berpindah ke ruang kesepakatan pikiran, dalam hal lain, adalah bahasa.


Bahasa pun berubah. Tak lagi menjadi sebuah jembatan untuk menyampaikan pesan dan informasi, tapi juga data. Bedanya, data itu tak bermuatan. Tak harus berstruktur. Tak harus mengandung “algoritma”.  Ia netral. Bahasa yang menjembatani data adalah bahasa yang lebih mudah meresap ke entitas yang bebas, dan terdalam. Bahasa data adalah bahasa terobjektif di era semua bergerak ini. 


Pada perkembangan terakhir, bahasa gestur, emosi, mimik pun sudah bisa dipetakan dengan dibantu oleh sistem kesepakatan kolektif. Yak. Bahasa bisa lahir karena kesepakatan dua atau lebih entitas yang saling terkoneksi dalam ide dan kesamaan rasa. 


Kesamaan rasa bisa dicapai saat mencapai titik-titik puncak gesture, emosi, dan respon, bersama. Sering kita anggap sebagai tensi. 


Gestur dan mimik kembali menjadi penting untuk menentukan sebuah bentuk pemahaman. Berdialog dalam diam, yang kadang dilakukan oleh dua sahabat yang lagi berbeda pendapat, kini berangsur menjadi sebuah kelaziman pada kelompok kelompok non kontemplatif. Kelompok fungsional, yang ingin mereduksi bias makna. 


Ada lagi yang secara mendasar telah berubah. Sekilas pandang, keterikatan kita pada konteks yang mengikat konten pun semakin tak menjadi dasar bertindak. Bahasa lamanya, kesetiaan kita pada pengaturan umum memudar. Semua aturan makin personal dan konten bisa menyusup di konteks apapun. Kesetiaan kita pada prosedur yang kita anggap nyaman. Kesetiaan pada rasa hormat kita pada hirarki menjadi hal yang tak prioritas lagi. Cukup dengan “turn off screen”, semua masi bisa berjalan. Anggaplah seperti itu analoginya. 


Pastinya sangat banyak hal lain yang telah berubah di momen pandemi ini. Sebuah logika khas pun muncul. Logika yang melonggarkan semua ikatan atas support system yang menjadikan individu, atau kelompok “merasa kuat”.  Sebuah pandemilogic. Sebuah kekuatan berlogika baru merebak di cycle of trust, cycle of production, dan tersignifikan, cycle of truth


Apakah kebenaran itu harus dipercaya terlebih dulu? Atau kebenaran itu lahir dari setiap langkah yang penuh dengan kekuatan interkonektivitas


Kekuatan berhubungan tanpa jarak, waktu, dan tempat. Seperti partikel kuantum. 


Ok. I'm unmute now...






Sunday, January 03, 2021

Paku Bumi yang Mulai Terlepas



Masa depan haruslah penuh harapan. Agar demikian, maka menyikapi kegelapan di depan kita haruslah dilihat sebagai momen menambah kekuatan. Ketika pun di depan ada cahaya yang terang, bukan berarti garis finis untuk berhenti. Masa depan adalah masa yang ada di depan pijak kita. Walaupun itu hanya berjarak 1cm. 


Saat penggunaan sosial media mulai meramaikan pemakaian bandwith jaringan internet, saat itu juga (beriringan) perilaku manusia mulai dipengaruhi pola-pola tampilan yang disuguhkan oleh aplikasi. Aplikasi yang dibuat oleh orang yang sudah sangat paham dengan metode mengarahkan kode menjadi sebuah "pertidaksamaan". 

Yap. Pertidaksamaan. Seperti yang pernah selewat, selintas, di pikiran, saat belajar matematika. Sebuah pelajaran yang mungkin hanya menghabiskan total 8 jam ajar di hidup kita. mungkin 12 sampai  24 jam jika kita yang awam kebetulan memang benar-benar menggemari (cara ajar guru)nya.

Selalu ada magnet yang membuat kita tertarik dengan sesuatu, dan saya percaya, selalu ada magnet yang bisa menyatukan pertidaksamaan. Dalam hal pengajaran, dulu kita memiliki guru favorit, atau jam pelajaran favorit, sesuatu yang mengikat rasa suka.  Rasa dan memori ini kini bisa dipetakan dalam peta-peta "kecenderungan". Bahasa dulunya, hipotesa dalam sebuah gejala tertentu. Bahasa kininya, the emerging pattern. 

Balik lagi ke pertidaksamaan. Yap. Maap sedikit melebar. Kadang dalam menulis saya suka terhanyut mengikuti aliran pikir yang kadang "meluas dan melebar" sebelum saatnya. Pengen cepat-cepat sampai pantai untuk melihat horison. Pengen melihat segaris harapan yang lebih tipis dari picingan mata.

Yap. Pertidaksamaan membuat sesuatu bisa bergerak tanpa harus didorong. Seperti jungkat jungkit, jika memang ada beban yang tak sama, dia akan otomatis bergerak, menuju "titik imbang" baru. Pertidaksamaan memang sengaja dibuat untuk membuka. Membuka kesempatan bergerak, untuk mengenali batas-batas diri. Setidaknya untuk mengenali titik imbang dari setiap entitas. Entitas yang tersusun dari pola dan keterikatan elemen. 

Pertidaksamaan membuat semua bergerak. Mengenali diri, ikatan, titik imbang diri, titik imbang kelompok, titik imbang penyusun kelompok. Semua bergerak mengetahui. Ada yang tahan dengan pergerakan baru, ada yang ikatannya terputus, lalu membentuk ikatan lain, dan lainnya. Namun, setidaknya, bentuk lama yang terkuat, akan tetap terjaga, dan semakin mengenal dirinya, dan bisa memetakan potensi terdalam yang belum pernah dikenalinya sebelum diobrak-abrik pertidaksamaan. 

Setiap kita mengunduh "kerangka civil society" baru, maka setiap saat kita akan harus bersiap dengan pertidaksamaan. Sebuah proses mengenali, menemukan titik imbang diri, menemukan titik imbang kelompok, bersatu-bercerai, kembali. Saat ini, aplikasi yang cukup ditekan jempol di gawai kita, adalah kerangka civil society tersebut. Ia bukan simbol. Karena nyata memengaruhi, tak butuh rasa percaya untuk menggunakannya. Cukup mengikuti kemauan "menekan", maka kerangka tersebut bisa memulai kerjanya pada kesadaran kita. 

Mengerikan? Bisa iya. Bisa tidak, dan tentunya bisa biasa saja. Mengerikan saat kerangka tersebut bisa menghilangkan peran trust yang sedang dijaga. Tidak mengerikan jika kerangka tersebut mempercepat kerja. Dan biasa saja jika kerangka tersebut menjadi pelengkap pada diri, yang sudah kita miliki sebelumnya. 

Pertidaksamaan kadang menjadi masa depan kita. Pertidaksamaan kadang menjadi paku , magnet, atau apapun, yang menyatukan rangka ikatan. Pertidaksamaan menjadi sebuah cemilan, seperti kerupuk, yang ringan, yang tidak bisa tidak, menemani kita saat mengonsumsi "makanan" sumber energi. 

Mungkin tulisan ini sudah terlalu panjang. Di tulisan ke depan, saya akan menguraikan peran pertidaksamaan atas "daya sadar" kita. Bagaimana pertidaksamaan mengikat kita ke dalam rasa takut, berani, mencerahkan, dan bagaimana partner dansanya, yaitu operasi persamaan, bisa menetralkan sebuah pertidaksamaan. Bisa lama, bisa sebentar. Karena inilah bedanya dengan larutan kimia. Dunia digital tak punya batas ruang dan waktu, seperti cinta. 

Oh iya. Maap. Tulisan kali ini tanpa hyperlink. Sengaja, demi penyerapan konten yang lebih mengernyitkan dahi. Tulisan selanjutnya saya janji pake hyperlink deh referensinya. Hehe :).