Friday, January 29, 2021

The Falling Constant



Saat ada bahasan tentang konstanta, pikiran selalu melayang ke pelajaran golden section yang terbenam di dasar  kepala saya. Ternyata semua sudah berubah. Golden section bukan lagi tentang cara menghasilkan komposisi yang indah. Golden section adalah tentang tools untuk kalibrasi (saja). 


Berita terakhir yang saya terima ketika menulis ini adalah tentang "pengeroyokan" sebuah brand apparel perlengkapan gunung yang melakukan blunder dalam strategi marketing digital-nya. Tak tanggung-tanggung, dari info "orang dalam"  yang saya terima di WAG grup pesepeda, CEO langsung turun mengambil shortcut. Yap, midas move, khas CEO. Langkah yang selalu saya sukai. 

Karena itulah fungsi CEO. Tak hanya memimpin, tapi juga bisa me-reset sebuah kondisi di sebuah sistem yang berada di area of influence-nya. Sistem bukan saja tentang susunan fungsi-fungsi yang terkait dengan aktivitas untuk berproduksi. Di masa depan, systems is a product itself. 

Sebuah sistem akan terus bergerak, seperti sebuah organisme, yang butuh asupan dan mengeluarkan residu. Seperti organisme juga, sebuah sistem memiliki kecenderungan untuk mereposisi diri saat kondisi mulai tak imbang, mulai berpotensi untuk tidak menghasilkan gerak yang positif untuk "tubuh" nya. 

Saat berpikir bahwa sebuah sistem itu seperti organisme, ga perlu berkhayal tentang bagaimana organisme itu menghasilkan keturunan. Terlalu jauh. Proses mengenal diri, proses menempatkan diri, dan proses untuk menjadi bagian ekosistem lebih besar jauh lebih penting daripada memikirkan bagaimana diri bisa memiliki duplikat. 

Aturan dan sistem bukanlah konstanta yang harus diimani pada kondisi kritis. Bisa jadi konstanta tersebut berada pada pucuk pimpinan tertinggi yang memiliki intensi mengaitkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, yang mungkin... baru tergambar di benak pucuk pimpinan tinggi tersebut. Kepemimpinan tetap membutuhkan "wangsit". Wangsit mungkin istilah lama. Tapi di dunia digital ke depan, kita akan banyak berbicara tentang "emerging pattern". 

Emerging pattern ini seperti pelajaran baris berbaris saat mengikuti ekskul paskibra. Ada arah, ada jarak yang harus dijaga, ada ritme yang harus diikuti bersama, dan ritme pribadi yang dalam satu kelompok bisa berbeda. Jika terbiasa dalam permainan pola, apalagi penyusunan data, maka pemolaan tak lagi bergerak seperti teori membalikkan sistem breakdown, mengumpulkan hal-hal kecil menjadi satu judul utuh. Pemolaan bisa jadi ya bergerak bebas saja dulu menyeimbangkan diri, lalu mulai terlihat arah gerak, untuk saling terhubung, dan jika lebih tenang lagi, akan terasa sebuah ritme besar, bahwa keterhubungan ini menuju ke sesuatu yang besar. Bukan tentang judul, tapi tentang wujud sebuah sistem. Sebuah organ. 

Untungnya, peran kita sebagai pelaku baris-berbaris, atau pemindai sistem sudah bisa digantikan oleh "robot". Yes, robot dalam tanda kutip. "Robot" ini bisa membaca pola dan susunan perintah, atau bahasa lebih utuhnya : algoritma. "Robot" ini bisa kita kerjakan untuk memecahkan kumpulan data, ikatan data, kuncian data, lalu bisa mengurainya sesuai keinginan. "Robot" ini tak memiliki kehendak. Kehendak ada di pola kumpulan, ikatan, dan kuncian. Sehingga penempatan "robot" pada sebuah organisme sistem akan menjadi perapi, penegas, dan penentu sebuah pattern sedang bergerak menuju "wangsit" tertentu. Ya, "robot" ini adalah pengganti fungsi konstanta dalam pikiran lama saya. "Robot" ini bisa menjadi pengganti golden section yang kadang benci tak benci saya gunakan dalam merangkai sebuah komposisi agar menjadi lebih nyaman dipandang. 

Karena ke depan respon tak hanya berasal dari kenyamanan panca indera.  Pandangan, pendengaran, penciuman , rasa,  dan hawa, baru hanya menjadi "dinding" sebuah organisme. Organisme kebijakan. Sedangkan isinya bisa berupa skenario, analisa, dan data luar yang direct-live terhubung dengan gerak "organisme" ini.

"Organisme" ini bisa berupa gadget, smart tools, atau berita yang kita baca. Menyerap semua informasi dari kita, dari gestur, mimik, tempat, intensi, dan arah kita bergerak. Informasi ini dikaitkan dengan informasi dari individu selain kita. Terus berkait, hingga organisme ini bisa mencatat sebuah pola peradaban lebih utuh. Lebih bisa di re-simulasikan. Tidak hanya menjadi sebuah catatan, tapi bisa menjadi sebuah skenario yang lengkap dengan storyboard dan support system-nya. 

Balik lagi ke cerita di paragraf pertama. CEO sebuah brand bisa berlaku seperti "organisme' ini. Idealnya, memiliki peta pergerakan dan situasi yang komplet hingga bisa membuat gerakan shortcut yang efektif di situasi kritis. Tak hanya kerjanya yang memiliki added value, tapi juga geraknya, dan jaringannya bisa menjadi inersi dan momentum yang menguatkan habitat tempat berpijaknya. Hingga setiap yang dilakukannya memiliki added value


Setidaknya, seperti itulah sebuah organisme sejati yang bisa survive di peradaban digital, 15-20 tahun ke depan. Berhulu dari pengendalian diri (mindfulness), bermuara di perayaan semesta. 

No comments: