Friday, March 12, 2021

Quantum Business



Melepaskan semua kehendak dalam sebuah wadah kebijakan, adalah cara tercepat untuk memasuki celah dan dimensi terumit, sekalipun. 

Peruntungan kita dalam mengais rezeki kini tak hanya tergantung semata karena terjadinya transaksi. Banyak faktor yang menentukan apakah sebuah peruntungan benar-benar definit merupakan rezeki kita, atau sekadar proxy yang mengetes batas-batas kemampuan maksimal kita.

Memulai sebuah "jalan pedang" mencari peruntungan, nafkah, atau pendapatan adalah sebuah usaha yang setara dengan memulai hubungan baru dengan orang baru di hari baru. Walau kita akan berhadapan dengan orang yang sama, gaya komunikasi yang sama, tetaplah hari selalu berubah. Perubahan hari dari sisi pengamatan ruang adalah perubahan variabel-variabel eksternal dari sebuah ruang "bersuhu kamar", kalo istilah orang lab, yang akan mengubah respon pelaku/stakeholder yang berada dalam ruang tersebut, langsung maupun tidak langsung. Langsung memengaruhi respon para pelaku jika terkait dengan arah-gerak-tumbuh (fisik) dari pelaku, dan berpengaruh secara tidak langsung saat perubahan terjadi pada suasana, atmosfer, atau ambience dari sistem yang berlaku di ruangan. 

Rasanya menjadi sebuah keniscayaan dalam alam yang tidak dihubungkan oleh "status" apapun itu (status di media sosial atau status sosial), sebuah proses mencari peruntungan akan dimulai dengan kondisi saling menandai, dan berakhir pada proses saling mengikat, jika tak mau dikatakan saling melindungi.  Proses menandai bisa terjadi saat ada proses penangkapan intensi yang sama. Saat ada intensi yang sama, maka akan tergelar "jalan raja" menuju proses lain seperti saling mengukur, saling membaca batas, saling membaca lingkup, lalu dimulailah proses transaksi tersebut. Di era digital dan serba berlandaskan uang digital, proses ini akan berlangsung seolah di bawah kesadaran, merasuki sistem reflek individu, dan sistem yang agak sakral, yaitu sistem mindset

Proses "jalan raja" ini umumnya dikenal sebagai algoritma. Kumpulan formula yang mengikat data, pola, dan tentunya energi (penggerak) yang menentukan sebuah bentuk pertukaran (transaksi) dalam konteks perdagangan. Tentunya ada hal lain selain algoritma yang sering dianggap bagian dari algoritma, seperti user interface dan/atau pengalaman menggunakan algoritma tersebut. Jika dalam dunia analog pengalaman adalah guru, maka di dunia digital pengalaman adalah kumpulan pola yang bisa jadi penentu batas. Makna yang hampir sama, namun sedikit terasa menjadi lebih "berdimensi".

Dalam perkembangan selanjutnya, atau bisa dibilang dalam timeline waktu yang mungkin sebentar lagi tiba, sebuah peruntungan bisa jadi bukan lagi bagian utuh dari sebuah proses transaksi. Batas-batas pengukuran dalam menentukan kesamaan intensi sudah merupakan keuntungan saat (sebelum) kita melakukan transaksi. Kita bisa untung sebelum transaksi. Analogi simpelnya, bagaimana kita bisa membayar seluruh "buah" di "kebun" dengan harga jumlah batang pohon yang terlihat. Ini seperti tengkulak, tapi ya sejatinya,  itulah pedagang-pedagang yang bisa ambil keuntungan di dunia digital untuk sementara ini.

Betul. Hanya sementara, karena di -the day after tomorrow, saat minimal akses 5G sudah merata, maka sebuah pencarian peruntungan tak lagi hanya berdasarkan transaksi, atau peta potensi dan intensi. Peruntungan adalah sebuah gerak memecah-merasuk yang membentuk dimensi. Semua diukur tak lagi berdasarkan single-holistic variable transaction, tapi yang paling beruntung adalah yang bisa selalu menjaga "gap" menjadi energi. Jaman kini kita selalu dilatih dngan polarisasi di dunia politik. Polarisasi ini sering diistilahkan dengan tension, atau dalam konteks yang lebih produktif, dikategorikan dalam creative tension. Seiring waktu, "karet" yang mengikat tension akan memudar, dan bentuk sejatinya keluar, yaitu gap.  Sejatinya, gap adalah sebuah hal positif, yang selalu bisa membuat energi tak lepas ke "dimensi" lain. Semakin dewasa kita dalam mengelola "gap" tersebut, maka semakin terukur energi dan peruntungan yang dihasilkan. 

Ada satu yang bisa menjembatani gap atau polarisasi. Ia bernama conscience, atau bahasa Indonesia adalah nurani. Nurani ini tak selalu kita pakai dalam hal berlogika, tapi dalam hal keputusan yang terkait rasa -ter, nurani ini biasanya hadir, walau kadang tetap juga tidak dipakai. Di era super diverse, atau bisa disebut era kuantum, nurani menjadi konstanta yang bisa mengolah dimensi sebuah sistem bisnis atau transaksi menjadi lebih entangled, mudah ter-attach, dan mudah dieksplorasi untuk menjadi petilasan peradaban.


*huft, tulisan hari ini agak berat. "Tapi apa boleh buat tahi kambing bulat bulat ";), sebuah istilah yang sering diungkapkan seorang guru kimia favorit saya di Ganesha Operation, dulu. 


Monday, March 08, 2021

Membedah Esensi Perubahan




Hampir semua hal datang berangsur, walau secara visual terlihat datang dengan menyeluruh. Setidaknya selalu berangsur, saat dirasakan. Kecuali hal yang sudah masuk derajat "Kun Faya Kun", tentunya. 


Hari ke-7 setelah luka jatuh dari motor, rasa sakit pada luka yang mengering, dan urat yang ketarik masih cukup jelas dan berhasil mengambil jatah kesadaran saya di tiap detail aktivitas, termasuk hingga sesaat sebelum tidur dan sesaat baru bangun tidur. Ada perbaikan, ada proses penyembuhan yang dirasakan, seperti luka yang sebagian mulai mengering, dan ada yang sudah terlepas dan meninggalkan kulit baru. Kemarin,  sudah bisa "nekad" bermotor lagi untuk mengajak anak menghilangkan kebosanan school from home-nya. 

Saya yakin ketika kejadian motor terjatuh, kerusakan itu pun datang berangsur, walau dalam waktu sekejap. Jika diambil dengan kamera ber-speed 1000fps, maka pasti akan ada titik pertama hingga terakhir yang terdampak, tak serempak. Mungkin tak semua yang terdampak benturan mengalami kerusakan. Pasti ada yang malah menemukan titik resonansinya, mencapai batas kekuatan yang masih bisa dikelola.  Saya merasakan itu terjadi pada daya tahan tubuh saya. 

Beberapa saat setelah kejadian, saya berniat mengobati diri sendiri. Masi ada stok betadine, obat radang, dan parasetamol di kotak obat. Saya minum saja. Ternyata hanya cukup untuk 3 hari. 3 hari setelah itu saya merasakan perbedaan antara menggunakan obat dan tidak. Luar biasa bedanya. Selama 3 hari setelah  terluka, selama memakan obat radang, saya masih bisa berjalan santai tapi pelan di sekitar rumah. Setelah obat habis, kaki yang terkilir ternyata mengeluarkan rasa aslinya. Rasanya seperti keram, menarik hingga ke pinggang kiri. 

Saya coba mengaplikasikan resep ibu saya, yaitu "tidurkan saja". Saya berusaha mencari posisi yang lebih nyaman untuk berbaring. Walaupun rasa sakit itu awalnya seperti tarikan yang mengganggu seluruh kesadaran, lama-lama rasa sakit itu menurun intensitasnya seperti denyut. Saya berusaha bersugesti bahwa tidur ini adalah obat, obat, dan obat. Obat untuk menambah oksigen ke otak, obat untuk perbaikan jaringan, dan obat untuk mengonversi rasa sakit menjadi rasa "saling menarik" antara satu  benda dan lain dalam badan. Saya rasa sugesti saya cukup berhasil untuk menurunkan "gangguan" kesakitan.  Saya mulai bisa berjalan di sekitar rumah lagi, walaupun kadang rasa keram itu suka datang tiba-tiba. Solusi saya cuma satu, langsung mencari tempat duduk, posisi mengambil nafas dalam sepuluh hitungan, lalu menenangkan diri. Berusaha mengubah tensi yang konstan, menurunkannya menjadi denyut,lalu disela dengan aktivitas relaksasi lain.

Ada satu obat yang tetap harus saya beli yaitu betadine. Ini lebih karena ingin menjaga dari resiko masuknya kuman dari luar saja. Agak kompleks jadinya jika ada variabel lain yang mengganggu proses kesembuhan. Sekitar tiga tahun lalu, saya sendiri pernah mendapat gigitan serangga tomcat di bagian paha saat duduk di kursi teras untuk menerima tamu. Ternyata ada tomcat di kursi. Tomcat itu tertindih dan menggigit bagian paha bawah dekat lipatan lutut. Racun tomcat ini sangat menyebar cepat. Bagian tubuh yang terkena racun dalam hitungan menit akan melepuh dan bergelembung, terisi cairan darah putih, mirip luka lebih terkena knalpot, tapi cepat sekali menggelembungnya. Luka bekas tomcat ini cukup besar, saya waktu itu tak langsung membersihkan bekas gigitan, karena masih ada tamu. Saya cuma merasa panas di paha, dan ternyata cukup fatal. Salah satu usaha awal yang saya lakukan adalah membalur luka tersebut dengan betadine, sebagai antiseptik. Melumpuhkan "variabel" penyerang tubuh.  Kejadian tergigit tomcat membuat saya selalu siap sedia dengan antiseptik. 

Tak ada kejadian yang tak terkait dengan apa yang sudah kita persiapkan. Akan selalu ada manfaat dari persiapan yang kita lakukan, baik dari logistik, skill, dan pengetahuan. Tak ada juga kejadian yang terjadi secara sekaligus. Jika ditelaah dengan teliti, pasti berangsur, walau mungkin dalam waktu yang sangat cepat dan berdampak cukup luas. Persiapan dan daya respon kita sangat berpengaruh pada semakin kompleksnya masalah yang datang. Mengundang variabel luar yang belum kita kenal bisa jadi malah memperumit keadaan. 

Variabel luar yang bisa kita andalkan adalah variabel yang sudah menjadi bagian dari solusi pembelajaran kita di kejadian sebelumnya. Ya, semua yang kita alami harus dipetakan dalam konsep pembelajaran. Semata agar kita bisa terus beradaptasi, bergerak fungsional, dan "tajam" (berdaya saing). Ini dalam konteks mengukur dampak. 

Jika dalam konteks menjadikan diri yang lebih holistik, tentunya hal luar pun sebenarnya bagian dari kita. Sejatinya semesta yang tertangkap "seolah  berada di luar diri" oleh panca indera, sebenarnya masih jadi "bagian" diri dalam bentuk dinding-dinding dimensi yang bisa memengaruhi keadaan kita. Baik saat siap atau tidak siap. Kesiapan sering direpresentasikan dalam niat. Niat adalah sebuah patok, semacam intensi untuk "share loc" di tengah semesta kehendak dan penciptaan. Niat yang terhubung dengan batas rasa akan menguatkan respon-respon kita pada hal yang akan datang. Kesakitan akan melahirkan peluang untuk bisa memetakan titik-titik penyebab menjadi lebih luas. 

As need, pain is inevitable. As necessary, pain is avoidable. Changes is container to set the pain as window of opportunities. 

Akhirnya saya berhasil menuntaskan tulisan tentang perubahan (apapun) dalam angle kejadian yang saya alami. Setidaknya niat awal sudah diperkuat di judul. Setidaknya jika kita melihat perubahan, lihatlah dalam kacamata pembelajaran sehingga kita bisa tak mudah dikuasai "algoritma sakit" yang konstan. Buatlah rasa sakit itu jadi denyutan saja. Ga bae menyimpan rasa sakit. ;).