Friday, January 08, 2021

Parodi Peradaban Satu Tombol



Yang milih film premiere di tv nasional itu namanya editor, produser atau messenger yak? Bingung aku.. Kok nyambung sama konteks kebatinan terkini.. wkwkwkwkw...

Saat ini adalah saat yang pas untuk belajar... eh..nonton (sambil nyemil)...pertunjukan leadership ala negara termaju di peradaban dunia. Belajar untuk membedakan mana garis komando, mana excessive power, seraya belajar pentingnya akuntabilitas. Jangan lupa nyemil.

Tentunya mendoakan yang terbaik layaw.. masa nyemil doang. Tapi kalo ga nyemil ntar terbawa ritme, lalu terhanyut. Takutnya tantrum...Karena itu, nyemil berguna menggerakkan rahang, jadi semacam metronom untuk menjaga kesadaran.

Yang kita (sempat) tonton di Capitol itu hanya puncak gunung es. Yang di bawah gunung es ini yang mungkin ...mudah-mudahan adem yaa...Karena inilah salah satu nilai (+)positif negara berbentuk federal. Rem/ filter penggunaan kekuasaannya lebih komprehensif, lebih empuk. Mencegah direct excessive power, dan penguatan "bentuk" kekuasaan di luar sistem.

Ada satu hal yang saya suka ketika memasuki ranah-ranah stakeholder yang punya tombol-tombol atas sistem kekuasaan. Penggunaan bahasanya. Bahasanya balik lagi ke bahasa yang bener-bener rapi secara hirarki. Cek saja nanti dan ke depan, quote dari tokoh penting dan Biden.

Di sisi lain, sebenarnya excessive power terjadi juga di ranah digital. Ini sangat tidak nyaman. Memang ada situasi yang secara moral ideologis Trump pantas dihujat atas dukungannya pada kekerasan... Tapi juga ada peran stakeholder digital yang berdampak sistemik pada hak individu.

Untuk ini obatnya bisa ada, bisa tidak ada. Bisa ada karena ranah digital adalah ranah yang sangat fluid. Satu tindakan khusus bisa dianggap khusus jika memang dinyatakan khusus. Masalahnya, jika tidak dinyatakan khusus, maka ..hehe.. your neck is not for your head.

Dan ini sedang sangat dipantau oleh yang senang mantau. Dan sementara itu migrasi aplikasi messenger sedang terjadi begitu masif. Bukan masalah migrasinya. Bisa jadi keluar dari sarang macan, masuk ke mulut buaya. ya memang. urusan digital kalo bener diurusin bisa bikin TBC. kecuali oleh yang sudah paham. yang sudah paham pun kadang mending diam. mengambil pose kayang, atau berdoa. hehe.

Saya cuma berharap ga ada yang marah, atau baper. Dan tetap dalam posisi kayang atau diam. Kalo ada yang marah takutnya isu lama, blackout, jadi. Masuk ke plan selanjutnya dah: Tidur lagi. Versi digital.

Setidaknya saya masi melihat ini ranahnya masi excessive power, belum abusive power.. ya si Trump, ya si stakeholder sosmed. Ga tau ya kalo yang laen.


Jadi saran dari rekan, senior, untuk menenangkan diri di situasi yang meh tapi gemesin.. "Bukalah jendela lebar-lebar, lalu katakanlah, 'i know what you did last summer'... gitu. Karena kadang tahu kalo ga disebutkan bisa menjadi tempe". Itulah salah satu cara "bae bae" ingatkan orang yang menganggap dirinya khusus, padahal baru saja melakukan excessive power.

Kalo di dunia aeromodelling, excessive power ini seperti pesawat yang terlalu tinggi power motornya, hingga memengaruhi center of gravity, dan tentunya... boros energi.

Wednesday, January 06, 2021

The Journey to Heal



Semua butuh entitas penyembuh. Walau kadang yang teringan bentuknya hanya berupa penyeimbang, dan yang termayoritas bentuknya uang.

Agak sedikit tak umum. Masyarakat Bajo menyembuhkan dirinya dan alam, dengan melakukan budaya berkelana di laut. Ada yang harian. Ada yang mingguan, ada yang bulanan.

Budaya ini menguatkan skill mereka dalam berbahasa. Bahasa alam. Membaca bintang. Membaca laut. Membaca angin.

Proses memanjangkan daya tempuh ini membuat manusia lebih mengenal. Saat mengenal ada bahasa yang muncul. Setelah mengenal lalu memahami.

Memanjangkan daya tempuh juga dilakukan oleh para pendidik tentara dengan spesifikasi memetakan, menandai, dan mengunci. Sekaligus dalam momen sama mengenal batas sakit baru, mencatat batas sakit lama.

Saat rasa sakit dan takut sudah bisa dibungkus dalam pemahaman baru, maka proses memanjangkan daya tempuh bisa menjadi proses mengobati diri. Sambil terus mulai melangkah dengan cara baru. Perlahan demi perlahan.

Menulis ini di saat melihat ranting adenium kesayangan sedang sakit, dan gedung Capitol di Amerika disambangi pendukung fanatik Donald Trump. Ya, seperti sedang sakit. Tapi dari sisi lain, sedang ada proses pencarian keseimbangan baru. Yap. Sembuh yang baru. Sembuh di level yang mungkin kemenangan-kekalahan bukanlah sebuah pembuktian kebenaran. Sebenarnya bukan urusan saya. Tapi jika disandingkan dengan berbarengannya kejadian di Amerika dan ranting adenium saya yang membusuk karena kebanyakan kena air hujan di beberapa hari terakhir, saya bisa mengambil garis persamaan.

Persamaannya adalah, sesuatu yang baik (hujan) yang terlalu banyak, bisa membuat pembusukan pada spesies tertentu yang butuh hal-hal presisi dalam perawatannya. Di era digital ke depan, akan banyak muncul spesies-spesies presisi ini. Spesies yang dilatih dan diseleksi oleh tim tim spesial. Menjadi spesial, di keadaan umum (yang sebenarnya hanya membutuhkan kelancaran administratif saja). Mudahan jika diberi momen, di tulisan ke depan saya akan jelaskan apa rugi dan untungnya memiliki terlalu banyak spesies spesial, termasuk sedikit berkisah tentang menggelembungnya VOC. Yap. Saya pilih kata menggelembung. Lebih pas.


Demikian. Semoga semua dilancarkan urusannya.


Tuesday, January 05, 2021

The Pandemilogic



“Please, unmute yourself..”


Sebait pesan yang mungkin sering terdengar di setiap rapat dengan aplikasi Zoom. Sebuah fenomena kealpaan sederhana, yang menghasilkan memori memancing senyum, nanti, di era yang (mungkin) akan normal kembali.


Beberapa hal dasar berubah, mungkin banyak, tapi bisa jadi banyak yang tak terlalu dianggap penting. Hal dasar yang kadang alpa dalam benak. Salah satu yang tersignifikan adalah keterikatan kita pada tempat. Aktivitas dan tempat kini tak lagi jadi sebuah kesatuan yang harus selalu dijunjung. Aktivitas dan tempat bisa berubah, bergesar, mengembang, menyusut, dan tak paralel dengan aktivitas  a.k.a  fungsi. Tempat dan fungsi bukan lagi "pasangan dansa" favorit. 


Tempat tak lagi harus berupa ruang. Tempat lebih cocok dikatakan adalah lokasi berpijak (“share loc please”), lokasi berpijak pun bisa berubah-bergerak, untuk diikuti. 


Tempat yang bergerak, dan aktivitas a.k.a fungsi yang terus berubah, kini tak diwadahi dalam ruang fisik. Tapi berpindah ke ruang kesepakatan pikiran, dalam hal lain, adalah bahasa.


Bahasa pun berubah. Tak lagi menjadi sebuah jembatan untuk menyampaikan pesan dan informasi, tapi juga data. Bedanya, data itu tak bermuatan. Tak harus berstruktur. Tak harus mengandung “algoritma”.  Ia netral. Bahasa yang menjembatani data adalah bahasa yang lebih mudah meresap ke entitas yang bebas, dan terdalam. Bahasa data adalah bahasa terobjektif di era semua bergerak ini. 


Pada perkembangan terakhir, bahasa gestur, emosi, mimik pun sudah bisa dipetakan dengan dibantu oleh sistem kesepakatan kolektif. Yak. Bahasa bisa lahir karena kesepakatan dua atau lebih entitas yang saling terkoneksi dalam ide dan kesamaan rasa. 


Kesamaan rasa bisa dicapai saat mencapai titik-titik puncak gesture, emosi, dan respon, bersama. Sering kita anggap sebagai tensi. 


Gestur dan mimik kembali menjadi penting untuk menentukan sebuah bentuk pemahaman. Berdialog dalam diam, yang kadang dilakukan oleh dua sahabat yang lagi berbeda pendapat, kini berangsur menjadi sebuah kelaziman pada kelompok kelompok non kontemplatif. Kelompok fungsional, yang ingin mereduksi bias makna. 


Ada lagi yang secara mendasar telah berubah. Sekilas pandang, keterikatan kita pada konteks yang mengikat konten pun semakin tak menjadi dasar bertindak. Bahasa lamanya, kesetiaan kita pada pengaturan umum memudar. Semua aturan makin personal dan konten bisa menyusup di konteks apapun. Kesetiaan kita pada prosedur yang kita anggap nyaman. Kesetiaan pada rasa hormat kita pada hirarki menjadi hal yang tak prioritas lagi. Cukup dengan “turn off screen”, semua masi bisa berjalan. Anggaplah seperti itu analoginya. 


Pastinya sangat banyak hal lain yang telah berubah di momen pandemi ini. Sebuah logika khas pun muncul. Logika yang melonggarkan semua ikatan atas support system yang menjadikan individu, atau kelompok “merasa kuat”.  Sebuah pandemilogic. Sebuah kekuatan berlogika baru merebak di cycle of trust, cycle of production, dan tersignifikan, cycle of truth


Apakah kebenaran itu harus dipercaya terlebih dulu? Atau kebenaran itu lahir dari setiap langkah yang penuh dengan kekuatan interkonektivitas


Kekuatan berhubungan tanpa jarak, waktu, dan tempat. Seperti partikel kuantum. 


Ok. I'm unmute now...






Sunday, January 03, 2021

Paku Bumi yang Mulai Terlepas



Masa depan haruslah penuh harapan. Agar demikian, maka menyikapi kegelapan di depan kita haruslah dilihat sebagai momen menambah kekuatan. Ketika pun di depan ada cahaya yang terang, bukan berarti garis finis untuk berhenti. Masa depan adalah masa yang ada di depan pijak kita. Walaupun itu hanya berjarak 1cm. 


Saat penggunaan sosial media mulai meramaikan pemakaian bandwith jaringan internet, saat itu juga (beriringan) perilaku manusia mulai dipengaruhi pola-pola tampilan yang disuguhkan oleh aplikasi. Aplikasi yang dibuat oleh orang yang sudah sangat paham dengan metode mengarahkan kode menjadi sebuah "pertidaksamaan". 

Yap. Pertidaksamaan. Seperti yang pernah selewat, selintas, di pikiran, saat belajar matematika. Sebuah pelajaran yang mungkin hanya menghabiskan total 8 jam ajar di hidup kita. mungkin 12 sampai  24 jam jika kita yang awam kebetulan memang benar-benar menggemari (cara ajar guru)nya.

Selalu ada magnet yang membuat kita tertarik dengan sesuatu, dan saya percaya, selalu ada magnet yang bisa menyatukan pertidaksamaan. Dalam hal pengajaran, dulu kita memiliki guru favorit, atau jam pelajaran favorit, sesuatu yang mengikat rasa suka.  Rasa dan memori ini kini bisa dipetakan dalam peta-peta "kecenderungan". Bahasa dulunya, hipotesa dalam sebuah gejala tertentu. Bahasa kininya, the emerging pattern. 

Balik lagi ke pertidaksamaan. Yap. Maap sedikit melebar. Kadang dalam menulis saya suka terhanyut mengikuti aliran pikir yang kadang "meluas dan melebar" sebelum saatnya. Pengen cepat-cepat sampai pantai untuk melihat horison. Pengen melihat segaris harapan yang lebih tipis dari picingan mata.

Yap. Pertidaksamaan membuat sesuatu bisa bergerak tanpa harus didorong. Seperti jungkat jungkit, jika memang ada beban yang tak sama, dia akan otomatis bergerak, menuju "titik imbang" baru. Pertidaksamaan memang sengaja dibuat untuk membuka. Membuka kesempatan bergerak, untuk mengenali batas-batas diri. Setidaknya untuk mengenali titik imbang dari setiap entitas. Entitas yang tersusun dari pola dan keterikatan elemen. 

Pertidaksamaan membuat semua bergerak. Mengenali diri, ikatan, titik imbang diri, titik imbang kelompok, titik imbang penyusun kelompok. Semua bergerak mengetahui. Ada yang tahan dengan pergerakan baru, ada yang ikatannya terputus, lalu membentuk ikatan lain, dan lainnya. Namun, setidaknya, bentuk lama yang terkuat, akan tetap terjaga, dan semakin mengenal dirinya, dan bisa memetakan potensi terdalam yang belum pernah dikenalinya sebelum diobrak-abrik pertidaksamaan. 

Setiap kita mengunduh "kerangka civil society" baru, maka setiap saat kita akan harus bersiap dengan pertidaksamaan. Sebuah proses mengenali, menemukan titik imbang diri, menemukan titik imbang kelompok, bersatu-bercerai, kembali. Saat ini, aplikasi yang cukup ditekan jempol di gawai kita, adalah kerangka civil society tersebut. Ia bukan simbol. Karena nyata memengaruhi, tak butuh rasa percaya untuk menggunakannya. Cukup mengikuti kemauan "menekan", maka kerangka tersebut bisa memulai kerjanya pada kesadaran kita. 

Mengerikan? Bisa iya. Bisa tidak, dan tentunya bisa biasa saja. Mengerikan saat kerangka tersebut bisa menghilangkan peran trust yang sedang dijaga. Tidak mengerikan jika kerangka tersebut mempercepat kerja. Dan biasa saja jika kerangka tersebut menjadi pelengkap pada diri, yang sudah kita miliki sebelumnya. 

Pertidaksamaan kadang menjadi masa depan kita. Pertidaksamaan kadang menjadi paku , magnet, atau apapun, yang menyatukan rangka ikatan. Pertidaksamaan menjadi sebuah cemilan, seperti kerupuk, yang ringan, yang tidak bisa tidak, menemani kita saat mengonsumsi "makanan" sumber energi. 

Mungkin tulisan ini sudah terlalu panjang. Di tulisan ke depan, saya akan menguraikan peran pertidaksamaan atas "daya sadar" kita. Bagaimana pertidaksamaan mengikat kita ke dalam rasa takut, berani, mencerahkan, dan bagaimana partner dansanya, yaitu operasi persamaan, bisa menetralkan sebuah pertidaksamaan. Bisa lama, bisa sebentar. Karena inilah bedanya dengan larutan kimia. Dunia digital tak punya batas ruang dan waktu, seperti cinta. 

Oh iya. Maap. Tulisan kali ini tanpa hyperlink. Sengaja, demi penyerapan konten yang lebih mengernyitkan dahi. Tulisan selanjutnya saya janji pake hyperlink deh referensinya. Hehe :).