Tuesday, January 05, 2021

The Pandemilogic



“Please, unmute yourself..”


Sebait pesan yang mungkin sering terdengar di setiap rapat dengan aplikasi Zoom. Sebuah fenomena kealpaan sederhana, yang menghasilkan memori memancing senyum, nanti, di era yang (mungkin) akan normal kembali.


Beberapa hal dasar berubah, mungkin banyak, tapi bisa jadi banyak yang tak terlalu dianggap penting. Hal dasar yang kadang alpa dalam benak. Salah satu yang tersignifikan adalah keterikatan kita pada tempat. Aktivitas dan tempat kini tak lagi jadi sebuah kesatuan yang harus selalu dijunjung. Aktivitas dan tempat bisa berubah, bergesar, mengembang, menyusut, dan tak paralel dengan aktivitas  a.k.a  fungsi. Tempat dan fungsi bukan lagi "pasangan dansa" favorit. 


Tempat tak lagi harus berupa ruang. Tempat lebih cocok dikatakan adalah lokasi berpijak (“share loc please”), lokasi berpijak pun bisa berubah-bergerak, untuk diikuti. 


Tempat yang bergerak, dan aktivitas a.k.a fungsi yang terus berubah, kini tak diwadahi dalam ruang fisik. Tapi berpindah ke ruang kesepakatan pikiran, dalam hal lain, adalah bahasa.


Bahasa pun berubah. Tak lagi menjadi sebuah jembatan untuk menyampaikan pesan dan informasi, tapi juga data. Bedanya, data itu tak bermuatan. Tak harus berstruktur. Tak harus mengandung “algoritma”.  Ia netral. Bahasa yang menjembatani data adalah bahasa yang lebih mudah meresap ke entitas yang bebas, dan terdalam. Bahasa data adalah bahasa terobjektif di era semua bergerak ini. 


Pada perkembangan terakhir, bahasa gestur, emosi, mimik pun sudah bisa dipetakan dengan dibantu oleh sistem kesepakatan kolektif. Yak. Bahasa bisa lahir karena kesepakatan dua atau lebih entitas yang saling terkoneksi dalam ide dan kesamaan rasa. 


Kesamaan rasa bisa dicapai saat mencapai titik-titik puncak gesture, emosi, dan respon, bersama. Sering kita anggap sebagai tensi. 


Gestur dan mimik kembali menjadi penting untuk menentukan sebuah bentuk pemahaman. Berdialog dalam diam, yang kadang dilakukan oleh dua sahabat yang lagi berbeda pendapat, kini berangsur menjadi sebuah kelaziman pada kelompok kelompok non kontemplatif. Kelompok fungsional, yang ingin mereduksi bias makna. 


Ada lagi yang secara mendasar telah berubah. Sekilas pandang, keterikatan kita pada konteks yang mengikat konten pun semakin tak menjadi dasar bertindak. Bahasa lamanya, kesetiaan kita pada pengaturan umum memudar. Semua aturan makin personal dan konten bisa menyusup di konteks apapun. Kesetiaan kita pada prosedur yang kita anggap nyaman. Kesetiaan pada rasa hormat kita pada hirarki menjadi hal yang tak prioritas lagi. Cukup dengan “turn off screen”, semua masi bisa berjalan. Anggaplah seperti itu analoginya. 


Pastinya sangat banyak hal lain yang telah berubah di momen pandemi ini. Sebuah logika khas pun muncul. Logika yang melonggarkan semua ikatan atas support system yang menjadikan individu, atau kelompok “merasa kuat”.  Sebuah pandemilogic. Sebuah kekuatan berlogika baru merebak di cycle of trust, cycle of production, dan tersignifikan, cycle of truth


Apakah kebenaran itu harus dipercaya terlebih dulu? Atau kebenaran itu lahir dari setiap langkah yang penuh dengan kekuatan interkonektivitas


Kekuatan berhubungan tanpa jarak, waktu, dan tempat. Seperti partikel kuantum. 


Ok. I'm unmute now...






No comments: