Thursday, June 17, 2021

Titik Seluas Dunia




Berbicara tentang singularitas seharusnya tak membawa kita ke dalam suasana yang serba rumit. Sayangnya, singularitas adalah kerumitan, jika tak dijalankan dalam cycle yang wajar.

Wajar. Sebuah kata yang menurut KBBI online berarti: biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apa pun, menurut keadaan yang ada; sebagaimana mestinya.  Wajar dalam makna KBBI ini dekat pada makna dari proses yang alami, tak disentuh manusia. Seperti anak kucing yang masih mau didekati dan diurus oleh induknya.

Kewajaran juga bisa diartikan sebagai rangkaian siklus utuh dalam sebuah sistem, tanpa terganggu oleh intensi untuk membuat cycle reinforce atau symptomatic solution yang membuat sebuah kerja sistem tidak terlihat alamiah lagi. Saya jadi ingat kata-kata Rifat Sungkar dalam sebuah vlog-nya, "Kalo bisa makan sendiri, Lu makan sendiri. Kalo lu minta disuapin, pasti ada aja lu merasa kurang. Bersyukur aja, dan berjuang aja tentang apa yang bisa kita lakukan dan apa yang kita bisa dapatkan ".. kurang lebih demikian ujarnya. 

Ada titik titik yang bisa dilakukan agar sesuatu terlihat alamiah. Yap. Saya istilahkan dengan titik. Pada perjalanannya, titik titik itu bisa saya namakan titik singularitas. Titik yang bisa juga dijadikan momen untuk bangkit berhitung, berbenah, berhubungan dengan entitas yang tak terbatas. Titik-titik mestakung. Momen saat support dan "keajaiban-keajaiban" datang ini seringkali, bahkan mungkin, selalu, seperti titik. Titik yang dinanti oleh fotografer yang menemukan angle terbaik dari targetnya. Titik yang dinanti sniper, yang rela menunggu berminggu untuk tuntaskan misinya. Momen tersebut datang dalam titik. Titik yang mengubah energi menjadi cerita. Cerita menjadi sejarah. Sejarah menjadi jalan bagi bermaknanya genetika manusia pada peradaban. Titik titik yang kini banyak disimpan oleh para tetua adat dalam bungkus cerita-cerita bijak, yang kini kembali di-trace oleh para pembesar pembesar Ivy League, untuk mengembalikan dunia yang terlanjur rusak akibat pola berpikir berujung entropi. 

Singularitas. Saya lebih senang menguraikan singularitas seperti cerita-cerita perubahan yang berlangsung dalam titik. Saat waktu dan ruang bergabung dalam niatan. Saat hadirkan masa depan dalam lingkaran. Saat menemukan pemimpin yang kita jadikan role masa depan yang mengawal kita memasuki dimensi waktu di depan langkah. Singularitas adalah awal. Namun ia tak pernah berada di belakang. Ia berada di titik kita berpijak. Singularitas membawa kita kepada niatan terkuat. Membawa kita pada Hadirat penguasa pemilik derajat Kun fa Ya Kun (Jadi, Maka Jadilah). 

Tidak pernah ada pagi tanpa harapan, sebagaimana tidak pernah ada senja tanpa renungan. Berangkat, dan pulang adalah perjalanan yang menguatkan esensi sebuah titik. Semua akan berangkat. Semua akan berpulang. 

Monday, June 14, 2021

Mengurai Kembali Algoritma yang Kadaluwarsa




Sejatinya kita terus bertumbuh. Walau mungkin bukan tambah tinggi, tapi mendekat dengan pembusukan, yang menyuburkan tanah, menumbuhkan pohon, pabrik kesegaran. 

 

Bersyukurlah masih ada sistem belief yang memengaruhi manusia. Sistem belief membuat manusia memiliki bentuk pikir dan arah melangkah. Sistem ini seringkali menjaga bahasa halusnya, atau memagari bahasa formalnya, manusia dalam menentukan pilihan dan memosisikan dirinya di masa lalu, masa kini, dan terutama masa depan.

Tak banyak yang memosisikan diri di masa depan berdasar sistem belief. Semua masih dalam tahap desire, mimpi, atau semacam pola-pola delusi yang banyak diinsepsi dogma pada level kesadaran rendah, penuh tekanan. Tidak dalam level kesadaran tertinggi. 

Rendahnya kesadaran saat kita memosisikan diri di masa depan membuat kita lebih mudah terpengaruh, dan terinsepsi pola pola, atau di masa kini sering diistilahkan algoritma, yang bisa memolakan masa depan lebih logis, lebih dialektikal, dan lebih terbuka pada semangat-semangat untuk saling terkoneksi pada potensi-potensi baru yang bisa menggerakkan dan membesarkan diri. 

Sejatinya kehadiran ide dalam keberadaan kita di situasi tertentu adalah momen. Namun seringkali kita masih dalam level ketakutan untuk merealisasikan ide tersebut menjadi sebuah inisiasi ide di ruang-ruang kolektif. Sejatinya kita lebih sering untuk mengerdilkan kesadaran kita, hingga ide itu hanya disimpan di memori kepala  yang gampang terhapus oleh ingatan yang bermomen lebih kuat, atau disimpan di dimensi tanpa batas bernama hati, hingga ide itu melebur menjadi sebuah tanda tanya di momen lain. 

Menjawab pertanyaan adalah sebuah momen untuk membesarkan, sekaligus untuk menyambungkan momen terdahulu yang mungkin terlewat, atau sengaja kita lepas karena ketakutan. Setidaknya Sang Maha Memberi peluang untuk hamba-Nya untuk selalu berproses, dan ruang penerimaan itu selalu dalam kondisi terbuka.

Ruang penerimaan berupa tersambungnya lingkar-lingkar pembelajaran, lingkar-lingkar keterhubungan niat, pikir, dan hati. Dalam lingkar tersebut, ada energi yang besar untuk membangkitkan kesadaran individu dalam tingkat tertinggi. Dalam level persembahan, dalam keikhlasan, dan membuka pintu pintu tersingkronisasinya energi-energi penghuni semesta. 

We're all the learner, we're all guardian. The rest is the path.