Wednesday, July 20, 2022

Orkestrasi, Gestur, dan Konstelasi



Istilah dinamika, bahasa halus dari tension, atau ketegangan yang terjadi antar kumpulan/kelompok, sejatinya bisa dijadikan momen dan area bertindak untuk menemukan solusi, sekaligus peta-peta arah baru. 

Sejak adanya teknologi yang menghubungkan hubungan antar individu menjadi lebih stream, (ter-)homogen(-kan), dan direct, maka timbul cerita seputar bagaimana orang menjadikan data sebagai magnet untuk mengarahkan arah pikir. Cerita ini juga berisi tentang  bagaimana menggunakan data sebagai arah bertindak secara kolektif. 

Saat hubungan antar kumpulan menjadi lebih stream, maka ditandai mendominasinya kumpulan yang bertindak berdasarkan task dan order.  Lalu diiringi kumpulan kecil terseok dan kumpulan kecil lain yang melompat-lompat di antara  task dan order

Di saat kumpulan mengalami homogenitas, maka ada aktivitas-aktivitas yang berbentuk siklus berulang. Siklus ini  membuat sekat dan ruang terpisah. Ruang ini berisi kelompok yang saling berkompetisi dan punya intensi untuk tidak saling peduli. 

Dalam homogenitas juga terdapat resiko terjadinya pengabaian terhadap empati, khususnya pada status kebersamaan (homogenitas). Akhirnya ikatan homogenitas hanya ditopang oleh simpul-simpul kesepakatan yang didasarkan intensi untuk mengotomatisasi, didasarkan penuh atas sistem yang bekerja tanpa jeda dan tanpa ruang adaptasi untuk mengatur napas/pace. Ikatan homogenitas beresiko tak lagi memanfaatkan kesadaran tertinggi (-untuk mempersembahkan) agar bisa jadi modal bertindak berdasarkan nurani. 

Cara menentukan benar dan salah akhirnya didasarkan atas "mesin" yang digunakan bersama. 

Kebersamaan ini salah satu dampak lain dari hadirnya teknologi dalam aktivitas berkoneksi dan berkomunikasi. Respon yang serba direct dari data, pola, dan informasi yang didapat  akan menimbulkan  respon yang bisa berakibat sistemik, kalo bahasa sekarang, viral dan menjadi trending. 

Saat menjadi viral, value-nya belum bisa mengarahkan para pencari cuan untuk mengarahkan minatnya, baru sekadar terpindai oleh panca indera dengan mudah. 

Tapi saat sebuah momen menjadi trending, maka akan menjadi rujukan, disertai value sosial yang meningkat, sehingga bisa menciptakan area transaksi value yang memengaruhi, bahkan bisa mengunci aset. 

Seperti halnya  yang terjadi pada setiap momen yang berbasis interaksi. maka akan selalu ada respon yang berasal dari pemindaian, pemikiran, perasaan, dan tindakan. Tak hanya mengandalkan sensor dari panca indera, respon saat berinteraksi bisa berasal dari orkestrasi organ, enzim, dan kelistrikan tubuh yang bernama kesadaran dan ketidaksadaran. Orkestrasi ini bisa terknoneksi menjadi orkestrasi kesadaran kolektif dan juga ketidaksadaran kolektif. 

Orkestrasi inilah yang saat ini bisa dikembangkan menjadi bahasa-bahasa yang sifatnya kolektif. Dimulai dari bahasa individual yang bernama gestur, atau sering kita kenal dengan bahasa tubuh, dan bahasa kolektif yang dikenal dengan istilah konstelasi, atau istilah lainnya adalah social grammar yang biasanya memiliki "dimensi wadah" untuk mengejawantahkannya dengan nama social body. 

Gestur individu adalah sebuah alat yang bisa dijadikan patokan untuk mengetahui respon yang ada di sebuah kondisi sosial yang terkondisikan oleh keadaan/issue tertentu. Gestur ini biasanya jika diletakkan dalam sumbu linier bisa dikenali dengan gestur stuck di sisi satu, dan gestur release di sisi lainnya. 

Gestur stuck biasanya terbentuk saat orkestrasi kesadaran maupun ketidak sadaran memosisikan diri untuk menolak kondisi yang sedang terjadi. Sedangkan gesture release ini biasanya terbentuk saat kesadaran dan /atau ketidaksadaran berhasil mengejawantahkan diri dalam aktivitas, gerak, dan tindakan. 

Tentunya ada cara lain untuk memetakan gestur tak hanya dengan sumbu linier, namun dari perjalanan pembelajaran sumbu linier ini sudah cukup banyak membantu untuk memetakan kondisi per individu yang sedang terjadi/berjalan (stream). 

Ketika kumpulan gestur memosisikan diri dalam sebuah titik momen tertentu, maka akan terbentuk konstelasi yang terlihat dan bersifat kolektif. Setiap gestur mungkin akan berbeda, namun biasanya mengarah pada situasi situasi baru yang dikehendaki. Jika kumpulan gestur ini memiliki ikatan yang sudah masuk dalam dimensi yang lebih tinggi, dimensi wadah, diwadahi dalam ruang yang mereka percayai (safe space), biasanya sebuah konstelasi akan mengarah pada arah baru yang lebih terbaca. Di sinilah kekuatan kesadaran kolektif bisa diamplifikasi malah sebagian dikapitalisasi dengan algoritma sosial berbasis interest, untuk menentukan peta baru (the future)

Tentunya konstelasi ini bukanlah cara meramal masa depan, atau cara berasumsi. Asumsi lahir dari bubble pikir yang bisa berkembang tak terkendali. Sedangkan tools ini  (konstelasi) merupakan salah satu cara untuk mensimulasikan situasi baru agar lebih terbaca seperti halnya keep line assist pada kendaraan terkini, atau tools pembaca arah dan jalan lainnya. Selain itu, kemampuan untuk membaca dan memanfaatkan  instrumen panca indera dengan orkestrasi kesadarannya bisa membuat  gestur yang lebih efektif sehingga menguatkan konstelasi. 

Berarti jika bicara tentang konstelasi, maka akan bicara tentang sesuatu yang memiliki intensi kolektif, atau intensi (ke-)bersama(-an). Kebersamaan ini lahir  dalam  gestur yang berada di dimensi yang lebih tinggi. Tak hanya di dimensi wujud, tapi mampu berada di dimensi (me-)wadah(-i), atau lebih tinggi lagi, (meng-)alir(-i), dan lebih tinggi lagi, (me-)restu(-i).  Karena restu bukan hanya tentang ijin untuk hubungan antar ikatan. Restu adalah tentang dukungan simultan atas sebuah keterhubungan. 

Karena saat ini, saat pertukaran social value berlangsung masif akibat amplifikasi algoritma sosial berbasis ritme gawai, keterhubungan saja tidak akan pernah hasilkan apa-apa, tak memiliki value yang bisa bertransformasi menjadi social capital.  

#datashaping #dataanalyst #socioengineering #systemsthinking #psychoanalysis #socialprofiling #visualprofiling

Wednesday, July 06, 2022

Orkestrasi Para Penakut



Apa enaknya ya pake Facebook sekarang? Saya aja yang bapackbapack buka Facebook cuma buat update slide foto profil fanpage kerjaan. Bukan tempat nunggu like juga. Algoritmanya cuma nampilin postingan sugesti. Mau tau kabar temen yang posting harus search profilnya. Kecuali untuk yang sering posting.  

Facebook (Fb) kini saya  gunakan menyimpan foto dan video lama. Karena lebih awet dibanding menyimpan di hardisk, flashdisk atau CD yang sebagian sudah bulukan. Walaupun file-nya harus terkompres. Untuk jaga-jaga, saya menyimpannya  juga di external hardisk, sekadar antisipasi kalo tiba-tiba Fb tutup toko kaya Friendster. Sempat juga membayangkan jika suatu saat kita punya teknologi berbasis bioteknologi yang memanfaatkan selulosa untuk menyimpan data di celengan bambu :D.

Ini bukanlah  keluhan.  Ini lagi menggesturkan diri saat ingin membuat  tulisan feature seputar "Facebook Nowadays with their Gabut-ism" .

Alih-alih menjadi datum, atau gembala yang arahkan domba, pada perkembangan terkini Fb seolah hanya jualan "toalet" buat dandan. Peran "beauty case" dan pengepul market real pun kini terambil oleh yang lain...terutama oleh Tiktok. Bagaimana dengan Meta? Orang awam sudah ga bisa menebak. Hanya untuk orang yang berani simpen duit untuk ambisi gila Zuckerberg.

Saya rasa rangkaian kalimat di atas sudah cukup pedas...

Tapi mungkin kurang kata penutup untuk calon artikel ini: Apakah Zuckerberg sudah terlalu percaya tren perusahaan IT cuma jaya sekali saja? Lalu cukup dengan mengambil jalan baru (dan baru) untuk memutar kapital? Atau kita akan melihat fb menjadi entitas lain semacam pengisi altar di kuil digitalnya yang baru?

Pada akhirnya Facebook harus belajar istilah lama: kita ga bisa hidup (mengatur orang lain) sendirian.


===

Dalam Fifth Dicipline yang ditulis oleh Prof Peter Senge, dari banyaknya perusahaan yang diriset, salah satu ciri perusahaan yang bisa bertahan lebih dari 100 tahun adalah: Share Vision. Bagaimana setiap orang dalam tim berhasil menganugerahkan tiap nafasnya demi kejayaan bersama. 

Saya ingat salah satu pesan sahabat saya, ciri sesuatu itu bisa panjang umur (dan panjang visi) adalah menjadikan diri dan sekitarnya lepas dari ketakutan (selalu menempatkan diri dalam kesadaran tertinggi) , dan tidak menjadikan sekitarnya sebagai bahan dasar pembuat takut walau hanya untuk menghibur dan menyehatkan,  demi sekadar untuk menggerakkan otot pipi (senyum).

Apakah yang diharapkan dari rasa takut? Karena tak ada yang bisa diharapkan dari penakut, sekeren apapun namanya, phobia kah, alergi kah, auto blablabla kah. Jika masa depan adalah sosok, ia hanya akan mendengar kabar kematian dari para penakut. 

Akhirnya yang mampu berjalan adalah yang berani. Bukan yang kuat. Karena sejatinya laksana senar gravitasi, apapun yang terkait dengan proses mewadahi, berproses untuk menjadi dimensi yang lebih tinggi, berujung tertambat di satu titik yang sama.

Apakah kita bisa menjadi pemberani, di sela sumbu sumbu dan koordinat yang ditegakkan oleh mesin jaman dan agen peradaban yang menginginkan kita terkontrol dalam dimensi total kontrol dan memiliki kecenderungan untuk cinta dunia dan takut mati (penakut)?





Koordinat berbasis sumbu pseudo, meta, auto, dan phobia akan merajai parameter para gembala mesin mesin organik dan proxy organisme. Jika kita terbiasa menjadi auto karena algoritma sosial, maka akan datang masa tren kita menjadi pseudo, dan sebagian terpisah di sisi meta.

Mungkin di artikel ini saya tak akan menjelaskan apa itu pseudometaauto, dan phobia. Istilah ini masih selaras dengan sense orang lain yang memahami dan membaca selintas term tersebut. Hal yang baru hanyalah korelasi dan positioning keempat term tersebut. 

Sumbu ini bukan piso bedah ala algoritma untuk membuat polarisasi. Tapi lebih ke sensor gestur berbasis empat sumbu tadi. Lalu bisa tergambar konstelasi nya. 

Dengan sumbu ini jadi bisa dipetakan dan bisa difigurkan cara mewadahinya. Bisa diukur bentuk dimensi wadahnya. Karena sudah bisa diukur, maka entitas yang memilih bergestur di zona phobia itu bukan sesuatu yang menakutkan lagi. Apalagi jika tidak bermain dalam ritme. Ritme kecil maupun besar.

Apa itu ritme? Bisa dibilang ritme adalah susunan unit partikel berbasis diam dan gerak. Dalam bahasa sistem, diam ini dibahas akan dengan stuck.... dan gestur stuck ini biasa keluar dari orang orang yang takut yang sudah melepaskan kemampuan mengontrolnya.

Dalam kesadaran tertinggi, stuck adalah representasi dari "mata gir kosong", atau kondisi paused, istilah lain untuk menanti momen masuk dalam kerja sistem. 

Jadi ga usah khawatir untuk merasa takut. Tapi khawatir lah saat merasa benci. Karena benci adalah representasi dari proses "merusak untuk memberi kesan selesai".

Pada akhirnya, teknologi dibuat untuk manusia. Cerita yang timbul akan selalu berkutat di kata "untuk". 

#datashaping #dataanalyst #socioengineering #systemsthinking