Thursday, November 22, 2007

socialite goes to village (2)



Tiba sudah di desaku, Sukamulya...
oh Tuhan..Banyak perubahan yang terjadi di desa ini..
Sawah sawah yang tadinya terhampar di dataran sekeliling desa, kini berubah menjadi dataran rumah-rumah kontrakan pegawai pabrik. Pabrik-pabrik tekstil kini mengelilingi desa Sukamulya...serasa terkepung kepentingan kapitalis...

Perasaan ini sama ketika pemukiman kami di Jakarta dikepung oleh ITC-ITC yang menjual pakaian... namun di desa ini bukan tokonya yang mengepung, tapi pabriknya langsung....

Pelajaran tak henti untuk kami, bahwa kota bisa kalah dengan desa..Desa adalah tempat lahirnya nenek moyang kami. Kota hanyalah tempat kami mengadu nasib..
Desa adalah hulu dari sungai hirarki sejarah kehidupan kami....dan kebetulan saat ini, desa memiliki masalah yang sama dengan kota, sama-sama terkukung oleh komersialisme... kami di kota dikepung oleh ITC yang seolah mengajak kami untuk berbelanja, berbelanja, dan berbelanja...sedangkan saat kami di desa, pabrik tekstil telah mengepung, menawarkan ribuan lowongan pekerjaan untuk para pengolah tanah agar beralih menjadi buruh pabrik..

Nilai-nilai awal dan akar kehidupan kami dapatkan di desa. Namun akar itu mungkin sudah banyak yang tercabut dan rusak. Bahwa memang kami dahulu lahir di desa ini, namun semuanya hanya bersisa di kepala dan mungkin sedikit bersisa pada nama kami yang berbau kedesa-desaan...

Tak terasa hari sudah sore...
Orang-orang mulai banyak berjalan ke arah lapangan di depan balai desa. Kutanyakan, ternyata sedang ada kampanye pilkades. Kali ini salah satu calon membawa artis dangdut kota kembang....

hehe..ku tersenyum. Teman-teman yang lain ikut tersenyum. Ternyata kata "kota" masih menjadi racun pemikat warga desa untuk soal hiburan. Aku jadi berpikir, bahwa matinya seni tradisional mungkin saja akibat paradigma ini. Orang desa tak lagi bangga pada kesenian yang mereka punyai. Apapun yang menarik selalu dari kota, desa sudah tak punya rasa percaya diri lagi untuk urusan produktivitas.
Bahkan pabrik-pabrik tekstil yang menyebarkan limbah ke tanah-tanah desa ini pun menjadi idola untuk tempat mencari kerja yang praktis. Lumbung-lumbung padi mulai kekurangan stok, karena petani malas menanam padi...orang desa sudah teracuni oleh komersialisme ala kota

Kami rombongan dari jakarta berjalan agak cepat ke rumah nenekku, karena hari sudah merambat gelap...Listrik jalanan yang masi disuplai oleh kincir air di mata air desa mulai menyala. Suasana terasa sendu...Dengan sinar kekuningan dari lampu jalanan membuat suasana yang serba menguning...benar-benar nikmat untuk dilalui...benar-benar suasana pedesaan..