Thursday, November 26, 2020

Gotong Royong itu Teknologi, Bukan Budaya!



Sebuah tulisan yang pernah diupload di chirpstory pada 19 Maret 2018 dengan link https://chirpstory.com/li/385945. Chirpstory akan berakhir di Desember 2020.

Nusantara dan Senjatanya: Gotong Royong

Yah sudah saatnya bangun lagi. Di mental mental terbangun, di saat skil lokal dipertanyakan, di saat itu pula kita harus ingat, bahwa #gotongroyong bukanlah di ranah budaya. Tapi tumbuh di ranah teknologi. Kumpulan adaptive system yang terkoneksi, sustain pada input, dan tumbuh.

Gotongroyong lahir dari kumpulan sistem, kolaborasi skill, dan tentunya masalah. Skill bisa dilatih. Skill bisa dipindah. Skill ga akan hilang saat menyebrang lauyan. Skill akan hilang jika tidak terkoneksi dengan skill environmentnya.

Artinya, #gotongroyong, secara teknologi, bisa hilang, dan hanya terdokumentasi sebagai altar untuk dihormati dan kadang disembah.

Jangan pernah takut berindonesia. Jangan pernah takut berbeda. Jangan pernah takut makan mie instan jam segini. Yang salah bukan mie instannya. Yang salah saosnya, kok selalu susah keluar kalo baru dibuka. Mungkin mas warung mie bisa #gotongroyong dengan saya buka botol saos. Betapa takutnya para mastermind cicak dengan teknologi #gotongroyong ini. Bisa bangkit sewaktu waktu, dan tak mengenal dinding beda dan teritori.

#gotongroyong adalah teknologi yang mewujudkan mestakung. Semesta mendukung. Dengan info ini, Masihkah misah misuh berindonesia? #gotongroyong tak hanya menghasilkan "pengondisian", tapi juga "instant trust", yang tentunya berdaya tembus tinggi.

#gotongroyong adalah teknologi "Artificial Intelligence" yang dibangun oleh stakeholder Nusantara. Jauh lebih advance dari memetic engineering yang dimainkan di sebuah tempat yang memaksa warganya memakan "pil pil-an" untuk menentukan pemimpin.

Demikian #sarapan iga bakar pagi ini. Semoga nikmat dan mengenyangkan.


note tambahan:

Sempat menonton video yang menampilkan Babe Saidi yang mengatakan/menggiring pemahaman bahwa Gotong Royong berasal dari pendekatan komunis: sama rasa sama rata. Mungkin terlihat dekat jika disandingkan dengan pemahaman gotong royong dengan ala "estafet genteng". Tapi bisa dikatakan 180 derajat berbeda jika memakai pendekatan konsep gotong royong adalah pemancing mestakung, katalis momen, yang sangat berbau fisika kuantum.


Kekuatan lain adalah kekuatan generasi komunis itu sendiri, yang bertransformasi ke berbagai elemen dan entitas, bahkan sudah menjadi "spesies baru" yang seolah hibrid dan terpilih. Dan memilih gotong royong sebagai "duta" untuk misi mereka. Hal ini menjadikan Gotong-royong menjadi sama dengan ideologi lain yang telah terbajak, menjadi kendara "teroris pemikiran". Butuh kenetralan ego, kebsaran hati, dan kekuatan niat untuk bisa berIndonesia di saat-saat ini, di saat "daftar nama lama" dan "daftar nama baru" saling beradu.


Saya sendiri melihat bangsa ini harus aware pada kekuatan "Melayu Raya" yang selalu ingin mendekati kekuatan spiritual (agamawan Islam, Hindu, Budha dan budayawan). Kekuatan ini selalu berusaha menghilangkan sejarah Nusantara, seperti yang kita sudah rasakan mengenai perdebatan tentang fiksi atau nyatanya kerajaan Panjalu, Sriwijaya, Tarumanegara dan beberapa kerajaan lain yang diblur satu per satu, sehingga seolah semua menguat dan berpusat di kekuatan melayu.


Dan seperti teknologi lainnya. Teknologi adalah tools. Seperti pisau. Netral. Manfaat dan mudharatnya akan bergantung pada siapa yang memanfaatkannya. Menggiring sebuah "teknologi" menjadi sesuatu yang sifatnya reduksi simbol kesepakatan adalah sebuah jurus silat yang sangat tidak cantik, kaku, dan bisa menyebabkan cedera fatal.

No comments: