Thursday, January 21, 2021

Partikel Berdansa - "Geolpolitik" Januari 2021



Di layar kaca kita melihat banyak inaugurasi menyambut sensasi kebaruan. Tahun yang baru, pemimpin baru (pemimpin negara, pemimpin institusi, pemimpin daerah, dan pemimpin pemimpi..) yang didaulat (oleh "ordo pembaruan") dianggap berhasil memenangkan hati. Di sisi lain, penyambutan sensasi kebaruan pun dihiasi oleh perkenalan kita pada sensasi alam yang merespon laku manusia. 

Di luar layar kenyataan bisa berbeda. Inaugurasi disusun dari konstruksi kontradiksi dan polarisasi yang membuat luka pada memori. Simpul-simpul kesepakatan yang tadinya seperti simpul mati, ternyata mulai ketahui kenyataannya ternyata simpul hidup, yang mudah dilepas. Bisa dilepas karena hilangnya trust landing (basis/kait untuk percaya), dan hilangnya thrust (kehendak dan hasrat) pada visi kesepakatan bersama.

Yap. Kadang sebuah bangsa terikat oleh terlalu banyak kesepakatan, yang bertumpuk, bertaut, beririsan, tanpa ada keinginan untuk mengontrol kualitas ikatan yang ada. Apakah simpul mati mulai mengikis tali, dan apakah simpul hidup mulai melonggar, diantara tumpukan kesepakatan yang ada. 

Terjadi di mana-mana. Di sebuah kumpulan yang merasa sudah establish. Di sebuah gerakan yang merasa geraknya konstan dan tak perlu banyak lagi menyesuaikan kondisi di era semua semakin terdisrupsi menjadi partikel. Di era uang mulai kehilangan arti, dan daya tukar mulai  berorientasi bukan pada pertukaran value, tapi benar-benar pertukaran "fisik" yang mengikat ruang dan waktu. 

Barter dalam "konteks baru" mulai masif terjadi di era pembuka 2021. Setelah di 2020 kita banyak mulai re-positioning peran fisik kita pada area of influence (tempat kerja, tempat bersosialisasi, dan tempat belajar).  Re-positioning ini membuat individu menjadi lebih partikelir. Menjadi partikel adalah sebuah keuntungan dan kerugian. Untung ketika value terbawa pada diri (memiliki skill, talenta, dan aset yang melekat pada diri), dan rugi ketika value ternyata hanya ter-attach bukan di diri (passive network, systems, jabatan). Citra dan personal branding bukan lagi alat yang efektif untuk digunakan di era kuantum, atau saya lebih suka menyebutnya era partikelir. Era free-will, atau era serabutan - istilah tetangga saya, Oma-oma dari Belanda yang sudah fasih berbahasa. Yap. 2021 memulai dirinya dengan menjadikan peran partikel aktif yang lebih dominan, dan peran aset mulai bukan lagi hal utama.

Permainan kepemilikan aset kini jadi jebakan utama bagi para partikel. Intensi kepemilikan tanpa intensi mencari kesetaraan sama saja dengan menginisiasi perbudakan. Utang piutang yang seharusnya mempercepat cycle berproduksi digunakan para new capitalist untuk menguasai distribusi produk. Penguasaan distribusi produsen hingga level hilir adalah ciri intensi di 2021, yang sebenarnya sudah dimulai hampir 4 tahun terakhir. Ada yang menyebutnya corrupted systems, karena dalam aturan distribusi klasik, harusnya masing-masing menjalankan peran. Produsen sebagai kuncen produksi, Distributor sebagai penguasa jalur berpindahnya produk, dan agen sebagai penguasa titik simpul pasar.  Aturan klasiknya demikian. Tapi di jaman partikelir, peran produsen, distributor, hingga agen bisa dalam satu entitas, namun tetap ada jalur distribusi, dan titik simpul pasar, yang diikat dengan skema pertukaran value (kuncian kontrak, dan utang piutang), yang membuat sistem "seolah" berjalan seperti jaman distribusi klasik.

Lalu dimana sisi geopolitiknya? Yap, alinea-alinea di atas baru pembuka untuk judul tulisan "geolpolitik" ini. Berusaha untuk mengurut, mengurai, betapa peran partikel(ir) ini menjadi sangat dominan untuk peta keterhubungan yang lebih besar.

Ikatan institusi -civil society - business stakeholder ini boleh terlihat seolah establish. Pada kenyataannya, algoritma ikatan dan konstanta ikatannyalah yang menentukan jalannya sebuah policy yang berdampak luas pada sebuah teritori. Algoritma dalam dunia digital adalah sebuah jalur -jalur "irigasi" energi pemberdayaan, dan konstanta dalam dunia digital bisa berbentuk sebuah lapisan sejarah kesepakan (kontrak, MoU) yang kadang terlihat sakral untuk disentuh.  

DI awal 2021, dan mungkin di pertengahan nanti, konstruksi algoritma akan berubah cepat, sedangkan untuk konstanta, akan banyak usaha untuk melonggarkan simpul dan menipiskan lapisan. Bagus jika bermakna untuk menyederhanakan kompleksitas, bahaya jika dimaksudkan untuk melebarkan wadah probabilitas penguasaan homogen society. Sangat destruktif jika esensi kesepakatan -simpul, disamakan dengan pertukaran nilai, lalu dilemahkan dalam kontrak yang tidak setara - by design - yang dilakukan oleh para ahli pengondisian. 

Isu pelemahan simpul dan penyempitan irigasi/algoritma bukan hanya berlaku di sini, tapi juga di sebelah, tapi juga di seberang sana. Konsep-konsep mungkin akan bermunculan untuk mencermati dan mengimbangi pergerakan-pergerakan yang mengarah pada ketidaksetaraan. Tapi tetap, penguasaan "jaring besar" oleh intensi individu tanpa terkontrol harus tetap dicatat, dipetakan dan diawasi titik-titik "accupunture point"-nya. 

Secara "event" atau kejadian, akan banyak bermunculan (tentunya dicover oleh media) peristiwa yang terkait dengan pelemahan fungsi kelompok, fungsi institusi, dan fungsi berbangsa. Setidaknya polanya demikian. Setidaknya semua sudah diantisipasi. Setidaknya semua dibuat  agar tenang, tidak mudah terkejut. Jaman partikelir ini mengingatkan saya pada "petuah" Anas Urbaningrum tentang 3 Ojo. Ojo gumunan, ojo kesusu, ojo dumeh. Setidaknya Anas berpetuah jauh sebelum kejadian ;). 

Monday, January 18, 2021

Algoritma Senyum




Memasuki era digital yang sebagian sudah dikalkulasi oleh para saintis, dan diprediksi oleh para teknokrat, membuat pemahaman pada ilmu klasik harus dipertanyakan kembali. Setidaknya,  fase mempertanyakan kembali sebuah definisi memang harus selalu dilakukan organisme yang tumbuh di habitat yang bertumbuh.


Kecuali memang kita yakin tak tumbuh lagi. Ketika sebuah definisi sudah dinyatakan absolut dan mutlak. Tapi keabsolutan dalam perimeter yang terus berubah bisa jadi menjadi akar kebodohan. Setidaknya begitu yang diyakini para penggemar teori relativitias, dan para penyandu tasawuf.


Kebenaran adalah kenisbian dalam t=0. Kenisbian yang harus dipolakan (diperjuangkan) dengan penuh data (bukti) dan respon (tanggung jawab). Kebenaran adalah sebuah nilai yang harus terus berproses, bertumbuh, bergerak, sehingga pada titik terjauh yang tak bisa kita jangkau. Saat tak terjangkau, saat tidak ada pola yang bisa dipetakan, maka kebenaran akan ada di setiap pergerakan, sekecil apapun. Meresap ke dalam setiap niat untuk bergerak


Karena itulah orang orang yang tak lagi memikirkan target atau pencitraan menikmati setiap langkahnya. Stiap langkah adalah puncak-puncak keterhubungan. Puncak syukur. Syukur  yang terus berlangsung sejak mulai menghirup nafas. Tak lagi terjebak dalam agoritma. Tak lagi terkunci dalam konstanta. Algoritma sejati adalah ritme keterhubungan, konstanta sejati adalah diam untuk merasakan gerak. 


Waktu pun tak lagi menjadi penjara untuk jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran yang tak terucap. Yang membuat berisik. Yang memutus. Waktu menjadi sahabat untuk menikmati syukur. Waktu menjadi pena lingkaran kesempurnaan.


Yap. ini tulisan yang mungkin membuat guratan di dahi. Tapi sepertinya inilah tulisan paling sederhana tentang arti sebuah senyuman. Jika ingin dipetakan dalam variabel-variabel. 

Friday, January 08, 2021

Parodi Peradaban Satu Tombol



Yang milih film premiere di tv nasional itu namanya editor, produser atau messenger yak? Bingung aku.. Kok nyambung sama konteks kebatinan terkini.. wkwkwkwkw...

Saat ini adalah saat yang pas untuk belajar... eh..nonton (sambil nyemil)...pertunjukan leadership ala negara termaju di peradaban dunia. Belajar untuk membedakan mana garis komando, mana excessive power, seraya belajar pentingnya akuntabilitas. Jangan lupa nyemil.

Tentunya mendoakan yang terbaik layaw.. masa nyemil doang. Tapi kalo ga nyemil ntar terbawa ritme, lalu terhanyut. Takutnya tantrum...Karena itu, nyemil berguna menggerakkan rahang, jadi semacam metronom untuk menjaga kesadaran.

Yang kita (sempat) tonton di Capitol itu hanya puncak gunung es. Yang di bawah gunung es ini yang mungkin ...mudah-mudahan adem yaa...Karena inilah salah satu nilai (+)positif negara berbentuk federal. Rem/ filter penggunaan kekuasaannya lebih komprehensif, lebih empuk. Mencegah direct excessive power, dan penguatan "bentuk" kekuasaan di luar sistem.

Ada satu hal yang saya suka ketika memasuki ranah-ranah stakeholder yang punya tombol-tombol atas sistem kekuasaan. Penggunaan bahasanya. Bahasanya balik lagi ke bahasa yang bener-bener rapi secara hirarki. Cek saja nanti dan ke depan, quote dari tokoh penting dan Biden.

Di sisi lain, sebenarnya excessive power terjadi juga di ranah digital. Ini sangat tidak nyaman. Memang ada situasi yang secara moral ideologis Trump pantas dihujat atas dukungannya pada kekerasan... Tapi juga ada peran stakeholder digital yang berdampak sistemik pada hak individu.

Untuk ini obatnya bisa ada, bisa tidak ada. Bisa ada karena ranah digital adalah ranah yang sangat fluid. Satu tindakan khusus bisa dianggap khusus jika memang dinyatakan khusus. Masalahnya, jika tidak dinyatakan khusus, maka ..hehe.. your neck is not for your head.

Dan ini sedang sangat dipantau oleh yang senang mantau. Dan sementara itu migrasi aplikasi messenger sedang terjadi begitu masif. Bukan masalah migrasinya. Bisa jadi keluar dari sarang macan, masuk ke mulut buaya. ya memang. urusan digital kalo bener diurusin bisa bikin TBC. kecuali oleh yang sudah paham. yang sudah paham pun kadang mending diam. mengambil pose kayang, atau berdoa. hehe.

Saya cuma berharap ga ada yang marah, atau baper. Dan tetap dalam posisi kayang atau diam. Kalo ada yang marah takutnya isu lama, blackout, jadi. Masuk ke plan selanjutnya dah: Tidur lagi. Versi digital.

Setidaknya saya masi melihat ini ranahnya masi excessive power, belum abusive power.. ya si Trump, ya si stakeholder sosmed. Ga tau ya kalo yang laen.


Jadi saran dari rekan, senior, untuk menenangkan diri di situasi yang meh tapi gemesin.. "Bukalah jendela lebar-lebar, lalu katakanlah, 'i know what you did last summer'... gitu. Karena kadang tahu kalo ga disebutkan bisa menjadi tempe". Itulah salah satu cara "bae bae" ingatkan orang yang menganggap dirinya khusus, padahal baru saja melakukan excessive power.

Kalo di dunia aeromodelling, excessive power ini seperti pesawat yang terlalu tinggi power motornya, hingga memengaruhi center of gravity, dan tentunya... boros energi.

Wednesday, January 06, 2021

The Journey to Heal



Semua butuh entitas penyembuh. Walau kadang yang teringan bentuknya hanya berupa penyeimbang, dan yang termayoritas bentuknya uang.

Agak sedikit tak umum. Masyarakat Bajo menyembuhkan dirinya dan alam, dengan melakukan budaya berkelana di laut. Ada yang harian. Ada yang mingguan, ada yang bulanan.

Budaya ini menguatkan skill mereka dalam berbahasa. Bahasa alam. Membaca bintang. Membaca laut. Membaca angin.

Proses memanjangkan daya tempuh ini membuat manusia lebih mengenal. Saat mengenal ada bahasa yang muncul. Setelah mengenal lalu memahami.

Memanjangkan daya tempuh juga dilakukan oleh para pendidik tentara dengan spesifikasi memetakan, menandai, dan mengunci. Sekaligus dalam momen sama mengenal batas sakit baru, mencatat batas sakit lama.

Saat rasa sakit dan takut sudah bisa dibungkus dalam pemahaman baru, maka proses memanjangkan daya tempuh bisa menjadi proses mengobati diri. Sambil terus mulai melangkah dengan cara baru. Perlahan demi perlahan.

Menulis ini di saat melihat ranting adenium kesayangan sedang sakit, dan gedung Capitol di Amerika disambangi pendukung fanatik Donald Trump. Ya, seperti sedang sakit. Tapi dari sisi lain, sedang ada proses pencarian keseimbangan baru. Yap. Sembuh yang baru. Sembuh di level yang mungkin kemenangan-kekalahan bukanlah sebuah pembuktian kebenaran. Sebenarnya bukan urusan saya. Tapi jika disandingkan dengan berbarengannya kejadian di Amerika dan ranting adenium saya yang membusuk karena kebanyakan kena air hujan di beberapa hari terakhir, saya bisa mengambil garis persamaan.

Persamaannya adalah, sesuatu yang baik (hujan) yang terlalu banyak, bisa membuat pembusukan pada spesies tertentu yang butuh hal-hal presisi dalam perawatannya. Di era digital ke depan, akan banyak muncul spesies-spesies presisi ini. Spesies yang dilatih dan diseleksi oleh tim tim spesial. Menjadi spesial, di keadaan umum (yang sebenarnya hanya membutuhkan kelancaran administratif saja). Mudahan jika diberi momen, di tulisan ke depan saya akan jelaskan apa rugi dan untungnya memiliki terlalu banyak spesies spesial, termasuk sedikit berkisah tentang menggelembungnya VOC. Yap. Saya pilih kata menggelembung. Lebih pas.


Demikian. Semoga semua dilancarkan urusannya.


Tuesday, January 05, 2021

The Pandemilogic



“Please, unmute yourself..”


Sebait pesan yang mungkin sering terdengar di setiap rapat dengan aplikasi Zoom. Sebuah fenomena kealpaan sederhana, yang menghasilkan memori memancing senyum, nanti, di era yang (mungkin) akan normal kembali.


Beberapa hal dasar berubah, mungkin banyak, tapi bisa jadi banyak yang tak terlalu dianggap penting. Hal dasar yang kadang alpa dalam benak. Salah satu yang tersignifikan adalah keterikatan kita pada tempat. Aktivitas dan tempat kini tak lagi jadi sebuah kesatuan yang harus selalu dijunjung. Aktivitas dan tempat bisa berubah, bergesar, mengembang, menyusut, dan tak paralel dengan aktivitas  a.k.a  fungsi. Tempat dan fungsi bukan lagi "pasangan dansa" favorit. 


Tempat tak lagi harus berupa ruang. Tempat lebih cocok dikatakan adalah lokasi berpijak (“share loc please”), lokasi berpijak pun bisa berubah-bergerak, untuk diikuti. 


Tempat yang bergerak, dan aktivitas a.k.a fungsi yang terus berubah, kini tak diwadahi dalam ruang fisik. Tapi berpindah ke ruang kesepakatan pikiran, dalam hal lain, adalah bahasa.


Bahasa pun berubah. Tak lagi menjadi sebuah jembatan untuk menyampaikan pesan dan informasi, tapi juga data. Bedanya, data itu tak bermuatan. Tak harus berstruktur. Tak harus mengandung “algoritma”.  Ia netral. Bahasa yang menjembatani data adalah bahasa yang lebih mudah meresap ke entitas yang bebas, dan terdalam. Bahasa data adalah bahasa terobjektif di era semua bergerak ini. 


Pada perkembangan terakhir, bahasa gestur, emosi, mimik pun sudah bisa dipetakan dengan dibantu oleh sistem kesepakatan kolektif. Yak. Bahasa bisa lahir karena kesepakatan dua atau lebih entitas yang saling terkoneksi dalam ide dan kesamaan rasa. 


Kesamaan rasa bisa dicapai saat mencapai titik-titik puncak gesture, emosi, dan respon, bersama. Sering kita anggap sebagai tensi. 


Gestur dan mimik kembali menjadi penting untuk menentukan sebuah bentuk pemahaman. Berdialog dalam diam, yang kadang dilakukan oleh dua sahabat yang lagi berbeda pendapat, kini berangsur menjadi sebuah kelaziman pada kelompok kelompok non kontemplatif. Kelompok fungsional, yang ingin mereduksi bias makna. 


Ada lagi yang secara mendasar telah berubah. Sekilas pandang, keterikatan kita pada konteks yang mengikat konten pun semakin tak menjadi dasar bertindak. Bahasa lamanya, kesetiaan kita pada pengaturan umum memudar. Semua aturan makin personal dan konten bisa menyusup di konteks apapun. Kesetiaan kita pada prosedur yang kita anggap nyaman. Kesetiaan pada rasa hormat kita pada hirarki menjadi hal yang tak prioritas lagi. Cukup dengan “turn off screen”, semua masi bisa berjalan. Anggaplah seperti itu analoginya. 


Pastinya sangat banyak hal lain yang telah berubah di momen pandemi ini. Sebuah logika khas pun muncul. Logika yang melonggarkan semua ikatan atas support system yang menjadikan individu, atau kelompok “merasa kuat”.  Sebuah pandemilogic. Sebuah kekuatan berlogika baru merebak di cycle of trust, cycle of production, dan tersignifikan, cycle of truth


Apakah kebenaran itu harus dipercaya terlebih dulu? Atau kebenaran itu lahir dari setiap langkah yang penuh dengan kekuatan interkonektivitas


Kekuatan berhubungan tanpa jarak, waktu, dan tempat. Seperti partikel kuantum. 


Ok. I'm unmute now...






Sunday, January 03, 2021

Paku Bumi yang Mulai Terlepas



Masa depan haruslah penuh harapan. Agar demikian, maka menyikapi kegelapan di depan kita haruslah dilihat sebagai momen menambah kekuatan. Ketika pun di depan ada cahaya yang terang, bukan berarti garis finis untuk berhenti. Masa depan adalah masa yang ada di depan pijak kita. Walaupun itu hanya berjarak 1cm. 


Saat penggunaan sosial media mulai meramaikan pemakaian bandwith jaringan internet, saat itu juga (beriringan) perilaku manusia mulai dipengaruhi pola-pola tampilan yang disuguhkan oleh aplikasi. Aplikasi yang dibuat oleh orang yang sudah sangat paham dengan metode mengarahkan kode menjadi sebuah "pertidaksamaan". 

Yap. Pertidaksamaan. Seperti yang pernah selewat, selintas, di pikiran, saat belajar matematika. Sebuah pelajaran yang mungkin hanya menghabiskan total 8 jam ajar di hidup kita. mungkin 12 sampai  24 jam jika kita yang awam kebetulan memang benar-benar menggemari (cara ajar guru)nya.

Selalu ada magnet yang membuat kita tertarik dengan sesuatu, dan saya percaya, selalu ada magnet yang bisa menyatukan pertidaksamaan. Dalam hal pengajaran, dulu kita memiliki guru favorit, atau jam pelajaran favorit, sesuatu yang mengikat rasa suka.  Rasa dan memori ini kini bisa dipetakan dalam peta-peta "kecenderungan". Bahasa dulunya, hipotesa dalam sebuah gejala tertentu. Bahasa kininya, the emerging pattern. 

Balik lagi ke pertidaksamaan. Yap. Maap sedikit melebar. Kadang dalam menulis saya suka terhanyut mengikuti aliran pikir yang kadang "meluas dan melebar" sebelum saatnya. Pengen cepat-cepat sampai pantai untuk melihat horison. Pengen melihat segaris harapan yang lebih tipis dari picingan mata.

Yap. Pertidaksamaan membuat sesuatu bisa bergerak tanpa harus didorong. Seperti jungkat jungkit, jika memang ada beban yang tak sama, dia akan otomatis bergerak, menuju "titik imbang" baru. Pertidaksamaan memang sengaja dibuat untuk membuka. Membuka kesempatan bergerak, untuk mengenali batas-batas diri. Setidaknya untuk mengenali titik imbang dari setiap entitas. Entitas yang tersusun dari pola dan keterikatan elemen. 

Pertidaksamaan membuat semua bergerak. Mengenali diri, ikatan, titik imbang diri, titik imbang kelompok, titik imbang penyusun kelompok. Semua bergerak mengetahui. Ada yang tahan dengan pergerakan baru, ada yang ikatannya terputus, lalu membentuk ikatan lain, dan lainnya. Namun, setidaknya, bentuk lama yang terkuat, akan tetap terjaga, dan semakin mengenal dirinya, dan bisa memetakan potensi terdalam yang belum pernah dikenalinya sebelum diobrak-abrik pertidaksamaan. 

Setiap kita mengunduh "kerangka civil society" baru, maka setiap saat kita akan harus bersiap dengan pertidaksamaan. Sebuah proses mengenali, menemukan titik imbang diri, menemukan titik imbang kelompok, bersatu-bercerai, kembali. Saat ini, aplikasi yang cukup ditekan jempol di gawai kita, adalah kerangka civil society tersebut. Ia bukan simbol. Karena nyata memengaruhi, tak butuh rasa percaya untuk menggunakannya. Cukup mengikuti kemauan "menekan", maka kerangka tersebut bisa memulai kerjanya pada kesadaran kita. 

Mengerikan? Bisa iya. Bisa tidak, dan tentunya bisa biasa saja. Mengerikan saat kerangka tersebut bisa menghilangkan peran trust yang sedang dijaga. Tidak mengerikan jika kerangka tersebut mempercepat kerja. Dan biasa saja jika kerangka tersebut menjadi pelengkap pada diri, yang sudah kita miliki sebelumnya. 

Pertidaksamaan kadang menjadi masa depan kita. Pertidaksamaan kadang menjadi paku , magnet, atau apapun, yang menyatukan rangka ikatan. Pertidaksamaan menjadi sebuah cemilan, seperti kerupuk, yang ringan, yang tidak bisa tidak, menemani kita saat mengonsumsi "makanan" sumber energi. 

Mungkin tulisan ini sudah terlalu panjang. Di tulisan ke depan, saya akan menguraikan peran pertidaksamaan atas "daya sadar" kita. Bagaimana pertidaksamaan mengikat kita ke dalam rasa takut, berani, mencerahkan, dan bagaimana partner dansanya, yaitu operasi persamaan, bisa menetralkan sebuah pertidaksamaan. Bisa lama, bisa sebentar. Karena inilah bedanya dengan larutan kimia. Dunia digital tak punya batas ruang dan waktu, seperti cinta. 

Oh iya. Maap. Tulisan kali ini tanpa hyperlink. Sengaja, demi penyerapan konten yang lebih mengernyitkan dahi. Tulisan selanjutnya saya janji pake hyperlink deh referensinya. Hehe :). 






Thursday, December 31, 2020

Berkas Cahaya di Gorong - Gorong



Ingin curahkan kemarahan dalam karya cat air...Tapi kutakut karya ini nanti jadi mantra dan jimat penghancur. Maka biarkan ketakutan ini jadi obat untuk membuat marahku menjadi cinta


Hmmm...tulisan ini sebenarnya sudah ditulis di 2021. Tapi timezonenya ngikut New York. Hmm gpp. Kita tulis saja. Waktunya pendek. 30 menit lagi Jumatan. Ok. Kita coba dalam waktu 6 menit. Menulis sesuatu yang mengganjal selama 2020. Di 2020, kita diguncang dengan beberapa hal terkait dengan kejiwaan. Yang utama adalah memaknai "bebas", "menang", dan "kuat".

COVID meliputi kita mulai urusan tingkat makro sampai tingkat mikro. Kadang dalam organisasi yang memiliki target, definisi terbebas, menang, dan kuat, menjadi blur dan tentunya ini mempengaruhi pattern gerak kru tim.

Izinkan saya sedikit berbagi konten yang dibagi rekan. Apa sih menang itu? Mungkin tepatnya, bagaimana si rasanya menang yang senyap itu? Sehingga pada titik tertentu, saat kita sebenarnya sudah mencapai kemenangan, kita tak bingung, dan tak mudah ..sekali lagi.. hufft bosen nyebutnya... terjerumus dan tergiring algoritma.

Salah satu ciri menang adalah "semua terbuka dan terhubung". Setidaknya bagi makhluk-makhluk di dunia gorong-gorong, di dunia surveillance, di dunia tak ada panca indera yang bisa dipakai, peta yang menjadi utuh adalah sebuah kemenangan.

Di titik (kemenangan) ini, pintu-pintu kesadaran terbuka. Dengan cepat kita bisa mencapai level kesadaran ke 7 (enlighted..inspired.. insightful, dsb).. ya.. mestakung dimiliki oleh para pemenang. Jadi mereka tidak mendapat mestakung dulu baru menang. Tapi secara psikologi ya menang dulu.

Di balik terbukanya pintu kesadaran, sebenarnya terbuka juga pintu ketakutan. Ketakutan kehilangan momen. Lalu mengunci momen yang ada menjadi sebuah "monumen kesadaran". Ini agak riskan. Kemenangan yang membuat sorak sorai, membuat berisik, .. bisa jadi... adalah jebakan. Instead we're holding the level of our consciousness, we fall deep into sacrecity from adversity.

Jadi saat momen kemenangan itu datang, bersorak sorai adalah sebuah pilihan tersier. Yang primer adalah, yak.. lu ada di level kesadaran tertinggi. Yang bisa mengoneksikan dirilu dengan apa saja... bahkan dalam senyap. Ya. Kemenangan dalam senyap tak butuh pengakuan. karena lu sudah terhubung dengan -yang harus terhubung- di level kesadaran tertinggi. Setidaknya dalam level of trust. Trust.. sebuah kendara pelipat waktu. Penghilang buih-buih administratif dan basa basi... dan lu bisa nyaman kembali bekerja dalam senyap.

Jika pun harus berisik dan bersorai, itu dalam urusan decoy saja. Seperti lensa, menjadi "transparant filter" yang mengubah fokus. Sekadar mengisi hari. Menambah buih-buih hiburan.

Dalam konteks senyap lain... Kemenangan adalah ketertundukan atas kehendak semesta. Kalo istilah salah satu kerabat pedagang loak, "qui victor sit specialis est impignorauit"... pemenang adalah "Si terkhusyu yang tergadaikan"...


Saat Pungguk dan Godot merindukan Terang Bulan




Rasanya ingin menulis artikel penutup tahun. Tapi tahun ini sudah kebanyakan tulisan. 49 tulisan di blog ini, di tahun 2020. Produktif sekali. Padahal kan sekarang bukan penulis.. Dulu pas jadi jurnalis onlen, tepatnya jadi baut di pabrik media si targetnya 45 tulisan sehari...targetnya. Apa karena profesi di SIM-nya masih wartawan?


Ya sudah. Kita jadikan saja 2020 ini urbanistis memproduksi 50 tulisan. Mungkin dimulai di sini saja. Kadang kita ingin mengungkapkan segala rasa dengan status. Hmmm.. Kata mengungkapkan agak terlalu abstrak. Coba kita ganti dengan kata mengonversi. Kata yang lebih terukur bagi rekan rekan di dunia digital dan socio engineering. #halah

Istilah terukur juga ga lagi terkait dengan "penggaris", yang punya skala ukuran berdasarkan metrik atau inchi. Istilah terukur di saat ini lebih ke urusan terpetakan, terbaca "pohon ceritanya", atau yang lebih serius, terekam pola algoritmanya.

Lalu apa isi tulisan untuk akhir tahun, karena tulisan-tulisan di atas lebih ke hal yang sudah sering dibahas di tulisan sebelumnya? Mungkin tulisan akhir tahun ini adalah tulisan "penghela nafas" saja. Karena saya ga ingin sok suci bersyukur atas 2020 yang luar biasa, dsb... Nyatanya emang lebih banyak menghela napasnya, kok. Santai saja.

2020 memang luar biasa. Iya. Saya punya beberapa momen spesial.

Tapi 2020 ini adalah semacam "upper cut" bagi saya. Dimana ada pukulan yang tak terlihat mengenai saya telak di dagu, saat seolah tak ada ancaman untuk itu.

Yak. 2020 ini adalah tahun berbunyinya hal-hal yang sepantasnya tidak berbunyi. Hal yang sunyi ikut berbunyi. Hal-hal yang kalo kita tahu bisa berakibat panjang, yang ikut berbunyi. Yak. tahun ini tahun yang sangat bising. Bukan tentang lebarnya spektrum berita yang kontennya seolah harus kita telan mentah mentah di saat "keilmuan" kita belum siap. Bukan tentang itu. Ketidaksiapan ala siswa plonco sudah sering saya rasakan.

Mungkin, ini analisa kasar saja. Memang semua yang ada di sistem lagi di "test the system itself", sebuah syarat asesmen buat naek kelas. Mungkin lho ya.

Ini tentang bisingnya orang-orang yang harusnya diam. Harusnya senyap.


Thanks God (bahasa Jawa, "untungnya") , ada darah jurnalis yang ada di saya. Sehingga dengan tertatih saya bisa bertahan untuk menunggu penyebab si senyap teriak begitu kencang. Proses menunggu yang paling memuakkan. Menunggu di sela batu air terjun.

Ya setidaknya di 2020 ini, adalah proses yang paling membuat badan "berlumut". Seolah pungguk dan godot saling menanti kue terang bulan. Mungkin belum saatnya membersihkan diri. Kue terang bulan masi belum datang.

Kabarnya kue terang bulan akan muncul dari balik air terjun, tempat godot dan pungguk bersembunyi menanti, hingga penuh lumut.

Saya pun iseng bertanya. Ini dia kalimat yang diucapkan saat saya berbicara dengan godot, "beri saya 7 2020 lagi, saya akan ubah dunia".. Lalu saya berkata, "Kang, sarekeun... moal baleg"


-end-



Tuesday, December 29, 2020

Anti Counter Narrative (?)




Bikin status "melihat sesuatu yang tidak terlihat" di sosmed bakal terlihat eye catching. Padahal cuma lagi ngecek perkembangan bisul di pantat.

Itulah sedikit analogi daripada yang namanya counter narrative (kesakitan). Di jaman Orde Baru narasi dibuat berdasarkan garis komando. Saya rasa demikan. Di manapun sih. Baik di pemerintahan ataupun di media. Tidak ada, atau jarang, narasi dibuat berdasarkan sesuatu yang terlebih dahulu viral. Tentunya karena sesuatunya berjalan dengan analog, lebih banyak unsur mobilitas dan kontak fisik, juga jenis hubungannya saling terhubung tapi tak simultan. Verifikasinya relatif ketat. Karena itu fungsi intelijen dalam pemerintahan, dan para editor di dunia media, berjalan dengan alamiah. Melihat potensi, atau angle dari sebuah konten, menunggu afirmasi, lalu sebuah perencanaan peliputan bisa dijalankan dengan "sempurna".

Jangan tanya itu konsep perencanaan peliputan di jaman digital ini. Dahulu perencanaan peliputan bisa diarahkan sampai gaya tulisan dan bahkan produk turunannya jauh hari, bahkan berbulan bulan sebelumnya. Tapi sekarang mungkin (karena sudah lama juga saya tak di ruang keramat a.k.a. ruang redaksi) banyak berkutat di ketersambungan dan intensi hubungan dengan narasumber. Karena peran narasumber tak lagi hanya sumber berita, tapi juga zonder, kurir, yang menjadi "sampel" untuk mengukur batas dan memetakan peta sebuah algoritma yang lagi berjalan. Pola perjalanan dan pergerakannya bisa jadi berita.

Pergerakan, penggiringan, penjebakan, penguncian, adalah pola pola umum yang terjadi saat algoritma media (dan tentunya sosial media) merajai pasar panca indera penglihatan.

Seperti yang sudah diceritakan jaman dulu banget, dimana salah satu definisi "fitnah akhir jaman" adalah : terlibat (bisa terkunci, terperangkap, tergiring) dalam sesuatu yang tidak kita pahami. Tidak kita pahami ini bisa berarti tidak bisa dikontrol, atau semacam terseret arus.

Terlibat/dituduh melakukan sesuatu yang tidak kita lakukan itu mah definisi fitnah dari jaman manusia baru berevolusi meureun (istilahnya) kalo dilihat dari interaksi monyet. Mungkin bahkan saat belum berevolusi. Terjadi di kumpulan monyet yang menerapkan sistem komunal. Ya di sistem ala monyet tentunya. yak. Tull. Definisi fitnah yang jadul banget. BIsa dibilang definisi pra-evolusi

Lalu bagaimana agar generasi muda (esp. anak) ga kena jebakan "fitnah akhir jaman"... ya ga harus memahami segala perangkap algoritma, yang punya kecenderungan untuk harus kita ikuti satu persatu, fase per fase. Di situlah peran ilmu "black box" (bahasa metoda desain/merangkai jaman uyut), atau bahasa kekiniannya shaping the data, bisa dipake.

Mau ga mau harus diakui kita dibekali asumsi. Kalo orang terpelajar dibekali dengan "hipotesa". Sayangnya asumsi sangat gampang dibentuk oleh algoritma. Sedangkan hipotesa butuh level verifikasi, dan prosesnya ga terlalu singkat.

Nah, jalan tengahnya bisa dengan banyak mengenalkan proses "shaped the data". Bisa dengan dari memadukan bahasa. Bahasa tak hanya tekstual dan lisan. Ada bahasa lain yangjarang digunakan sebagai penentu keputusan, yaitu bahasa gesture, bahasa mimik, bahasa intonasi.

Baru saja lihat artikel tentang bagaimana Messi memutuskan tendangan penalti dengan membaca gesture dan mimik kiper. Ya salah satunya itu. Tentunya ada ilmu lain yang bersifat "anti gesture". Kapan-kapan lah kita bahas entuh.

Kumpulan bahasa ini bisa saling terkait, dan ga perlu sampe level hipotesa, sebuah "bahasa baru" yang lebih kongkret dari asumsi bisa muncul.

Kenapa lebih kongkret? karena bahasa ini terkait dengan kesadaran komunal. Ketika bahasa teks, verbal, gesture, dan mimik, digunakan oleh individu, maka ia akan mudah memengaruhi kondisi kesadaran komunal.

So, we're not talk about delivering assumption about things... we're talking about how to hold the 'floor' with the same level of consciousness..

Ya tentunya ini bukan tentang konten benar salah. Ini tentang tools, teknologi, atau pisau. Pisau bisa digunakan oleh orang baik, atau orang terlihat baik, atau orang yang pengen terlihat baik, dengan memegang pisau.



-end-

Bagai Pungguk Tercocok Hidung




Saya ga tahu gimana caranya berkarya karena benci atau hasud...atau setidaknya saya tidak pernah punya niat seperti itu. Biasanya berkarya karena pengen berkarya saja. Kalo bisa bikin orang ketawa atau pengen boker. Ga tau ya kalo orang lain yang merasakan kebencian di karya saya. Mungkin pas saya bikin lagi ada syaiton pengen nebeng.

Mungkin disitu salah satu dari seribu letak bego saya. Btw, kalo update status bukan berkarya kan ya... Kalo bikin status julid, wa bil khususnya di twitter, si saya jago. Di FB mah rada jaim. Tapi untuk berkarya dengan semangat hasud, bahasa kasarnya. Atau mengarahkan, bahasa halusnya, saya masih belajar, belajar, belajar, banyak. Berlatih pun belum.


Tentang karya, saya selalu ingat Tesla dan karya-karya turunannya. Setelah itu lalu membayangkan bagaimana "ide" itu dijual masif oleh pendirinya. I just wondering.. @elonmusk is a kind of walking algorithm... a man who use his breath rythm as tool to mapping the market (and followers, also).. or in simple analogy, the market follows like smoke from exhaust pipe of car..... of course that #imho.


Back to "geng hydra". "No. We're not facing the oligarchy. It's Hydra. Oligarchy is just a skin. Who can stopped people making money from others? We're not facing the Geng Hydra. We boiled with it. Mixed as Fries."


Bicara tentang para "pengarah", para fans algoritma, maka kembali lagi kita membicarakan golden ratio. Golden ratio is about path to be followed. Golden ratio always become effective weapon for borjuis. Tho, golden ratio is a powefful weapon. But essentially not for creating disparity.


Borjuis is just like survival mode, relatively passive, but "the hydra" made disparity as conquering mode. it could seep and lunge to the deepest cell of your trust circle, creates disparity, an then, distrust.


Coba cek toko sayur, toko agen reseller, toko agen frozen terdekat anda, kalo ada waktu cek jaringannya, ada yang mengarah ke siapa... dan senyum manis bisa tersimpul. Senyum manis ironis. Probabilitas ketemu si cinta hydra mungkin 40%. Mayan gede lah itu untuk ukuran sel.


Mereka bisa jadi apa saja. di mana saja. kapan saja. Jumlahnya ga banyak. tapi movementnya mungkin bisa 7x lebih cepat dari gerakan ambushnya gerilyawan pol pot ke markas tentara amerika.


Jadi kesimpulannya, tolong menolonglah dalam kebaikan. minimal catat. Tolong siapapun, walau itu pemimpin yang lu keki-in. Civil society harus tetap tegak, independen, dan menjunjung kesetaraan.


Karena muara dari kedaulatan di era digital adalah di kekuatan bargaining value sebuah civil society. Nilai tukar a.k.a mata uang di era kedepan adalah itu. Dan inti kekuatan civil society adalah kekuatan cycle of trust, karena sistem kesepakatan yang mengikat saja tak cukup di era informasi yang terus bergerak dan berubah ini. Oiya, ada satu lagi, peta paten dan kekaryaan juga penting untuk era ini. Jadi ya mulai sekarang jangan lupa untuk kasi tanda tangan sketsa-sketsa gabutnya ya.. siapa tau. Gitu lo

"Mau ngebacot sebener apapun, kalo bukan di circle of trust, ya butuh dana buat jadi badut" - seorang rekan, fatalist.

-end-


Wednesday, December 23, 2020

Surat Wasiat untuk Anakku di Dunia





Assyifa Bilqa Anindra..

Anakku tersayang, terpilih, yang menyembuhkan..

Cuma maaf yang bisa terucapkan.

Atas semua perjalanan dan momen yang ada. Mau itu indah, pahit, senang, bikin marah, atau apapun. Cuma maaf yang bisa terminta.


Assyifa..

Hidup ini tentang cara berjalan. Cara melihat dan tidak melihat saat berjalan. Bukan tentang membicarakan dan membanggakan tujuan. Kadang beda.  Sang Pencipta Lebih Tahu dan selalu Memberi Yang Lebih Baik. Kadang bagi kita belum baik, karena kita belum tahu. Sejauh ini, selalu yang terbaik. Tak hanya terbaik, tapi juga bagaimana setiap perjalanan kita bisa menyelamatkan: ilmu, amal, sekitar, dan amanah…


Assyifa

Jika ada jarak yang tebal, memisahkan. Tentunya itu kehendak-Nya. Tak ada yang bisa mencegah, melawan, dan mengatur Yang Menciptakan pengisi langit dan debu debunya. Jika ada jarak yang memisahkan, tentunya itu adalah jalan baru yang diberi. Sebuah obat, sebuah penyembuhan atas ketidaktahuan, atas pertanyaan yang tak terucap. 

Jarak itu melepas kita dari ingin, yang tak akan dibawa di hembusan setelah hembusan yang terhembus saat ini.


Assyifa

Jadikan setiap nafas adalah pelajaran yang menyenangkan, meminterkan, mensolehkan, menjadi rezeki, menguatkan derajat, menyehatkan, membahagiakan, dan menyenangkan. Tiap nafas sudah lebih dari cukup. Karena Allah langsung yang menjaganya. 


Semoga bisa bertemu di pintu langit bersama, juga dengan kakakmu dan ambu… dalam nafas dan ketenangan...