Thursday, December 17, 2020

Surat Cinta Untuk Neng Hydra

Untuk meeting perencanaan, semua kembali ke merencanakan diri yang lebih nyaman di 2021. "we're always have time.. because we're attached with it.. so why feel running of time?.. it's only about re-position


Punya hak untuk menciptakan momen adalah salah satu ciri individu merdeka. Dalam ranah perjalanan saya, momen (zone to perform) bisa dicapai dari 3 hal, sinergi data, pola, dan respon (klik gambar untuk memperbesar). Hal itu tak terjadi jika kita dalam posisi tak setara, baik itu karena terikat kesepakatan yang oportunistik, atau sindikatif, atau bisa saja karena kekurangan 3 hal tadi yang menyebabkan kerugian terjadi pada kita. Dan satu hal yang sering sekali terjadi, saat ada dalam sebuah situasi perundungan (bully).

Hmm... untuk bully, akan jadi bab menarik dikaitkan dengan pola sosial di era digital. khususnya di edukasi. udah engage di beberapa kasus terindikasi bully, solusi terbaik= hijrah, atau "putus" saja rantainya.

Pengalaman saya belum ada solusi generik atau yang lebih sopan lainnya si. Oiya, "kebetulan" ini ada obat anti bully, sebuah soundtrack yang gue tulis saat ada di tim yang sedang attach dengan tetua Bajo. Di masyarakat Bajo, edukasi dan perjalanan/melangkah/berproses/journey adalah bagian dari "mengobati"... mengobati diri dan bumi.. sebuah proses yang menghasilkan budaya Iko-Iko, senandung petuah, seperti pupuh dalam budaya Jawa.

Dalam sebuah situasi atau lebih akutnya, kondisi perundungan, hukum jadi berfungsi manipulatif. Tak lagi bisa dijadikan "teknologi" (tools setara) yang bisa membuat sebuah dialektika ataupun transaksi menjadi win-win solution. Kondisi ini seringkali juga menyebabkan pengguna sistem hukum menjadi bagian yang termanipulasi dan terkondisikan untuk tidak punya pilihan.

Ada perbedaan antara sebuah kondisi perundungan dan garis komando. Pada garis komando tetap ada mekanisme akuntabilitas untuk memberi ruang setiap individu merdeka dan punya kesempatan untuk "menjadi" proxy negara. Walaupun momennya akan segmentatif dan hierarkial.

Penegak hukum biasanya sudah melewati proses apapun itu dalam pembentukannya, untuk merasakan batas, sakit, salah, benar, senang, susah, sehingga jika masih melewati batas akuntabilitas rasanya harus dipertanyakan lokasi penyimpanan nuraninya.

Ini saya agak kurang tahu di akhir minggu ini, penggunaan algoritma atau terdesak dedlen buat naekin viewers ya... backstage-admin "K-p**" pada pake algoritma "aroma porn" untuk dapetin viewers.. Ga heran ketika orang mulai terdesak, mereka akan menunjukkan wajah aslinya. Wajah yang ditutupi oleh "masking" yang terprogram.

Hal sama dengan "geng hydra", yang sebentar lagi akan tenar sejagat. Geng ini punya perjalanan panjang di negeri ini. Cenderung mengelola diri sebagai kelompok unggulan, bahkan di beberapa situasi merasa menjadi spesies tersendiri. Tak ada itu bahasa musyawarah. Adanya kontrak. Tak setara. Jangan bahas definisi investasi dan kerjasama bisnis dengan mereka. Adanya adalah utang-piutang. Terlihat cemerlang, terlihat merapat di pusat matahari. Tak lagi menjadi orbit. Seolah matahari adalah mereka. 

Padahal jauh panggang daripada api. "Algoritma" mereka lemah. Ilmu mestakung mereka bermodal social scamming, dan hal mengarah pada social entropy. Jauh dari ilmu adiluhung yang menyatukan setiap ciptaan dengan Pencipta-Nya. 

Di hari-hari terakhir, mereka mendapat salam dan saran dari para penjaga mata angin. Saran buat geng hydra:

1. Kalo nyerang jangan barengan. Norak. Ga kapok kapok taiye. 2. Tiga ilmu tapi bersanad (beradab) lebih baik dari 1000 ilmu tapi dipake membunuh. 1000 ilmu modal ngintip dan bajak konten. Kaga ada adabnye 3. Jadi badut yang fokus. Dandan jangan sampe bocor. Sekali lagi. Norak.


You're not gentle human. You're the catalyst of entropy


No comments: