Wednesday, December 16, 2020

Dugutil Digitil Dugutil Digitil Dugutil Digitil Dugutil Digitil Dugutil Digitil Dugutil Digitil Digitil Dugutil (Terjemahan: Merundung Kesenyapan Revolusi Digital)

 



Ujub >>> hasud ^ v ^ v bully <<< dengki Siklus di atas bisa dikatakan siklus produktivitas iblis. Bisa juga disebut pemancing entropi bekerja. Tentunya banyak cara entropi untuk menghasilkan produktivitas maksimal. 


> ujub bisa di-amplify dengan group attached/hirarki-organisasi > hasud bisa di-amplify dengan algoritma digital-media-dan digital social > dengki bisa di-amplify dengan engagement by "EO"

> bully bisa di-amplify dengan - corrupt educational system

Jangan salah ini sama sekali bukan sebuah narasi hasud, yang memosisikan diri frontal dengan sesuatu. Ini narasi pembuka, sebuah fenomena sosial digital, yang juga mungkin sedang dihadapi beberapa perusahaan besar yang baru merger + berubah ke digital + berbasis blok data. Salah satu fenomena yang dihadapi adalah bagaimana orientasi perusahaan-perusahaan yang sudah kadung berorientasi pada aktivitas manusia dalam menghadapi revolusi digital, seperti Walt Disney dan Universal Studios, salah satunya.

Hmmm..Wait.. Tulisan ini tidak sedang membahas aspek digital yang menggantikan peran analog, tapi aspek digital keseluruhan secara nilai tukar dan value yang menentukan keterhubungan sosial. Yak, bisa dikatakan social digital, atau digital social, tergantung orientasi aktivitas kita. 

Secara posisi, dalam data, sejatinya tidak ada rivalitas. Bisa saja sebuah rivalitas itu terbentuk lebih karena -untuk mempercepat ritme- seperti pada perusahaan kapitalis yang biasanya menciptakan skema rivalitas untuk "baut terkuat"/ karyawan potensialnya.

Secara pondasi juga tidak ada rivalitas karena berpijak di infrastruktur yang sama. Sama halnya kaya iblis dan manusia, yang rivalitasnya ga pernah diakui manusia. Padahal iblis merasa manusia adalah kasta rendah yang ga pantas jadi rivalnya, hingga ritmenya yang diciptakan pun khas.

Kok jadi ranah teologi gini, Ya bisa saja. Jika menyangkut digital social, maka permainan kesadaran jadi modal utama (maaf link berbayar-namanya juga modal utama :P), permainan algoritma giring menggiring, hasut menghasut, jadi "atmosfer" di sebuah environment perusahaan berbasis digital social.

Jauh sebelum isu Avatar digandeng dengan arah kebijakan Walt Disney, Lucas sudah lama memberi kode bahwa Avatar itu next game dari sebuah ranah social digital yang tidak lagi pure berbasis rivalitas. Rivalitas hanya mempercepat grafik tontonan saja. Intinya adalah siapa yang bisa lebih cepat mengakses layer-layer "ruang simulasi" .

Sebesar apapun perusahaan, walau masuk era digital, kayaknya ga sampe masuk bahasan geopolitik si, termasuk VOC juga si, di dalam pemikiran saya, pengaruh VOC dulu tetap dalam spek penguasaan aset, bukan mengubah manusia menjadi A atau B, di luar skup mereka. Ga tau kalo di era setelah era digital. Di era "senar-senar" gravitasi jadi maenan anak-anak sekripsi. ah sudahlah.

Ga usah terlalu dipikir.




No comments: