Wednesday, November 11, 2009

Saat Jiwa Tak Ingin Disuap Realita..




Malam masih terlalu terang,
terlalu silau untuk menyelesaikan jadwal tugas-tugas yang merambat
di catatan kegiatan hari ini.

Secangkir kopi pun hanya mampu melembutkan dua helaan nafas
dikala melihat tema-tema baru, yang harus diselesaikan.

Keheningan malam ini terlalu bergemuruh untuk telinga yang sedang ingin mendapatkan suara nol desibel.

Apakah hanya aku yang mengalami, atau banyak dariku yang menatap pekerjaan seperti mengurus pengawal-pengawal pembuat aman...

Seringkali kita sendirian...namun tetap merasa suasana terlalu ramai ....padahal realitanya, kita sedang benar-benar sendiri...

Keheningan yang kita rasakan seringkali terasa ramai
Santainya kita seringkali terasa sibuk
Gelapnya ruang kadang terasa silau

Sepertinya gelombang otak masih berfluktuasi tajam dengan frekwensinya yang tinggi..
Butuh penenang yang lebih dahsyat dari sekedar keheningan dan ketenangan..
Butuh sebuah antitesis untuk menjadikan gelombang otak yang stabil...

Fluktuasi memang membuat hidup menjadi dinamis
Tapi kedinamisan itu kadang membuat kita hampa..
Sehingga kehampaan tetap tak terobati pada saat kita diam...


Realita yang menawarkan begitu banyak kesenangan, terkadang ditampik jiwa..
Jiwa hanya ingin keseimbangan yang memberi makna
bukan ketenangan yang berisi pertanyaan tanpa jawab

Ternyata hidup tak hanya berbuat.. tapi hidup adalah menjawab...
Seberapa sering kita berhasil memberikan jawaban.. di padatnya hidup kita?...
seberapa sering jawaban yang kita berikan..hanya kita jadikan sebagai santapan peliharaan harian kita..yaitu nafsu kita.. dan jawaban itu seakan bukan untuk hati kita sendiri...


nafsu.. kadang jadi peliharaan favorit kita..
kadang terlalu kuat mengawal kita...
hingga kita jauh dari realita....penikmat karya kita....pijakan hidup kita ...

*_*

Tuesday, October 06, 2009

Goyangan para Templatis Ibukota



Gempa lagi...

Tuhan tak bosan-bosannya mengingatkan kita, untuk selalu berpijak pada realita. Realita? Yak, realita,sebuah kondisi dimana disitu ada perbedaan, persoalan, dan harapan yang harus diikat dalam sebuah penyikapan...

Kadang kita lupa untuk memijak di realita yang ada. Pijakan kita teracuni oleh template-template pemikiran barat. Lihatlah orang-orang yang terjebak pada template idealis, pragmatis, dan normatif.

Keadaan diperburuk saat seseorang terjebak dalam dunia kerja yang beraura kapitalis. Cita-cita untuk pencapaian produksi malah menurunkan arti hidup orang lain yang hidup di sekitarnya. Sikap templatis mengorbankan cita-cita. Penyebabnya, tak lain dari pengabaian arti perbedaan, pengabaian atas persoalan baru, dan harapan yang memburu menjadikan seseorang kehilangan orientasi di ibukota. Baginya, waktu berputar cepat hingga menghela nafaspun menjadi sebuah kemewahan. Kemewahan menghela nafas... itulah kemewahan ala para templatis yang bermandikan cahaya ibukota.

Kembali lagi pada ikatan penyikapan... Apa yang salah dari para templatis ini?.. Saya, yang mencoba untuk jadi urbanis kritis... hanya menilai.. idealis, pragmatis, dan normatif bukanlah sikap, itu hanya sifat.Template-template itu hanyalah variabel dalam bersikap. Sikap itu sebenarnyasolusi, yang tersusun dari hitungan-hitungan angka bervariabel. Kita sendiri mengerti, variabel tak layak ditampilkan dalam hasil... dan tak layak untuk dijadikan sebuah kebanggaan.

Produksi adalah hasil insan-insan baik di ibukota, maupun di desa. Namun bedanya, dikota, proses adalah sebuah cerita yang terpisah dengan hasil produksinya.Setiap orang memiliki proses dan cara berbeda dalam menghasilkan produksi.Kenapa bisa terjadi? latar belakang pendidikan adalah dalangnya. Pendidikan membuat perbedaan.. pendidikan membuat kita semakin merasa bodoh. Itulah yang membuat orang-orang kota men'cara'i dirinya agar merasa lebih pintar. Di desa... proses menjadi sebuah kesatuan dengan produksi. Template adalah sebuah keniscayaan yang bisa dinikmati bersama. Jadi ... agak aneh rasanya bila melihat orang kota mengagungkan template, apalagi template itu dari negara antah berantah, yang asbabunnuzul(latar belakang terjadi)-nya pun kita tak tahu.


Dikota...darimanapun kita berasal..kita bisa jadi apa saja....dan kita selalu tertantang untuk terus berhitung... semakin kita menguasai sebuah hitungan..kita akanm merasa puas. Untungnya Tuhan selalu memberikan tantangan untuk hambanya, agar terus lebih bermakna. Dibandingkan hitungan-hitungan variabel ala manusia, Tuhan bekerja lebih pintar dari kita. Ia selalu berhitung dengan variabel lebih banyak dari yang kita miliki...hingga dinamika hidup terus berisi makna-makna baru...

Sialnya.. manusia cepat untuk berpuas diri. Saat kita telah menjadikan variabel itu menjadi template kita (karena merasa hitungan jadi ternikmati karena mudah), kita justru menganggap template itu menjadi berhala kita untuk mendapatkan jaminan hidup sempurna di ibukota . Tak heran, Tuhan pun punya hak untuk mengingatkan kita, dengan menambahkan variabelnya dengan cara yang lebih nyata... agar kita ingat..kita harus terus berhitung..dan terus menambah variabel itu.. agar Realita jadi berisi solusi yang terus disempurnakan.

Realita bukanlah daftar menu yang penuh imaji.. ia adalah makanan yang bisa kita nikmati langsung.. tanpa imaji...

ah... seruputan kopi susu membuatku ingin menulis sedikit "puisi" :


Kau ingatkan kami sbagai manusia,
Bahwa bumi adalah pijakan kami...


Kau yang Baik,
diriku tak pantas ber ayat
melakoni diriMu yang berfirman..


Tuhan berikan kami jalan
kekuatan berpijak..
Melangkah di sela reruntuhan mimpi kami..

Tuhan yang beri hembusan nafas
kumohon jaga langkah kami
ampuni kami.. orang-orang di kota....

.........

Friday, April 10, 2009

Usai Sudah Pagelaran Politik "Menor" itu...




Hufff..
Kampanye setahun kampanye politik telah usai. Tinta di kelingking pun yang katanya ga akan hilang selama seminggu pun sudah hilang lima jam sejak pulang dari TPS. Banyak kerancuan yang telah dilewati. SEmoga saja ini bukan pertanda kita akan melewati tahun-tahun penuh kerancuan politik.

Politik yang semakin rancu, dipraktekkan oleh politikus-politikus bergincu. Mereka sepertinya seolah baru menemukan "make up" berupa teknologi media yang bisa menyampaikan ide ke publik dalam sekejap. Make up itu mereka pakai secara berlebihan. Spanduk-spanduk, baligo-baligo seukuran 54m2 (kalau saja ada percetakan yang bisa mencetak baligo sebesar lapangan bola, mungkin akan banyak yang memilih itu)memenuhi ruang-ruang kota. Kota yang menjadi kotor, dan jengah dengan slogan jualan diri ala politikus bergincu. Semua butuh hiasan saat menyampaikan ide mereka. Mungkin ada beberapa saja yang berhasil melakukan kaderisasi yang bersih, namun tetap , tawaran pabrik gincu dan pabrik make up begitu menggoda untuk dipilih.

Media, kini adalah kurir pengantar ide-ide politikus bergincu. Ide-ide mentah, yang berisi tawaran agar rakyat (rakyat siapa?)jadi bahagia memenuhi ruang-ruang jalan, hingga ruang-ruang pikiran. Pikiran dipenuhi oleh kementahan ide yang membuat mual perut. Smua memainkan warna-warna dalam make upnya. SEmua terlihat menor. Dandanan menor yang memenuhi ruang-ruang jalan kini kembali kerumah. Model-model menor telah usai melewati masa casting. Yang terpilih akan duduk di rumah mode SEnayan.

Kota-kota yang mulai bersih, kini kembali menyampaikan pesan dedaunan yang kemarin telah kadung tertutup baligo. Dedaunan dan pepohonan ternyata berteriak, "Apakah kami ini hanya menjadi tempat kau berpijak untuk berteriak pada sesamamu?". "Apakah kami ini hanyalah dedaunan yang senang kau tebang?". Pohon dan dedaunan, kini membentuk ruang kota. Ide hijau kini memenuhi ruang-ruang kota. Semoga lain kali, para politikus bergincu tak memakai dan menutupi ruang-ruang kota dengan pesan menor mereka. Saya, pohon, dan daun, sudah muak. Ruang kotaku adalah milik mata yang menerawang alam. Bukan untuk pesan-pesan beride mentah.

Lebih baik aku melihat mereka menyiram dan memelihara ruang yang telah ada. Daripada harus melihat mereka bergincu di atas pohon. Rasanya lebih baik melihat tarzan...

Sunday, March 22, 2009

Revolusi Ide.. sebuah pra dogma





Hidup itu adalah rasa syukur.. yang terikat waktu…

Begitulah mungkin intro yang tepat untuk cerita dibawah ini. Cerita tentang berharganya diri kita, lingkungan kita, dan waktu kita...

Apakah ada yang memperhatikan, bila kita mau, waktu membuat kita berpikir lebih luas, lebih kompleks dan lebih sistematis? Padahal, pemikiran itu hanya berasal dari satu ide.. seperti bola salju..meluncur dari puncak bukit kontemplasi kita.. lalu memantul dan membentur dinding-dinding realita di bawahnya. Bola itu semakin membesar dengan gulungan-gulungan realita, yang siap menerjang realita lain yang menghalang....dan akhirnya sang penghalang pun mengikuti bulatan dan putaran bola salju besar itu...

Bola salju besar itu, bila kita lihat hanyalah ide yang terbungkus oleh logika realita. Logika-logika itu terikat dalam sebuah sistem. Sistem bola. Yang siap punya kemampuan berputar, bahkan merusak. Perputarannya adalah sebuah proses revolusi, yang bisa menggulung apa saja, siapa saja, kapan saja, selama masih berada di lereng miring yang dilewatinya. Revolusi akan berhenti, ketika ada keseimbangan, lahan datar, yaitu ketika nilai kebutuhan (baik individu maupun kelompok) telah sesuai dengan nilai produksi (individu atau pun kelompok).

Judul note ini memang revolusi ide. revolusi, karena revolusi adalah sebuah pembentukan sistem, pergerakan/putaran yang membesarkan arti realita. Ide, karena kini point ide lah yang bisa dijadikan bibit “bola salju” itu. Dahulu kita pernah mengalami revolusi perdagangan, revolusi industri, revolusi energi, revolusi informasi… hingga semua itu berlabuh pada bidang datar yang bernama dunia tanpa jarak. Hanya waktu yang memberikan perbedaan di dunia ini. Keseimbangan muncul ketika kita berbicara masalah akses informasi, akses barang, akses mesin industri. Siapa yang masih benar-benar masih tak bisa menjangkaunya diluar kendala modal?


Ketika semua sistem kehidupan sudah saling terhubung, seolah tanpa jarak, maka yang kita tunggu adalah, apakah ada ketidak seimbangan lain yang akan terjadi?.. maka bila itu terjadi, tak usah menunggu.. bola salju pasti akan meluncur….






Sistem kehidupan ini tersusun tidak sendirinya.. Butuh waktu ratusan, bahkan ribuan tahun hingga akhirnya kita sampai ke masa semua serba “dekat” ini.

Terbentuknya sistem ini tak lepas dari adanya pergerakan revolusi, atau jika dianalogikan seperti adanya bola yang meluncur deras, yang membenturkan realita, hingga akhirnya membentuk sistem-sistem kehidupan yang ada. Semua membutuhkan logika, logika berdasarkan system yang telah ada…

Mengingat-ingat lagi…

Revolusi Perdagangan membuat negara harus menstrukturisasi sistem di negerinya agar mampu melakukan perdagangan antar benua, hingga akhirnya harus mengkolonisasi negeri-negeri yang tak “mampu” mengimbangi "tren" kolonisasi yang terjadi.

Revolusi Industri membuat negara-negara harus menstrukturisasi sistem Industrinya, hingga mampu mengimbangi pertumbuhan produksi dan cepatnya distribusi barang melalui jalur perdagangan. Revolusi ini menciptakan negara-negara produsen, dan Negara-negara yang ditakdirkan jadi konsumen sejati.

Revolusi Energi muncul akibat munculnya ketidakseimbangan penggunaan bahan bakar. Baik akibat industri, perang, maupun akibat kebutuhan penggunaan energi untuk penunjang kehidupan.revolusi energi terkait langsung dengan revolusi sebelumnya dan revolusi setelahnya (seperti yang akan diutarakan di bawah)…

Revolusi informasi muncul ketika ketidakseimbangan kebutuhan hidup dengan sarana tertentu, tidak diimbangi dengan informasi cara menggunakannya.. maka timbullah “mata air-mata air” yang memberikan solusi atas dahaga informasi itu. Dalam perkembangannya, siapapun yang bisa mengelola sumber informasi itu “hampir” bisa melakukan segalanya. Dari permainan politik, permainan bisnis, bahkan bisa membentuk sebuah kolonisasi baru berbentuk serbuan-serbuan gaya hidup. Gaya hidup baru ini membentuk sebuah industri baru, dan “mungkin” saja jiwa-jiwa baru. Yang lebih individualistis, namun lebih mudah diatur, seperti buih.

..Mencoba berhenti sejenak….

Semua elemen kehidupan kini lebih mudah diraih, dan lebih mudah digali pesan-pesan apa saja, skenario apa saja yang akan dimainkan oleh para pemegang saham skema revolusi.

Dalam kelengkapan sarana, pasti ada yang tidak lengkap.. Ini bila melihat dari teori keseimbangan. Apa yang menjadi kekurangan kita di masa semua serba lengkap dan serba dekat ini?...

Hari ini waktu berputar terasa lebih cepat, karena setiap detik seolah mengirim maknanya tersendiri. Yang harus kita tangkap adalah, semakin orang yang tak kuasa menangkap makna-makna dari setiap detik waktu yang berjalan. Banyak orang yang overload, banyak orang yang nge-hang, bahasa kasarnya, banyak orang yang susah karena perbuatannya sendiri.

Yang dibutuhkan saat ini adalah.. ide..

Ide membuat makna yang terkandung di alam bisa jadi lebih terolah. Betapa dahsyat jadinya bila setiap detik waktu kita memiliki rencana yang terkait kuat dengan realita? Sehingga setiap langkah kita memiliki jejak yang kuat dalam kehidupan sosial kita? Kehidupan pekerjaan kita?..

Akan datang masanya, saat ide menguasai dunia. Dunia hanya membutuhkan ide untuk bisa berjalan, karena semua sudah ada. Karena semua elemen sudah sempurna.

Di masa revolusi ide, Setiap orang butuh ide yang matang, walaupun ia harus membeli. Setiap orang akan berlomba-lomba mendapatkan ide/skema dasar untuk menjalankan hidupnya. Para penggagas sistem adalah orang-orang yang kaya.. dan mampu memanipulasi elemen dan sarana yang ada. Sistem ada, karena ada bank ide. Dan ide itu layak untuk dihargai.



Bila melihat Malaysia, yang sibuk mematenkan karya-karya lokalitas, maka kita telah melihat contoh Negara yang mulai menyusun strategi, positioning dalam persaingan revolusi ide. Jangan salah, nantinya setiap pattern sesuatu hal yang berhubungan dengan ide lokalitas yang telah dipatenkan Malaysia, kita harus mendapat izin dari mereka. Menjajah mulai sekarang, itulah mungkin yang mereka kerjakan sekarang. Betapa mengerikan dan menggelikan bila itu terjadi..hehe

Saya semakin yakin bahwa revolusi ide akan datang lebih cepat, ketika CD bajakan Inul membuat Inul jadi sangat popular. Kenapa? Karena yang tampil disini adalah industri ide. Ide geol, yang sebenarnya tidak penting-penting amat, telah berhasil didistribusikan secara tidak langsung oleh sistem pasar yang spontan, ke masyarakat luas. Inul pun jadi kaya, itu sudah pasti….


Saya semakin miris dengan nasib artis/khususnya musisi, yang beberapa kurang abai atas ide bermusik mereka. Sibuk membela diri dengan semboyan jangan beli bajakan. Padahal, mekanisme pasar tidak peduli. Mekanisme pasar hanya melihat, sesuatu bisa lebih murah, itulah yang mereka dapatkan. Dalam system banyaknya peredaran CD bajakan sekarang, apakah artis masih bisa kaya? Saya jawab dengan pasti, Bisa!
Kemampuan artis bermusik dan kemampuan daya sebar CD/kaset adalah dua hal yang jauh berbeda. Apakah musisi sadar bahwa mereka telah menggadaikan nilai idenya dalam bentuk kaset? Apakah mereka tidak bercermin, bahwa penggemar mereka lebih menunggu kejutan ide perform mereka di panggung?...
Hmm.. perlu diingat.. dalam membaca wacana revolusi, unsur hati dan moral adalah sebuah “aksesoris” yang sifatnya sangat subjektif.

Saya tertawa terpingkal-pingkal, bila artis menggadaikan performa mereka dalam sebuah penampilan lypsinc. Padahal pertunjukan musik adalah sebuah nilai mahal, sebuah hal yang sepatutnya dibayar mahal untuk kepentingan mereka. Setiap detik mereka mengeluarkan ide dan kemampuan. CD asli itu akan berharga sebagai merchandise saat penggemar puas dengan pengalaman mereka. Dan saya pun akan dan harus mencari CD asli, saat puas menonton performa mereka.Kini jaman berbalik, namun itulah hal yang paling logis yang bisa terjadi. Untuk ide ini, saya berharap label berfikir lebih besar, pikirkanlah pembentukan “image” sang musisi, hingga dengan performa langsunglah sebuah image bisa menjadi tolok ukur. Image kini adalah sebuah hal yang sudah layak di”manage” dan di kelola dalam unsur bisnis. Hingga Tak hanya melulu berkutat di jualan “kaset”.


Bisnis pertunjukan semakin berkembang, dan hal itu membuka ruang untuk para music engineer, lighting engineer,dan musisi profesional musician mengembangkan kemampuan “menggedor” hati penggemarnya. Musik adalah interaksi.. dan interaksi adalah obat hati yang autis.. Untuk hal ini saya bisa berkata: “Lypsinc adalah korupsi”



Ada pertanyaan muncul saat saya memikirkan revolusi ide ini, bila revolusi ide baru terjadi kali ini, apakah (lalu) Michael Angelo lahir di masa yang salah? Saya rasa tidak, karena di setiap kondisi tertentu pasti terjadi anomali. Di setiap masa akan muncul orang-orang yang seolah hidup tidak dimasanya, namun mungkin akan menjadi “trigger”…Karena Tuhan / sistem utama alam telah mengatur, tidak akan ada yang benar-benar seimbang, kecuali inti (jika itu di atom). Bahkan inti pun memiliki pasangannya sendiri… Seperti air, dalam suhu tertentu, memiliki kondisi tertentu….


Setiap masa menghasilkan cerita dan kejadian. Cerita itu bisa saja terbungkus kenangan indah atau pahit, tergantung posisi dan cara kita menyikapinya. Tapi di balik kisah-kisah itu, kejadian adalah rentetan pelajaran berharga, bahwa keseimbangan dan ketidakseimbangan adalah permainan Tuhan diputaran waktu yang dibuatnya..jadi.. sante aja.. selalu berfikir besar saat bermimpi dan,..selalu realistis saat melangkah…get your best position in any condition…

Tuesday, March 03, 2009

Kenyamanan dalam Facebook




Beberapa hari ini, entah kenapa, mungkin "Yang Diatas" sedang memberi saya sebuah petunjuk untuk mengembangkan diri saya untuk menjadi lebih "bebas dan nyaman". Kebebasan dalam berpikir, bertindak, dan menerima sinyal-sinyal dari kelima indera yang kita punya, yang berpengaruh langsung pada tingkat kenyamanan kita dalam "menikmati" konten canggih facebook.

Facebook, dengan konten konsep web 2.0 nya, telah menjadi fenomena. Hanya dalam kurun waktu 3 bulan saja, pengguna facebook telah meningkat lebih dari 50%, dari 20 juta pengguna melonjak menjadi 50 juta pengguna. Konsep web 2.0 memberikan kebebasan dalam pengembangan fitur-fitur dalam sebuah konten web. Dan secara otomatis bertambah pula kompleksitas masalah yang menjadi konsekwensi yang harus kita hadapi.

Kompleksitas yang kita hadapi biasanya berawal dari ketidaksukaan kita pada tingkat interaksi yang kadang terasa terlalu cepat dan terlalu meluas.Dalam settingan maksimal, interaksi yang didukung oleh aplikasi-aplikasi pada facebook, membuat kita bebas "berbuat dan memberikan influence" pada lingkar jaringan yang kita miliki. Namun kitapun bisa memberikan kesan eksklusif pada settingan facebook, hingga kita susah "disentuh" dan susah diajak berinteraksi.Menurut saya,semua settingan itu adalah pilihan kita.

Semakin canggih sebuah alat, seharusnya semakin memudahkan kita. Hal itu juga dalam beberapa kasus, kemudahan yang kita dapatkan menjadi kesusahan bagi orang lain. Ada beberapa hal yang biasanya membuat ketidak nyamanan itu terjadi, misalnya:

- Ketidakmengertian user terhadap aplikasi yang diberikan, wall fungsinya untuk apa, notes berfungsi untuk apa, dan private message pantas digunakan untuk apa. Secara teori komunikasi, ketiga fungsi diatas, memiliki hirarki yang berbeda, dan pengaruh yang berbeda kepada publik.

- Terkadang user memiliki tendensi tertentu dalam berhubungan dengan pihak lain. Tendensi itu bisa baik, bisa juga buruk.

- Pemilihan bahasa, baik langsung maupun tidak langsung, menunjukkan "level interaksi" kita di muka publik. Permainan bahasa pun bisa menjadi sebuah "pertunjukan" tersendiri dalam hubungan berinteraksi kita di facebook.

- Kecanggihan facebook tak hanya sebatas bahasa tulisan, namun juga bahasa gambar. Pada kasus tertentu, tagging dan upload gambar bisa mempengaruhi hubungan interaksi antar user.

Jadi apa yang harus kita lakukan agar merasa nyaman saat berfacebook?

- Pilihlah teman secara bijak. Teman yang "sesungguhnya" biasanya memiliki keterkaitan historis dan psikologis pada kita. Teman secara historis biasanya berdasar pada sejarah kita berinteraksi dengan mereka, pernah satu sekolah, atau sama-sama dalam sebuah lingkungan yang kita kenal. Teman secara psikologis biasanya diliat dari niatan mereka berteman. Apakah ada pesan perkenalan terlebih dahulu? Apakah tiba-tiba add?Adakah mutual friend antara kita dan dia?... Kembali lagi, semua itu pilihan, dengan resikonya masing-masing.

- Gunakan aplikasi secara bijak. Menulis pada wall, status, notes, writes, masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda pengaruhnya. Penggunaan aplikasi ini berdampak langsung dengan karakter kita, bisa jadi bila kita suka membuat status ngasal, kita terbaca sebagai orang yang ngasal. Bisa jadi kita memberikan statement pada wall seseorang, kita dicap sebagai seseorang yang kurang bijak atau kurang objektif menilai orang lain, atau bahkan memiliki tendensi tertentu. Dibutuhkan kematangan dalam berkomunikasi, apakah sebuah tulisan itu lebih baik ditulis dalam wall atau private message. Hehehe.. balik lagi.. semua itu pilihan.

- Facebook itu canggih. Dan kita bisa mendapatkan banyak hal dengan facebook. Berapa puluh persen pendukung/pemilih Obama berasal dari facebook. Seperti manusia, facebook pun memiliki potensi, tinggal sejauh mana kita mengolah potensi itu. Atau bisa juga dibilang facebook itu seperti pedang, tajam, namun terserah siapa yang menggunakannya. Apakah dia pendekar ataukah perampok... hehehe...

Selamat menikmati kecanggihan facebook!

form follow force!!!







Ada yang bilang, kota Jakarta hampir tenggelam
Ada yang bilang, kota Jakarta sudah susah untuk dipulihkan
Air tanah semakin habis, air laut semakin menyusup tanah Jakarta


Sebagian desainer perkotaan menyarankan untuk pemisahan fungsi ibukota
Pusat pemerintahan pindah ke kota lain.. Lihat saja kota pemerintahan di luar negeri (Amerika Serikat dan Australia), terpisah antara pusat pemerintahan dan pusat bisnisnya.

...Jakarta terlalu sumpek.. begitulah sebagian analis perkotaan menyimpulkan....


Jakarta dengan bentuk kotanya, isinya, dan fungsinya yang beragam.. semakin susah dipetakan..


....hmm...

Saya ingat zaman masih sering ngulik teori-teori tentang kota.. bahwa kota itu memiliki bentuk, memiliki "needs", memiliki "hasrat", untuk menjadi sesuatu....

kota itu bagai sebuah kumpulan jiwa.. yang saling tarik-menarik.. dan membentuk sesuatu identitas...

sampai saat ini saya masih percaya tulisan D'Arcy Thomson mengemukakan, " bahwa terbentuknya sebuah bentuk (form) merupakan resultan dari kehadiran banyak force yang berada di dalam atau di sekitarnya. Bentuk akan terus ber-evolve dengan beradaptasi dengan force yang ada". (Thompson, 1961: 11)....dari buku: Thompson, D. (1961). On Growth and Form. Cambridge University Press.

... Jangan salahkan siapa siapa jika Jakarta menjadi seperti saat ini...


... Bukan lagi saatnya membicarakan form follow function... karena fungsi adalah sebuah variabel tunggal yang tak memiliki memiliki template bentuk.. apalagi harus diwadahi dalam sebuah keegoisan bentuk.......

Tuesday, December 30, 2008

Catatan Akhir DiAwal Tahun




Terdengar lagi pembantaian manusia di Palestina..
ratusan nyawa dijadikan renda-renda ego penguasa..
..
Terdengar hiruk-pikuk insan-insan pengobar kebebasan
Memaksa kita memanjakan ego yang dibungkus hak berazazi
..
Ego itu sampah..
Ego itu bau..
Dan Adam pun dibuang ke bumi karena ego..
...
Beribu orang bangga akan pencapaiannya
yang berbanding sejuta saat Tuhan mencipta nyamuk
yang hingga kini tak ada yang mampu menyamakanNya
...
Apa arti kebanggaan, bila tidak dirasakan bersama?
Apa arti kesenangan, bila yang lain sengsara?
Apa arti dunia, bila neraka hadir mendahului surga?
...
Aku membayangkan, roman-roman insan yang tercabut nyawa
apa yang mereka pikirkan?
Hingga mata mereka terbelalak saat membiru
Hingga mereka terdiam menganga
Apakah mereka tak rela sampah ego menyertai terbangnya nyawa mereka?
...
akhir yang seolah terlihat seperti koma, bukan titik.
akhir yang terlihat ada sesuatu dibaliknya
akhir yang membuat kita bertanya-tanya, apa yang akan terjadi berikutnya..

...
Puisi ini saya buat saat air mata menitik melihat sesosok tangan dari manusia Palestina yang tertindih runtuhan bangunan yang dibombardir tentara..

Wednesday, December 17, 2008

alam terus bergerak



Bila melihat langit jakarta bulan-bulan ini, tentunya membuat kita ingat akan pentingnya jas hujan, payung, atau mungkin kamera. Kamera yang mampu menangkap spektrum jingga yang indah, terpantul di gumpalan awan sore... Awan senja membuat kita menikmati prosesi menuju gelap.

Apakah kita harus merasa takut pada gelap, padahal Tuhan dengan bijaknya memberi kita hiburan sebelum gelap datang.
Apakah kita harus takut pada cahaya malam.. yang hanya membiaskan titik-titik, bukan bias terang siang layaknya lampu soft box-nya photografer menerangi ruangan?

Terangnya siang, dan gelapnya malam, hanya sebuah perubahan, dan bukan kontradiksi. Semuanya saling terhubung, dan tidak bermusuhan. Itulah yang harusnya kita syukuri. Masing-masing periode saling berhubungan dengan prosesi-prosesi indah buatan Tuhan . Padahal Ia tak pernah ikut jadi creative-nya Event Organizer...Yang bertugas memikirkan sajian acara-acara indah. Tapi Tuhan senang melakukannya..senang menghibur kita dengan fenomena-fenomena alam diantara fenomena alam lainnya...

Jadi sekali lagi.. apa yang kau takutkan dari proses setelah kamu merasakan dirimu di hari ini.. apa yang kau takutkan dari sebuah ketidakpastian?
apa yang kau takutkan dari ketidaknyamanan?
apa yang kau takutkan dari rasa tertekan?

Bersyukurlah.. rasa itu ada ketika kita akan berubah.. ketidakpastian ada saat pasti belum datang..
bersyukurlah.. kota-kota yang kejam memberikan kekejamannya sebelum kita menaklukkannya dengan senyum..
Bersyukurlah.. Tuhan menekan kita agar kita menjadi bentuk yang lebih sempurna..
Bersyukurlah.. Tuhan sedang mengukir kita..

Semua bergerak, alam bergerak, sampai debu-debu yang masuk mata pun tak berhenti di situ. Terus bergerak. Lalu mengapa kita terdiam melihat perubahan itu..

Semua yang menertawakan kita adalah sosok-sosok rumput indah yang bergoyang dan harus dipandang. Tak perlu dirasa, karena yang dirasa haruslah angin harapan yang berhembus yang memberikan goyangan santai...

Tuhan menitipkan pesannya pada alam yang bergerak
Tuhan memberikan tipsnya pada kota yang kejam
Tuhan memberikan tawanya pada hamba yang bersyukur...

Sunday, September 07, 2008

indigo superlative



Ustad tahu apa yang kau lakukan kemarin..
Ustad tahu apa yang kau pikirkan
Dan Ustad tahu engkau tak bisa berbuat karena bla bla bla..
..
Begitulah penggalan kalimat yang dilontarkan seorang "paranormal" yang membuka praktek refleksi kepada pasien-pasiennya... Di sebuah sudut di selasar-selasar ibukota.
..
Semuanya begitu meyakinkan. Setidaknya terlihat dari anggukan-anggukan sok pasti para pasiennya. Mereka menganggap ustad itu adalah representasi dari pikiran-pikiran mereka yang belum terjangkau oleh wawasan dan waktu mereka.
..
Semuanya terlihat pasti. Dari penyebutan akar masalah.. kenapa seseorang mengalami masalah.. apa yang harus diperbuat. Dan siapa yang harus dipersalahkan.
..
Kehadiranku di pojok ruang praktek sang ustad hanyalah sedikit hiburan untuk urbanis kritis yang membaca tulisan ini..
..
Bahwa kejadian itu adalah plot /kumpulan sikap dan penyikapan yang saling terkait, itu sudah kusadari sejak dulu. Yang membuat praktek "baca membaca" batin orang semakin menarik adalah tingkat kepercayaan diri sang "paranormal" yang begitu tinggi. Tinggi sekali malah. Sampai mereka merasa mampu menggerakkan orang untuk menganggukkan kepala mereka. Setidaknya untuk 1 dari 5 pernyataan yang mereka ungkapkan....
..
Teringat akan kemamputan anak-anak indigo.. yang memiliki kontrol indra yang sangat kuat dan kadang mampu mempengaruhi suasana sekitar. Mungkin itu yang "pak ustad" inginkan. Tapi ada satu hal yang mungkin tak terasa. Bahwa keinginan sangat berbeda dengan realita... Anak indigo bergerak dari realita.. dan pak ustad bergerak dari keinginannya untuk membuat orang terangguk-angguk,...seolah itu adalah realitanya..
..
Anak indigo mampu mengubah dunia.. dan paranormal tidak! Indonesia tidak berubah menjadi merdeka pada awal tahun 1900an padahal memiliki ribuan dukun.. tapi Indonesia bisa berubah oleh beberapa tokoh indigo (dan tentunya dibantu oleh orang-orang normal berkeinginan keras) yang kini mungkin namanya telah menjadi pahlawan...

Thursday, May 29, 2008

Sosok-sosok di kaki langit




Angin dingin semakin kencang di awal malam..
membawa sedikit butiran-butiran salju yang menerpa muka-muka membiru
..Rasa dingin sudah terasa sampai ubun-ubun
dan teriak pun tak bisa melepaskan tekanan-tekanan urat saraf yang membeku diterpa salju.
Tinggal 15 langkah lagi menuju puncak... Namun rasanya seperti perjalanan panjang yang melelahkan. Rasa ingin pulang, berada di dataran hijau, kian memuncak. Namun ambisi untuk melihat dunia dari pijakan tertinggi pun tak kalah membuat darah mendidih.

..Tuhan, andaikan ini mimpi, segerakanlah.. rasa dingin ini membuatku takut...




Prosa tadi saya buat di lantai tertinggi kantor saya..sesaat membayangkan rasanya di puncak gunung yang tertutup salju..namun..kini saya haya berdiri di dek beton dengan rangkaian peralatan generator listrik dan pengolah air yang menderu..
Berisik sekali diatas sini.. Tak hanya suara mesin, alam pun kali ini bersuara cukup kencang..
angin yang menerpa seolah mengirimkan pesan singkat...

"Kau kini tahu..tempat teratas ini bukanlah tujuan.."
"Tak ada kepuasan disini...yang ada hanyalah deru mesin dan teriakan alam"
"Gedung tinggi ini hanya akan mengantarkanmu ke dalam ruang hatimu yang dingin.."
"...Jangan kau cari kepuasan disini...kepuasan ada di bawah sana..yang takjub melihat tingginya gedung yang kau pijak kini.."...
"Kau lihat disini...tak ada yang indah saat kau diatas.."
"Semua menderu...membuat hatimu menjadi dingin"..



Bah!..sepertinya saya mulai berhalusinasi.. angin jakarta cukup mengagetkan saya saya.. tiupannya seperti bisikan-bisikan yang menghunjam hati terdalam..

Orang-orang di kaki langit Jakarta... Bukanlah sosok-sosok yang puas... namun di otaknya penuh tanda tanya dan tanda seru.. otaknya benar-benar berkuah....

Monday, April 28, 2008

Makna Doa di Jakarta




Ada saatnya orang-orang Jakarta tertidur, melepas semua beban yang menekan-nekan otaknya. Kadang mimpi menghampiri mereka, berisi sedikit gambaran masa lalu, esok, atau bahkan masa yang tak mereka ketahui. Kadang mimpi hanyalah sedikit gumpalan masalah yang terkolase dengan rapi menjadi fragmen-fragmen cerita, yang kadang sudah dilupakan saat terbangun.

Betapa hidup adalah rasa syukur, yang mengalir dalam darah-darah panas orang-orang penuh keinginan.

Terlihat beberapa sosok bangkit di tidurnya, tak memikirkan apa yang terjadi dalam mimpinya, namun bergegas membasuh wajah dan sedikit bagian tubuh lainnya. Niat bersuci pun dicanangkan dalam hatinya. Berharap dalam kesepian malam teriakan hati terdengar lebih menggema di telinga Yang Kuasa.

Ini hanyalah salah satu doa mereka,penghuni Jakarta di malam hari, ...

I pray to you My Lord
If i could reach Your sky
i never gonna leave You

When i walk in the crowd of the city
my eyes want to see more higher...
so i can see all of them talking loudly

I feel worry now My Lord
Why people cursed themselves..
With arrogances and dominancy

Tell them.. Shout at them loudly
Not the money rules their journey

But always Your sign remains on our step...



Apakah Doa Itu Harapan

...kita bisa memilih..

Doa membuat kita mampu bangkit dikala seluruh badan nyaman dalam lelap.
Berharap rel kehidupan tetap kukuh dan tak membuat kita anjlok atau terlempar ke lembah yang membuat kita kotor. Pertanyaan-pertanyaan tentang kejadian yang ada di dalam perjalanan kita adalah sebuah anugerah dan beban tugas hidup yang Tuhan berikan.

Kadang beban terasa terlalu berat, namun menurut Yang Kuasa tak pernah ada beban berat yang melebihi kemampuan kemampuan orang-orang Jakarta. Bahkan kematian pun adalah sebuah gerbang bagi ruh untuk mengenal makna baru.

Doa kadang berarti tanya jawab dengan Tuhan. Tanya jawab mengenai makna, warna, dan rasa yang meliputi hari-hari. Dengan kompleksitas peristiwa yang ada di Jakarta, bisa memaknainya adalah sebuah nikmat khusus yang mungkin pantas diberikan pada orang-orang Jakarta.

Memaknai hidup di jakarta dengan cara yang lain, bisa dilakukan dengan cara yang belum kita kenal.Puisi-puisi berbahasa asing dan makna-makna asing kadang butuh untuk kita santap, sebagai sajian pemandangan kereta kehidupan,dan referensi hidup, yang memberikan rasa dan tampilan yang selalu berubah dan berbeda.

Doa di Jakarta, adalah sebuah antitesis masalah Jakarta. Doa Jakarta tak hanya berisi harapan. Tapi juga mantra-mantra pembunuh kutukan arogansi dan dominasi makhluk lain yang hanya ingin puas bila melihat dirinya memuntahkan liur dari atas kepala orang lain...

Hidup di jakarta tak membutuhkan toleransi. Toleransi hanyalah sandiwara kecil dalam sebuah prolog pembukaan pertunjukan drama yang anti happy ending.. Butuh ikatan yang lebih kuat untuk saling berhubungan di jakarta ini. Tak cukup diikat dengan tali karet bernama toleransi.

Monday, April 21, 2008

Diri Kita:"Cermin" Kita,Tempat "Tinggal" Kita,"Kota" Kita.



Minggu(Tanggal 20 April) kemarin, saya berhasil mencapai pencerahan yang lumayan ngaruh sampai ke lubuk hati terdalam (Beuuuu...). Semuanya terjadi setelah menghadiri Green festival di Parkir Timur Senayan Jakarta. Penjelasan dan semua presentasinya memang bagus (menyangkut peningkatan kesadaran kita terhadap ancaman global warming--yang notabene akan menghabisi kita). Tapi bukan disitu letak pencerahan yang saya dapatkan.

Konsep pameran disodorkan dalam bentuk hirarki ruang, sehingga kita seakan berada didalam rumah sendiri. Itulah titik point yang saya dapatkan. Begitu banyak penjelasan mengenai segala teknologi baru dan perbandingan-perbandingan antara kita, konsumen teknologi, dengan alam yang semakin dirusak oleh teknologi itu sangat membuat kita terpana (dan kadang tidak mengerti kenapa mereka bisa nyiptain teknologi kayak gitu :P). Tapi dengan "penataan" ruang ala rumah sendiri, membuat kita merasa lebih merasakan apa yang terjadi di luaran sana.

Paragraf diatas bisa saya jadikan satu kalimat simpel. Memetakan diri sendiri membuat kita lebih merasakan realita yang ada.
Memetakan diri sendiri, bagaimana caranya??
Banyak teori yang bisa menjelaskan mengenai menggali potensi diri sendiri, tapi terlalu berat membahas teori di blog ini, yang lebih banyak berisi mengenai sentilan dari realita.

Karena itu saya lebih senang berbicara dalam bahasa sentilan.
gimana si cara memetakan diri sendiri?...
Apakah harus ngedata dulu apa yang kita miliki dan apa yang kita mampu kerjakan???
Oh tidak, rasanya itu malah mendegradasi kemampuan manusia yang bisa jadi apa saja dengan kemampuan diri sendiri atau dengan jaringan yang dia miliki (yang kadang bisa terus berkembang pesat tanpa terukur). Sekali lagi, jangan kebiri kemampuan otak kita!..
(..bergerak dari data yang ada kadang membuat kita kaku dan bisa menghilangkan ciri kita<--sebuah ciri korban modernitas dan universalisme)

Memerankan Peran "Kita"
Maka satu hal pertama yang harus kita lakukan untuk mengetahui diri sendiri kadang cukup dengan cara membuat/menjalankan skenario peristiwa yang bisa menimpa kita. Beruntunglah para artis teater dan artis film yang sering menerima naskah yang baik dengan peran yang menantang. Namun tak perlu iri dengan artis (lagian jaman sekarang sudah ga musim ngiri dan sakit hati, balas saja dengan prestasi !!!).
Ga harus jadi artis untuk bisa menjalankan sebuah skenario. Kadang dengan melibatkan diri pada sebuah sistem yang berlaku di sekitar kita (misal di kantor) membuat kita 'terhanyut' dalam aliran-aliran ritme hidup baru yang menyebabkan kita memiliki "schedule" yang jelas dalam hidup kita. Schedule yang kadang bisa membenturkan kita pada masalah dengan individu lain, atau malah benturan yang ternyata "tangga" untuk membuat kita menapak lebih tinggi. Solusi menjalankan skenario adalah sebuah solusi untuk para individu yang masih bingung dengan istilah "jadilah diri sendiri".
Menjalankan skenario membuat kita lebih mengenal sebab-akibat dari sebuah cerita. Sebab-akibat itu bagaikan 2 buah simpul tali yang sedang bergantung pada tiang-tiang kehidupan, dan di tali itu akan tergantung karya-karya kita. Inilah titik awal sebuah pemaknaan diri.


Sadarilah Fungsi Waktu
Apa hubungannya waktu dan proses memetakan diri sendiri?
Waktu adalah uang. Itu kata orang sibuk yang memanfaatkan waktu sebagai detik-detik pertukaran dirinya dengan realita. Realita itu kalo kita liat secara pemahaman limitnya matematika sma (beuuu), tersusun dari segmen-segmen peristiwa kecil yang saling terhubung. Segmen itu terus berjalan dan tak pernah berhenti. Semakin kita menyadari segmen-segmen yang terjadi, maka otomatis kita telah ikut terlibat di dalam segmen itu.Keterlibatan ini adalah sebuah bentuk aktualisasi diri kita pada segmen kejadian itu. Ada orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya dengan cara mengabaikan segmen yang terjadi,dan ada juga orang-orang yang menyadari pentingnya perubahan terkecil dari dirinya. Menyadari perubahan terkecil dari diri kita pada segmen waktu yang terkecil, membuat kita mendapatkan gambaran apa yang harus kita lakukan di segmen berikutnya.
Waktu, tak cukup digambarkan dengan uang. Waktu tak cukup dibayangkan seperti lorong. Tapi waktu adalah ruang-ruang hidup, seperti rangkaian ruang mock up di studio foto, yang menuntut kita menjadi model-modelnya. Apakah kita akan memposisikan diri kita menjadi model-model yang gagal?


Menciptakan sejarah

Tokoh negara banyak yang bilang, bangsa yang (bisa) besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.
Merasa besar bukan berarti sebuah kesombongan. Tapi tak lain adalah bentuk kesadaran atas pengaruh yang bisa kita berikan pada sekitar kita.
Sejarah kita menceritakan, bahwa jaman dulu Sriwijaya pernah menjadi pusat keilmuan agama Budha. Sejarah kita juga menceritakan, bahwa kita bisa memberikan pengaruh kekuasaan sampai ke Birma. Sejarah itu adalah cerminan potensi kita di masa lalu, yang sebenarnya bisa diterapkan di masa kini.
Bukan masalah saling dominasi yang harus kita sadari (karena nilai seperti itu hanya menumbuhkan atmosfer individualistis), tapi aktualisasi diri kita secara positif pada kehidupan di sekitar kita adalah sebuah nilai yang bisa berarti banyak untuk orang lain .
Sejarah adalah portofolio kita. Sejarah adalah pondasi kemandirian kita. Dengan mandiri (bukan individualis), kita bisa memahami realita dengan lebih utuh. Mandiri berarti mampu menjadi subjek, predikat, dan objek realita skaligus, dengan memberikan pemaknaan pada orang lain.
Portofolio dapat disusun bagaikan bab-bab buku, yang tersusun per segmen waktu, dan bagaikan penamaan pada ruang-ruang kosong kita. laksana peta dalam kehidupan kita. Apakah kita senang bila hidup di dalam sebuah tempat yang hanya memiliki peta buta?

Sunday, March 30, 2008

Ruang publik


lebih dari dua minggu, di 1 April 2008,
Sebuah tanggal yang berarti untuk orang-orang yang ingin melihat gilanya dunia...
Entah berapa orang di hari itu yang akan dikerjai oleh teman-temannya..
April Mop, saat orang-orang merasa bahagia, diatas (mungkin) kebingungan orang lain, dan kegilaan dirinya sendiri...

Gila, bingung, bahagia

3 rasa yang tercipta saat menelusuri lorong ibukota. Gila bila kita meladeni aliran emosi di jalan raya ibukota. Bingung saat kita tiba-tiba ditilang, salah apa lagi yang berhasil ditemukan oleh polisi kreatif pada diri kita yang polos ini. Dan bahagia... walau sedikit...saat kita berhasil mencapai tujuan.


3 rasa ini selalu menyertaiku saat menelusuri lorong-lorong ibukota. Mungkin dengan ilustrasi yang berbeda, namun tetap 3 rasa utama yang terasa selalu membungkus diri.

Teringat pada tulisan ilmiah syarat kelulusan sarjanaku.
Tulisan tentang ruang-ruang di ibukota. Memang dari dulu aku sudah mengincar ibukota ini menjadi tempat berlabuhku. Kawah candradimuka tempatku menyalurkan bakat "gilaku". GILA...di luar kotak, fluktuatif, dan tak terikat...

Kebencian yang mendalam pada kemapanan semu membuat akal berontak. TAk perlu kita mencari kemapanan, karena kemapanan selalu ada saat kita sadar,bernafas dengan normal seraya berpijak mantap menatap karya kita, ITU CUKUP bagiku.

Diri ini selalu memandang jalanan ibukota layaknya jalur-jalur syaraf otak yang membuat manusia berpikir. Semakin banyak syaraf bekerja, semakin dalam manusia berpikir. Begitu pula ibukota, semakin sibuk lalu lintas, adalah ciri sebuah kota yang berproses, menghasilkan karya atau cerita-cerita seru. Bisa jadi juga kota bergerak hanya untuk berproses menghasilkan kotoran. Pergi pagi pulang sore tanpa menemukan makna apa-apa selain rupiah untuk biaya penukar isi perut.

Ibu kota yang jalan-jalannya dihimpit oleh bangunan tinggi, menjadi simbol pencapaian setinggi langit dari mimpi para penguasa jalan di pagi hari ..

Kadang kulihat, bangunan-bangunan itu terpengaruh oleh kuatnya sirkulasi jalan, sehingga orientasinya persis sejajar jalan. Tapi kadang juga ku melihat, bangunan yang mungkin ingin terlihat berbicara, dan terlihat, tumbuh di sisi jalan dengan orientasi yang berbeda dengan bangunan-bangunan sekitarnya.

Perbedaan orientasi itu berpotensi menimbulkan masalah. Hal ini akan menyebabkan timmbulnya ruang-ruang publik baru dengan bentuk baru yang berefek tak terduga di lahan bawahnya. Perbedaan akibat ruang-ruang publik standar milik bangunan sebelah kadang menimbulkan masalah. Ruang tak terpakai lah (lost space), atau kadang "ketidaksesuaian" dengan lingkungan itu memicu dan menularkan semangat perbedaan baru di bangunan lama yang ingin berubah. Persis kejadiannya seperti fenomena fasad acak di jalan Cihampelas Bandung. Order of cihampelas building facade sekarang memang sudah tidak bisa diambil tipologinya selain dari kesan kedisorderannya..
Cukup mudah untuk menciptakan sebuah order yang acak... seperti kita melempar batu ke air, maka gelombangnya akan merambat. Membiarkannya liar sejenak akan menenangkan air itu kembali. jangan sentuh air itu saat bergelombang, apabila kita ingin air yang tenang.

Ruang publik, seperti di arsitektur, memiliki pattern-nya masing-masing. Tergantung latar belakang pembentuknya. Tergantung Karakter pembentuknya. Dia bisa terus sesuai order, atau dia bisa acak (tak memiliki order bentuk). Dan mungkin yang lebih gila lagi, ruang publik bisa jadi berbentuk acak, namun sebenarnya terikat antara satu ruang publik dan ruang publik lain di sebelahnya, dengan 3 rasa yang kurasakan saat ini, menggilakan, membingungkan, namun tak tahu kenapa dia juga membahagiakan.

==
banyak sekali paradigma dan paternisasi keilmuan arsitektur yang patternnya sama dengan pattern masalah-masalah sosial yang timbul di ibukota ini.

Monday, March 24, 2008

It's All About Mindset


Pak Bayu pergi ke kantornya di Sudirman jam 5 pagi tadi..
Mobilnya ditinggalkan di rumah, dan lebih memilih motor untuk menembus kemacetan di perjalanan antara Parung-Sudirman. Pilihan yang berat dikala hujan, namun urgent di saat Pak Bayu harus memenuhi janji dengan klien di pagi hari.

Macet telah diceritakan pada laporan dibawah, yang menceritakan macet yang seperti gurita-gurita lapar dan serakah. Pak Bayu mungkin berhasil dan telah biasa melewatinya...




Saat kita sadar konsekwensi hidup di Kota,maka memilih, memutuskan dan teguh pendirian adalah kemampuan yang harganya mahal..

Tiap detik, tiap menit, dan tiap jam waktu berlalu seperti salesman,,,

memberikan banyak penawaran..

Banyak yang terlewatkan apabila kita tidak mendengar,
banyak yang terlupakan apabila kita tidak melihat,
dan banyak tawaran yang terabaikan bila kita tak punya tujuan.

Waktu yang terbuang akan memberikan pengaruh pada memori kita.
memori lama, akan terbungkus renda-renda kenarsisan diri, apabila tak segera mengisinya dengan memori baru.

Banyak contoh yang terjadi, saat dalam suatu institusi, penghalang terbesar yang dihadapi malah datang dari orang yang paling lama tinggal di situ. Orang orang yang selalu cerita tentang kebanggaan masa lalu. Tak semua orang lama seperti itu, orang-orang yang terus mendapatkan makna hidup biasanya berlaku lebih bijak, berubah dari laskar-laskar siap mati menjadi pengayom yang bijak..

Apa sih yang menyebabkannya.

Betapa orang tidak sadar
semakin lama ia semakin tak percaya lagi dengan informasi dari indera-inderanya.

Padahal dengan indera-indera itulah yang menghubungkannya dengan realita.
Lama hidup sang senior membuat informasi-informasi lama menjadi tumpukan memori di otaknya. Tumpukan itu kadang terangkai kembali menjadi realita-realita semu, yang mensimulasikan sebuah kejadian baru seolah mempunyai solusi dan template yang sama ala memori masa lalunya.
,,menyedihkan...sepertinya cocok juga saya namakan peristiwa ini sebagai VIRTUALMAPPING STIMULATION COMPLEX...(VSC)


tumpukan memori ala subjektivitas semu ini bila terus dibangun akan menyebar akut, seperti kanker yang merusak kemampuan indera-indera pembaca realita kita..

Tak heran..apabila penyakit ini dibiarkan...kemampuan mengolah masalah kita jadi minim, dan menjadi safety zone member forever....yang berfungsi hanyalah syaraf-syaraf tulang belakang dan otak-otak yang mulai overload..karena input masalah-si penyakit VSC-dan solusi semu beraduk-aduk di kepala dan berdenyut kencang...hiduppun laksana robot yang bergerak dengan voltase yang semakin tinggi...hehe


kadang VSC ini seolah digambarkan sebagai Mindset. Padahal ia hanyalah layaknya kumpulan benang kusut yang berbentuk "seperti" otak.

Mindset sendiri tentu adalah sebuah pola berfikir yang terbentuk dari rangkaian solusi akibat benturan keras antara pemikiran dan masalah yang muncul di realita. Tanpa solusi,tak akan lah si otak memiliki mindset yang jelas. Yang ada hanya ketakutan dan phobia yang disebabkan VSC itu...



Berpikir dan bersolusilah sampe tua, agar hidup terus berarti, karena masalah terus berkembang dengan pattern-pattern yang indah ala teori fractal

Tak ada mindset yang salah saat kita merasa mampu mengimbangi masalah...

Pak Bayu, dengan keputusannya, sedikit banyak telah merubah arti kemacetan yang awalnya adalah sebuah suasana yang harus dirasakan, menjadi hanya sekedar info kecil indera penglihatannya saja...Pak Bayu melenggang terus menembus kemacetan kota,dan kemacetan pikiran....

Pak bayu sudah bikin terobosan dengan caranya. Andai yang melakukan ini adalah pemerintah, penguasa, atau apapun itu yang menguasai sistem lalu lintas negri ini. Dengan segala kekuatannya, bisa menerobos kebuntuan yang dirasakan rakyat jelata....


fiuhh,....akhirnya berani juga saya menulis tulisan gila ini...maju terus urbanistis!

============
Akhirnya ketemu juga tulisan yang sedikit banyak seirama dengan tulisan ini:
Dari buku Pelatihan Shalat Khusu' Karya Ustadz Abu Sangkan, hal 39:
Memorisasi dianggap sebagai sebuah produk utama yang akan menunjang keberhasilan seseorang di masa depan. Ini sudah menjadi semacam hukum tak tertulis di masyarakat. Padahal memorisasi adalah sebuah produk mental dengan kadar yang terendah dan terhitung primitf.
Itulah yang menurut Dr. Hidayat Nataatmaja sebagai penyakit cyber yang menjadikan pikiran manusia modern berubah menjadi pikiran mekanis dan digital (syariat termasuk kategori ini). Bahkan disebut sebagai HIV dan AIDS di dunia inteligensi/pikiran Inteligensi manusia bisa lenyap karena virus itu, sehingga intelligence nya mati dan diganti dengan artificial intelligence, rational intelligence, yang tidak lait daripada digital intelligence. Orang seperti ini mati perasaannya, tidak memiliki kehalusan budi, rasa cintanya punah dan penampilannya kaku karena pikirannya ditimbang dengan hukum hukum positif saja.

Wednesday, March 05, 2008

Bom Waktu yang Bernama Diam

Semuanya serba cepat
Semuanya ingin di titik tujuan
tak ada toleransi untuk para penikmat perjalanan dan proses

Arti diam kadang berarti nista
Diam berarti sakit, butuh diobati
dan segala yang terkait dengan diam adalah sebuah rezim yang layak digulingkan




Hehe..serius sekali intro cerita kita kali ini. Mungkin gara-gara nulisnya sebari denger lagu Fatal Tragedinya Dream Theater, semua kejadian bodoh di kota ini keliatan kayak tragedi...hehe..sudahlah..ayo kita kembali ke realita!


Jakarta..Jakarta..
Semakin hari keliatan watak aslinya, macetnya si sudah biasa,hiruk-pikuknya juga sudah mulai bisa dinikmati. Bahkan orang jahat-orang baik pun ternyata sama saja, sama-sama butuh duit. Gak perlu pake gengsi nyari duit di Jakarta. Gengsi perlu kalo memang gara-gara gengsi kita dibayar...haha


Di Jakarta ini semua bergerak. Jadwal terus diperbaharui. Sudah biasa rasanya merasakan perubahan deadline yang dipercepat, tambahan kerjaan yang tiba-tiba, atau rejection yang menyesakkan hati. Tapi inilah warna-warni Jakarta.

Naah... Bosan dengan Jakarta. Tips berikut bisa dijadikan "teladan" (wih...luhur sekali maknanya), hehe...teladan, indah banget..
Ini die:

1. Tidurlah di manapun, saat kite merasa bosen
SElama tidur ga dilarang (kecuali biasanya sama guru sejarah yang boring), tidur itu teknologi yang canggih banget untuk ngilangin bosen.
Satu hal yang sering dilupakan saat tidur. Niatin kita ingin bermimpi. Walaupun ga kejadian sapa tau niat kita jadi doa yang manjur.

2. Jalan jalan

Kayaknya kalo yang ini si dah umum ya... Naa mungkin biar lebih manjur coba aja didahului dengan mengajak jalan-jalan dengan orang yang baru kita kenal atau kita belum tau banget tentang orang itu. Biasanya hal itu banyak memberi makna baru dalam jalan-jalan. Langkah ini beresiko, kalo kita berhadapan dengan orang yang cenderung boring. Na, bikin list pertanyaan ala wartawan bisa juga dicoba biar komunikasi tak terputus.

3.Lakukan hal yang beresiko

Nah ini mungkin di luar kebiasaan orang yang boring. Biasanya orang boring ribet kalo diajak susah. Terlalu terbiasa di comfort zone mungkin penyebabnya. Ayo kita sedikit keluar dari zona setan itu...
Apa saja si hal yang beresiko?..
Jangan mikir terlalu jauh, kadang kenalan sama tentara di pomdam jaya bisa jadi hal yg beresiko, atau kadang masuk ke istana negara adalah hal yang beresiko.

4. MErusak Barang (langkah terakhir)
Jangan negatif dulu. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang tidak kekal. dia selalu butuh perubahan, bahkan kadang perubahan drastis, apalagi saat himpitan rasa gagal saat mencapai harapan. Nah...kadang sifat itu dilampiaskan dalam emosi yang meledak dan merusak barang***....
Ngambil contoh dari orang-orang emosi itu, sebenarnya kita bisa melakukannya tanpa emosi. Siapkan saja barang-barang yang ingin kita rusak. Kertas bekas kek kalo mau yang ringan, atau mungkin pigura berisi foto mantan kek, kalo mau sedikit merusak barang yang keras.Semua ini sebenarnya lumrah dilakukan, asal ada satu syarat. Yang dirusak itu bukanlah barang orang, atau bukan portofolio kita yang seharusnya jadi modal kita mengaktualisasikan diri di kehidupan gila ini. Portofolio mah penting pisan untuk dijaga...

Semua langkah diatas sebenarnya bisa disingkat jadi satu kalimat....MANUSIA BUTUH BERGERAK...dia tidak bisa diam. Diam hanyalah bom waktu yang bisa meledak tak terkendali. Diam adalah racun di tanah Jakarta. Kabayan sipemalas pun butuh mikir saat nyaba ke Jakarta!
=======================================================
***kenapa ini dijadikan pilihan, karena banyak orang yang mengambil pilihan ke empat ini sebagai jalan keluar, namun tanpa pertimbangan (bertindak dungu). Bagi gw suara kertas sobek terasa merusak sekali. Makanya unsur merusak itu sebenarnya bisa dilambangkan dalam bentuk suara..dan bila dikomposisikan bisa menjadi musik...hehe..maka mendengar musik pun sebuah jalan keluar yang terdengar baru.... Namanya sesuatu itu kalo dah dipikirkan sehingga punya komposisi/sistem/jaringan/atau apapun namanya, biasanya jadi dahsyat impactnya...
Merusak pun tidak harus berarti merusak...A', metal a'! (salam/panggilan fans band metal di bandung ke band kesayangannya)

Tuesday, February 26, 2008

Bermain-main dengan transportasi Jakarta..




Apa kabar temans?
Apakah sudah menikmati seruputan kopi hangat tadi pagi?

..Syukurlah, secangkir kopi hangat memang membuat badan kita merasa sedikit terbakar untuk melakukan kegiatan pagi.

Tapi... Ternyata lebih syukur lagi apabila kita tidak kecanduan kopi.
Kafeinnya membuat kerak di usus semakin banyak... Kulit-kulit usus kita seolah kebal dengan asupan makanan bergizi alami.

Ternyata bicara tentang minuman, tak jauh beda dengan membicarakan masalah lalu lintas. Nah, lho, kok, bisa???
hehe... kalo dari mata manusia, memang susah menyamakannya... Coba kita sekarang melihat dari (mata) usus kita sendiri... hehe..
Usus itu kalo dibentangkan panjangnya mencapai 12,5meter. SEbuah panjang yang luar biasa untuk perjalanan secuil makanan yang berukuran jauh lebih kecil dari kepalan manusia..

Apa yang terjadi di jalanan Jakarta sedikit banyak mirip dengan yang terjadi pada usus pecandu kopi...Hehe, mulai seru ni, ternyata intro cerita diatas, di awal blog ini (yang seolah gak nyambung) ternyata memang nyambung sama judul blognya.

jalan-jalan jakarta saat ini seperti perut yang bermasalah...

Di pagi hari, jalan jakarta bergerak seperti perut yang bergejolak ingin meledak
makanan kecil sudah terakumulasi di usus besar, semua menumpuk, gas-gas buangan ingin segera dikeluarkan. Tindakan ala kentut adalah sebuah prosesi yang wajar. Orang-orang mulai panik dan berlari menuju satu tujuan. ya wadah pembuangan mereka...mereka membuang semua isi otak di wadahnya... ide-ide mereka ingin dikeluarkan seiring tarikan nafas berbau uang dan kentut yang mereka butuhkan



di siang hari, jalan jakarta seolah seperti gejolak lambung yang berontak ingin diisi sehingga kalap..seolah lambung berisi kebingungan-kebingungan dari makanan yang tak tau asal prosesnya seperti apa . Perputaran kebingungan yang seiring cepatnya akal polantas--si malaikat penghitung kesalahan pengendara motor--...
makanan yang tak tahu asalmuasal pembuatannya merangsek ke dalam usus. Semua kuman dan bakteri mulai bergumul atau berkenalan. gejolak lambung yang seperti parkiran-parkiran gedung mulai dijejali oleh makanan antah berantah. Makanan yg defensif kala diolah akan ditolak....dan langsung menuju anus...untuk kembali ke alam asal


di sore hari,Semua mulai kembali berbaris menuju peraduan

Sari-sari makanan telah diserap dan tinggal ampas yang siap ditampung alam yang semakin kotor. SEmua pulang dalam kekosongan pikiran atau kekalutan rasa akibat diputar dan diombang-ambingkan keadaan.

Monday, February 25, 2008

10 menit di hari Senin



Kota Jakarta di hari Senin...Mulai diisi oleh orang orang penting...
bak gurita yang baru bangun tidur..
Menguap di pagi hari....sambil merentangkan tentakel-tentakelnya...memasuki wilayah-wilayah merah ibukota...yang terjal...menanjak...tanpa keletihan...Tak tersisa tanda tidur malam yang kurang lelap..

Sial-lah manusia biasa yang masuk ke Jakarta di Senin pagi...Bukan udara segar yang didapatkan, tapi angin hangat hembusan nafas jakarta yang baru menguap..Kadang berbau, kadang menjadikan kulit berminyak.

Tak salah jika langit pagi Jakarta kadang berwarna kelabu
Bagai tinta-tinta hitam yang dikeluarkan tentakel saat saling beradu dengan tentakel lain...begitu sibuk terlihat dari jalan raya...

Jakarta di hari SEnin dalam 10 menit adalah sebuah keajaiban kecil..
Keajaiban untuk manusia biasa yang tak ingin teraduk dalam masalah..
karena kota Jakarta layaknya delta muara...yang dasarnya menjadi rumah gurita...

Tindakan gurita yang memang makhluk air...berlagak seolah ingin delta ini semakin karam...agar semakin masuk ke dasar samudra...
Biarkan air laut menenggelamkan Jakarta....
Karena Laut adalah tempat yang sejuk untuk gurita...


Gurita-gurita Jakarta...
Yang terlihat semangat untuk mengaitkan diri pada mangsa
dan tak perlu peduli dengan udara hangat berbau

Gurita-gurita Jakarta...
Tak ingin disentuh manusia sejati..
karena phobia dengan jaring-jaring senyum mereka...

Senyum manusia biasa yang kadang mengikat...menjeratnya ke dalam kotak-kotak penyimpanan makanan di perahu layar manusia biasa...
Di dalam kotak itu gurita akan digarami, sehingga menjadi santapan lezat manusia biasa yang sedang lapar..
Manusia manusia biasa yang hanya butuh ruang gerak...sesuai kebutuhan utama mereka, tidur, makan, dan bekerja...

Thursday, February 21, 2008

memanen status quo (?)



duduk di pematang sawah pinggiran kota di senin pagi...
sengaja kubawa termos kecil berisi kopi buatan istri tercinta..
sambil kulihat petani mulai menyisir pinggiran sawah yang siap panen...Hm..Sepertinya panen memang sudah dimulai.

Sawah membentang, kurang lebih 5 hektar terbentang di depan...
Kulihat ada pohon kering yang tegak berdiri di petak tanah pertama... pohon itu berwarna coklat muda, karena kulit pohon coklat tuanya hampir terkoyak semua...

Terlihat petani mulai berhasil memotong berapa jumput padi lalu dimasukkan ke dalam keranjang yang tergantung di punggungnya... perlahan tapi pasti petani menyusuri sisian pematang, sebelum ke tengah dan membabat semua padi yang menguning...

Aku berandai-andai, apakah sang petani akan istirahat di tengah pohon kering di tengah itu... karena besarnya pohon yang bisa jadi sandaran untuk duduk-duduk..

Dua jam berlalu, padi sudah setengahnya terbabat, dan petani mulai mendekati pohon besar itu.

Dugaanku sedikit meleset. Petani memang berhenti di pohon itu. Namun dia hanya menyandarkan tangannya, tidak duduk bersandar sebari istirahat. Ditancapkan sabit pemotong itu di pohon. Tertancap cukup dalam, dan lengan petani itu seperti pegal. Lengannya di goyang goyang, dan jarinya di tekuk ke pohon besar itu...

Dugaanku sedikit meleset, namun ada benarnya juga. Pohon besar itu mempengaruhi kerja si petani. Dia melambat. Aku yakin bila tak ada pohon, si petani akan terus membabat sehingga cepat lepas dari terik siang ini.

....




Lari dari info indera mataku..
Otak ku membayangkan hal lain... mulai beranalogi atas apa yang telah kulihat.



Pohon besar tadi sepertinya sudah lama tumbuh, dan memang susah dibabat...
Pohon tadi punya hak untuk tumbuh, dan menghabiskan waktu yang lama untuk tumbuh...
Semakin besar ia tumbuh, semakin dalam akarnya, semakin banyak ia menyerap air tanah, namun semakin jauh puncak rantingnya dari tanah...
Kesendiriannya yang megah diantara padi yang menghasilkan beras seolah bermakna ganda...
Satu hal dia adalah sebuah bentuk yang indah dilihat, satu hal lain dia adalah tempat bersandar orang-orang kelelahan, dan satu hal lain pohon besar itu menghambat cepatnya kerja petani mengetam padi...

Hari ini hari panen
Yang bisa dihasilkan padi adalah beras yang dimakan
yang dihasilkan pohon besar itu adalah batang besar untuk menyandar dan menyediakan tempat untuk bacokan clurit saat petani melepas ketegangan tangannya....

pohon besar laksana status quo di masyarakat yang ingin produktif... mengurusnya laksana mengurus pohon bertuah yang katanya ada jin penunggunya..

Socialite goes to village (3-tamat)




Terjebak....



4 bulan berlalu... akhirnya berhasil melanjutkan tulisan mudik ini... bukan berarti gagal menemukan makna baru pulang ke desa... bukan juga desa Sukamulya semakin susah dimaknai... tapi kesan terjebak lah yang memenuhi pikiran saat harus menulis tentang desa Sukamulya, desa kesayangan masa lalu... Hal ini dimulai ketika pertanyaan-pertanyaan di kepala ku tanyakan lagi pada warga Sukamulya. Apakah mereka menikmati perubahan, apakah mereka ingin ke kota? masih betahkah mereka?. Semua merujuk pada jawaban yang sama... Semua sudah memiliki ketergantungan pada "kiriman" tren dari kota. Semua seperti aliran sungai menuju muara... tenang namun kompak... sama-sama mengarah pada kesamaan...universalisme...

Apa artinya ciri khas pada desa...saat aura kebutuhan kota begitu menekan warga desa... modernisme...membawa semua kedalam suasana yang universal...dan cenderung mengorbankan diri kita sebagai sosok konsumen, dan objek penderita.... genius loci*..yang semakin pudar di desa Suikamulya... kini aku merasa di muara...bukan di mata air...... kini aku merasa terjebak di buih-buih rasa kota... ah... mudik pun terasa hambar apabila melihat "rasa" desa saat ini... namun tetap sangat bermakna saat kulihat tanah, daun, pepohonan..yang tumbuh di desa yang kebetulan masih dingin.... tak tau apabila nanti semua nya sepanas Jakarta...Mungkin yang tersisa hanya dedaunan kering ...dan angin-angin tanpa arah....

Tadinya ingin kucari mata air...Tapi aku ternyata seolah pergi ke pantai....ingin kupecahkan saja gelas itu ditemani Dian Sastro...hehe..

*genius loci.. sebuah ungkapan yang jarang lagi diungkapkan....tentang sesuatu yang tentu memiliki ciri khas,dan itu seolah mata air- mata air yang mengalir menuju satu samudera....ciri khas dan nilai kelokalan bukanlah sebuah kelemahan..namun kekuatan kecil yang mampu menciptakan sungai-sungai karya yang menginspirasi....

Thursday, November 22, 2007

socialite goes to village (2)



Tiba sudah di desaku, Sukamulya...
oh Tuhan..Banyak perubahan yang terjadi di desa ini..
Sawah sawah yang tadinya terhampar di dataran sekeliling desa, kini berubah menjadi dataran rumah-rumah kontrakan pegawai pabrik. Pabrik-pabrik tekstil kini mengelilingi desa Sukamulya...serasa terkepung kepentingan kapitalis...

Perasaan ini sama ketika pemukiman kami di Jakarta dikepung oleh ITC-ITC yang menjual pakaian... namun di desa ini bukan tokonya yang mengepung, tapi pabriknya langsung....

Pelajaran tak henti untuk kami, bahwa kota bisa kalah dengan desa..Desa adalah tempat lahirnya nenek moyang kami. Kota hanyalah tempat kami mengadu nasib..
Desa adalah hulu dari sungai hirarki sejarah kehidupan kami....dan kebetulan saat ini, desa memiliki masalah yang sama dengan kota, sama-sama terkukung oleh komersialisme... kami di kota dikepung oleh ITC yang seolah mengajak kami untuk berbelanja, berbelanja, dan berbelanja...sedangkan saat kami di desa, pabrik tekstil telah mengepung, menawarkan ribuan lowongan pekerjaan untuk para pengolah tanah agar beralih menjadi buruh pabrik..

Nilai-nilai awal dan akar kehidupan kami dapatkan di desa. Namun akar itu mungkin sudah banyak yang tercabut dan rusak. Bahwa memang kami dahulu lahir di desa ini, namun semuanya hanya bersisa di kepala dan mungkin sedikit bersisa pada nama kami yang berbau kedesa-desaan...

Tak terasa hari sudah sore...
Orang-orang mulai banyak berjalan ke arah lapangan di depan balai desa. Kutanyakan, ternyata sedang ada kampanye pilkades. Kali ini salah satu calon membawa artis dangdut kota kembang....

hehe..ku tersenyum. Teman-teman yang lain ikut tersenyum. Ternyata kata "kota" masih menjadi racun pemikat warga desa untuk soal hiburan. Aku jadi berpikir, bahwa matinya seni tradisional mungkin saja akibat paradigma ini. Orang desa tak lagi bangga pada kesenian yang mereka punyai. Apapun yang menarik selalu dari kota, desa sudah tak punya rasa percaya diri lagi untuk urusan produktivitas.
Bahkan pabrik-pabrik tekstil yang menyebarkan limbah ke tanah-tanah desa ini pun menjadi idola untuk tempat mencari kerja yang praktis. Lumbung-lumbung padi mulai kekurangan stok, karena petani malas menanam padi...orang desa sudah teracuni oleh komersialisme ala kota

Kami rombongan dari jakarta berjalan agak cepat ke rumah nenekku, karena hari sudah merambat gelap...Listrik jalanan yang masi disuplai oleh kincir air di mata air desa mulai menyala. Suasana terasa sendu...Dengan sinar kekuningan dari lampu jalanan membuat suasana yang serba menguning...benar-benar nikmat untuk dilalui...benar-benar suasana pedesaan..