Monday, April 21, 2008

Diri Kita:"Cermin" Kita,Tempat "Tinggal" Kita,"Kota" Kita.



Minggu(Tanggal 20 April) kemarin, saya berhasil mencapai pencerahan yang lumayan ngaruh sampai ke lubuk hati terdalam (Beuuuu...). Semuanya terjadi setelah menghadiri Green festival di Parkir Timur Senayan Jakarta. Penjelasan dan semua presentasinya memang bagus (menyangkut peningkatan kesadaran kita terhadap ancaman global warming--yang notabene akan menghabisi kita). Tapi bukan disitu letak pencerahan yang saya dapatkan.

Konsep pameran disodorkan dalam bentuk hirarki ruang, sehingga kita seakan berada didalam rumah sendiri. Itulah titik point yang saya dapatkan. Begitu banyak penjelasan mengenai segala teknologi baru dan perbandingan-perbandingan antara kita, konsumen teknologi, dengan alam yang semakin dirusak oleh teknologi itu sangat membuat kita terpana (dan kadang tidak mengerti kenapa mereka bisa nyiptain teknologi kayak gitu :P). Tapi dengan "penataan" ruang ala rumah sendiri, membuat kita merasa lebih merasakan apa yang terjadi di luaran sana.

Paragraf diatas bisa saya jadikan satu kalimat simpel. Memetakan diri sendiri membuat kita lebih merasakan realita yang ada.
Memetakan diri sendiri, bagaimana caranya??
Banyak teori yang bisa menjelaskan mengenai menggali potensi diri sendiri, tapi terlalu berat membahas teori di blog ini, yang lebih banyak berisi mengenai sentilan dari realita.

Karena itu saya lebih senang berbicara dalam bahasa sentilan.
gimana si cara memetakan diri sendiri?...
Apakah harus ngedata dulu apa yang kita miliki dan apa yang kita mampu kerjakan???
Oh tidak, rasanya itu malah mendegradasi kemampuan manusia yang bisa jadi apa saja dengan kemampuan diri sendiri atau dengan jaringan yang dia miliki (yang kadang bisa terus berkembang pesat tanpa terukur). Sekali lagi, jangan kebiri kemampuan otak kita!..
(..bergerak dari data yang ada kadang membuat kita kaku dan bisa menghilangkan ciri kita<--sebuah ciri korban modernitas dan universalisme)

Memerankan Peran "Kita"
Maka satu hal pertama yang harus kita lakukan untuk mengetahui diri sendiri kadang cukup dengan cara membuat/menjalankan skenario peristiwa yang bisa menimpa kita. Beruntunglah para artis teater dan artis film yang sering menerima naskah yang baik dengan peran yang menantang. Namun tak perlu iri dengan artis (lagian jaman sekarang sudah ga musim ngiri dan sakit hati, balas saja dengan prestasi !!!).
Ga harus jadi artis untuk bisa menjalankan sebuah skenario. Kadang dengan melibatkan diri pada sebuah sistem yang berlaku di sekitar kita (misal di kantor) membuat kita 'terhanyut' dalam aliran-aliran ritme hidup baru yang menyebabkan kita memiliki "schedule" yang jelas dalam hidup kita. Schedule yang kadang bisa membenturkan kita pada masalah dengan individu lain, atau malah benturan yang ternyata "tangga" untuk membuat kita menapak lebih tinggi. Solusi menjalankan skenario adalah sebuah solusi untuk para individu yang masih bingung dengan istilah "jadilah diri sendiri".
Menjalankan skenario membuat kita lebih mengenal sebab-akibat dari sebuah cerita. Sebab-akibat itu bagaikan 2 buah simpul tali yang sedang bergantung pada tiang-tiang kehidupan, dan di tali itu akan tergantung karya-karya kita. Inilah titik awal sebuah pemaknaan diri.


Sadarilah Fungsi Waktu
Apa hubungannya waktu dan proses memetakan diri sendiri?
Waktu adalah uang. Itu kata orang sibuk yang memanfaatkan waktu sebagai detik-detik pertukaran dirinya dengan realita. Realita itu kalo kita liat secara pemahaman limitnya matematika sma (beuuu), tersusun dari segmen-segmen peristiwa kecil yang saling terhubung. Segmen itu terus berjalan dan tak pernah berhenti. Semakin kita menyadari segmen-segmen yang terjadi, maka otomatis kita telah ikut terlibat di dalam segmen itu.Keterlibatan ini adalah sebuah bentuk aktualisasi diri kita pada segmen kejadian itu. Ada orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya dengan cara mengabaikan segmen yang terjadi,dan ada juga orang-orang yang menyadari pentingnya perubahan terkecil dari dirinya. Menyadari perubahan terkecil dari diri kita pada segmen waktu yang terkecil, membuat kita mendapatkan gambaran apa yang harus kita lakukan di segmen berikutnya.
Waktu, tak cukup digambarkan dengan uang. Waktu tak cukup dibayangkan seperti lorong. Tapi waktu adalah ruang-ruang hidup, seperti rangkaian ruang mock up di studio foto, yang menuntut kita menjadi model-modelnya. Apakah kita akan memposisikan diri kita menjadi model-model yang gagal?


Menciptakan sejarah

Tokoh negara banyak yang bilang, bangsa yang (bisa) besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.
Merasa besar bukan berarti sebuah kesombongan. Tapi tak lain adalah bentuk kesadaran atas pengaruh yang bisa kita berikan pada sekitar kita.
Sejarah kita menceritakan, bahwa jaman dulu Sriwijaya pernah menjadi pusat keilmuan agama Budha. Sejarah kita juga menceritakan, bahwa kita bisa memberikan pengaruh kekuasaan sampai ke Birma. Sejarah itu adalah cerminan potensi kita di masa lalu, yang sebenarnya bisa diterapkan di masa kini.
Bukan masalah saling dominasi yang harus kita sadari (karena nilai seperti itu hanya menumbuhkan atmosfer individualistis), tapi aktualisasi diri kita secara positif pada kehidupan di sekitar kita adalah sebuah nilai yang bisa berarti banyak untuk orang lain .
Sejarah adalah portofolio kita. Sejarah adalah pondasi kemandirian kita. Dengan mandiri (bukan individualis), kita bisa memahami realita dengan lebih utuh. Mandiri berarti mampu menjadi subjek, predikat, dan objek realita skaligus, dengan memberikan pemaknaan pada orang lain.
Portofolio dapat disusun bagaikan bab-bab buku, yang tersusun per segmen waktu, dan bagaikan penamaan pada ruang-ruang kosong kita. laksana peta dalam kehidupan kita. Apakah kita senang bila hidup di dalam sebuah tempat yang hanya memiliki peta buta?

1 comment:

dewi sajja said...

Gue suka banget bahasan tentang sejarah itu, jek... Sip! Jadi muncul lagi smangat berbangsa gue kalo inget-inget sejarah duluuuu banget bangsa kita hebat. Mudah-mudahan bab-bab selanjutnya dari portofolio bangsa ini bisa kembali diukir dengan sejarah yang sehebat apa yang sudah pernah diperbuat bangsa ini di masa sriwijaya, majapahit, singosari dsb.