Wednesday, December 23, 2020

Surat Wasiat untuk Anakku di Dunia





Assyifa Bilqa Anindra..

Anakku tersayang, terpilih, yang menyembuhkan..

Cuma maaf yang bisa terucapkan.

Atas semua perjalanan dan momen yang ada. Mau itu indah, pahit, senang, bikin marah, atau apapun. Cuma maaf yang bisa terminta.


Assyifa..

Hidup ini tentang cara berjalan. Cara melihat dan tidak melihat saat berjalan. Bukan tentang membicarakan dan membanggakan tujuan. Kadang beda.  Sang Pencipta Lebih Tahu dan selalu Memberi Yang Lebih Baik. Kadang bagi kita belum baik, karena kita belum tahu. Sejauh ini, selalu yang terbaik. Tak hanya terbaik, tapi juga bagaimana setiap perjalanan kita bisa menyelamatkan: ilmu, amal, sekitar, dan amanah…


Assyifa

Jika ada jarak yang tebal, memisahkan. Tentunya itu kehendak-Nya. Tak ada yang bisa mencegah, melawan, dan mengatur Yang Menciptakan pengisi langit dan debu debunya. Jika ada jarak yang memisahkan, tentunya itu adalah jalan baru yang diberi. Sebuah obat, sebuah penyembuhan atas ketidaktahuan, atas pertanyaan yang tak terucap. 

Jarak itu melepas kita dari ingin, yang tak akan dibawa di hembusan setelah hembusan yang terhembus saat ini.


Assyifa

Jadikan setiap nafas adalah pelajaran yang menyenangkan, meminterkan, mensolehkan, menjadi rezeki, menguatkan derajat, menyehatkan, membahagiakan, dan menyenangkan. Tiap nafas sudah lebih dari cukup. Karena Allah langsung yang menjaganya. 


Semoga bisa bertemu di pintu langit bersama, juga dengan kakakmu dan ambu… dalam nafas dan ketenangan...

Surat Wasiat untuk Anakku di Langit



Hai Maulia Tiffa Arridha.. Putri sulungku.. 

Semua sedang baik baik saja bukan.. tentunya tak akan khawatir tentang kabarmu di sana.

Di sebuah tempat yang hanya Tuhan yang memberi izin tinggal, dan waktu yang menjadi nafas-nafas harum 


Hai Tiffa

ini mungkin tulisan yang biasa saja jika dibaca di atas sana

Tapi di dunia ini, mungkin isi tulisan ini adalah impian bagi semua orang yang masi menggunakan nafasnya untuk menggerakkan indera, mengingat Sang Penyayang, Yang dekat di sisimu, Nak. 


Hai Tiffa

Semua ada saatnya, kecuali di tempatmu, di surga sana, semua adalah saat terindah. 

Di bumi ini semua adalah pelajaran, yang mengisi perjalanan kita menuju sehat yang terindah, saat semua terasa baik-baik saja, karena semua adalah kehendak-Nya. 


Semua disini beperjalanan, ada yang merasakan tiap langkahnya. Ada yang merasakan saat di tujuan. 


Ada juga yang menjadikan perjalanan itu sebagai obat, semakin jauh, semakin pahit, tapi semakin terasa semua adalah Kehendak-Nya. Semakin sehat.


Sebenarnya tak ada akhir di dunia ini, untuk ingin. Hanya saja ingin bukanlah hal yang ada di surga sana. Semua yang di bumi akan punya saat untuk suka atau tidak suka meninggalkan rasa ingin itu. 


Saya sudah melepaskan rasa ingin itu. Saya hanya menikmati perjalanan yang mengobati ini. Semakin pahit, semakin manis, sama saja, semua tentang rasa sehat. Rasa semua baik baik saja, karena semua adalah kehendak-Nya.


Doakan ya Tiffa. Jika memang diizinkan, kita bertemu di tempat yang dekat. Kalo diizinkan. Dekat pintu, untuk bersamaku, menyambut ibu dan adikmu. 

Monday, December 21, 2020

Dancing with Constanta (Kajian Dialektika Transformasi Budaya Digital)




Perubahan cepat tak hanya terjadi di ranah pengetahuan, tapi gerak mikro motorik, makro motorik, gesture, yang menggiring sebuah "himpunan - directed by algorithm" untuk mencipta peradaban baru


Hmm.. boleh lah sedikit terhanyut algoritma media untuk hal satu ini, kebetulan terkait sama urusan konstanta proporsi yang bernama "golden ratio". Sebenarnya ga cuma golden ratio aja si yang powernya memengaruhi arah pandang dan level kesadaran.

Bisa dibilang, golden ratio yang dikenalkan, seperti Vitruvian Man ala Leonardo da Vinci itu "disusun" berdasarkan riset (dan pengumpulan statistik) data gerak anatomi, gesture, dan respon. Atau kata lain disusun berdasarkan momen (area perform), sehingga memang jadi "golden"

Golden ratio juga bisa dikatakan "konstanta dari cerita". Cerita sendiri adalah susunan momen-momen. Cerita bisa saja tersusun linear, tapi bisa juga hirarkial, atau paralel, dan banyak pola lain.

Ini yang membuat golden ratio harus disesuaikan dengan pola cerita yang terjadi.

Pemakaian golden ratio sejatinya memang untuk jadi "pelet visual". Memancing pandang, dan mengikat simpul. Kalo di bahasa tukang dari Jawa atau Sunda, ketemu "adu manis"nya. Di beberapa literasi, disebutkan bahwa beberapa suku memiliki "konstanta"/golden ratio sendiri, sebut saja Asta Kosala Kosali di Bali. Prinsipnya hampir mirip, yaitu merefleksikan proporsi dan gerak anatomi dalam proporsi dimensi ruang, dengan perbedaan di ranah teologi dan adanya hirarki aktivitas.

Golden Ratio ala Leonardo da Vinci memang relatif "abadi", karena sejatinya respon manusia ga banyak berubah terkait pola-pola aktivitas analog. Mungkin akan ada perubahan (atau alternate golden ratio) jika mulai digabungkan dengan kultur-kultur digital dan digital social..

Kultur "phubbing" (ngetik lama di gadget, sambil melakukan aktivitas lain), misalnya, jelas membawa perubahan anatomi, khususnya mikro dan makro motorik, plus titik berat saat berjalan. Tak hanya itu, aktivitas phubbing bisa menciptakan industri baru terkait skema pengobatan sendi tangan dan tulang belakan dan dampak fisik dan psikologis penyediaan ruang, dan ini terkait dengan desain dan arsitektur.

Ya, tulisan ini mungkin pemancing untuk rekan-rekan yang ingin studi lebih lanjut. namanya juga saya mah cuma kompor. dari dulu nasibnya dan kerjaannya ya jadi kompor.

Dari fenomena transformasi budaya digital, kultur phubbing baru salah satunya. Terindikasi setiap apps akan punya potensi untuk mencipta bukan hanya momen dan cerita, tapi juga budaya dan turunannya. Turunan termasif adalah membuat simpul peradaban. Coba tengok saja Tiktok. Saya belum dapat source apakah Tiktok dibuat sengaja berdasarkan data yang sudah ada atau berdasarkan wangsit (the sound from collective consciousness). Tapi jika dilihat dari bentuk dampak yang dihasilkan tiktok, saya lebih prefer ke yang pertama. Tapi dengan data yang sudah 5 dimensional (mungkin didapatkan dari komputer kuantum)..

Inti dari tulisan ini adalah, ada potensi besar untuk memetakan konstanta dari setiap apps yang memiliki impact pada penciptaan peradaban baru. Konstanta ini bisa dikumpulkan dengan menggunakan "bahasa lama", dan/atau bisa saja dengan bahasa baru, seperti membuat piktogram, dan pola-pola cerita baru yang lebih adaptif dengan perubahan.

-end-


Love, A Mighty Governance's Skill from The Lord (Sebuah Kajian Governance dan Akuntabilitas)



Governance is about accountability..


Sebuah video dari Gubernur Lemhanas mengurai simpul pergumulan ide di otak saya terkait kondisi governance terkini, khususnya garis komando. Tentunya ini di luar politik dan isu-isu oligarki (dalam kata lain, siapapun pemerintahannya, di Indonesia, pemahaman atas governance menjadi harus mutlak dimiliki). Yak, Governance is about accountability. Akuntabilitas memiliki beberapa pendekatan. Umumnya adalah pencarian dan perjuangan mencapai balance.. (selisih 0 antara masuk dan keluar).. Ada beberapa hal lagi pendekatan lain, kelengkapan detail pencatatan dan keterbukaan alur misalnya, dan beberapa pendekatan lain, yang intinya terus berproses, terus menghasilkan, karena secara neraca akuntabilitas, apa yang TELAH kita hasilkan akan menjadi 0, lalu pencatatan dimulai lagi, terus, dan terus. Ada yang bilang akuntabilitas juga terkait dengan keikhlasan, keikhlasan untuk mengurai hingga detail terkecil. Dalam kajian lain, semakin 0 sebuah energi, semakin dekat ia dengan Asal, Sumber (The Source), semakin terkait ia dengan semesta. Mestakung. Ada yang bilang juga, keberuntungan (Jadi ingat kenapa di budaya Jawa seringkali jika tertimpa kemalangan, selalu diceritakan sisi baiknya, misal: "untung cuma benjol, ga sampai gegar otak". Untung di sini bisa juga disebut "kesolehan sosial").

Apalagi jika harus berproses-berkarya-bergeneratif di jaman kuantum, di jaman semua terhubung, dan sudah bermain di fuzzy logic, fractal.... maka yang tertinggi tetap.. Akuntabilitas cinta.. #tsah


Wait.. bicara tentang cinta dan akuntabilitas.. maka terkait juga dengan bagaimana kualitas kesadaran dan momen emas untuk berkarya bisa tercipta. Bagaimana sebuah proses bisa terus terjadi dengan penuh energi.

Mulai tergelitik untuk menulis tentang mekanisme berkarya, karena ujug-ujug istri pengen go-public skill masaknya. Sebagai support, saya dukung dengan membuatkan materi promo. Sudah lama sebenarnya ga mendesain materi promo untuk brand secara serius.. mungkin terakhir 5 tahun lalu. 5 tahun berlalu ada beberapa hal baru yang didapat dan disadari (sebenarnya hal lama). 5 tahun terakhir saya banyak berproses (berkarya dan berkolaborasi) di bidang yang berhubungan dengan edukasi dan mendengar paparan, bikin materi ajar buat siswa, dan sebagai graphic recording untuk beberapa kolega.

Untuk skill mendengar, dan memetakan angle penulisan, 10 tahun sebelumnya sempat di dunia jurnalistik, di one core of the core media negeri ini, di Kompas Gramedia. Kenapa saya bilang core of the core? Ini terkait dengan konten tulisan saya yang akan datang, yaitu konversi data, informasi, dan keterkaitan jurnalisme di dunia blockchain. Berat? Memang. Tapi ya semua lagi bergerak ke sana.... Oiya.. Dulu saya sempat mendapat pelatihan jurnalistik dasar dan creative writing. Sertifikatnya ada. Betewe..emang masi musim sertipikat? #ahsudahlah

Naah... ternyata skil mendengar ini banyak membantu dalam mendesain sesuatu yang baru. Bahwa sesuatu yang memiliki cerita itu akan mudah dipetakan dan digambarkan. Template menjadi ga begitu penting, karena "gambaran besar" sudah bisa memancing source of creativity kita, dalam hal ini cinta #ea, untuk ambil peran dalam berkarya

Needs saja belum bisa "mengangkat" motivasi kita untuk sampai ke level "OK. SAYA BISA".. di titik ini masi butuh bantuan template atau referensi tambahan yang senada untuk dijadikan patokan awal berkarya.

Nah, saat kita mendengar sebuah kisah, cerita, tentang sesuatu yang akan kita - involve with- maka kualitas cerita menjadi sangat penting untuk menjadi bahan bakar cinta kita #ea.. selamanya... #halah

Maka dari itu, saat berkolaborasi dengan tim satu suku (istilah suku-tribe kini menjadi objek berhirarki tertinggi secara organizational di dunia socio engineering, paling efektif menciptakan momen emas), skill untuk storytelling dan merangkai sebuah POHON CERITA jadi -golden, gospel, glory-nya sebuah karya di era hyperthinking seperti saat ini..

Jadi untuk teman-teman yang berkarya, khususnya terkait dunia kreatif, dunia yang menyambungkan orang lain, ... marilah raih level berkarya dengan cinta itu.. karena cinta menembus ruang dan waktu.. #hayah.. karena kelamaan berkarya di level needs bisa beresiko kejenuhan.

Mari bercinta.... (karena cinta bisa menembus ruang dan waktu, bisa meng-0 kan ego).. sebuah kondisi yang sangat akuntabel untuk bertemu Tuhan. *soundtrack soneta


Thursday, December 17, 2020

Surat Cinta Untuk Neng Hydra

Untuk meeting perencanaan, semua kembali ke merencanakan diri yang lebih nyaman di 2021. "we're always have time.. because we're attached with it.. so why feel running of time?.. it's only about re-position


Punya hak untuk menciptakan momen adalah salah satu ciri individu merdeka. Dalam ranah perjalanan saya, momen (zone to perform) bisa dicapai dari 3 hal, sinergi data, pola, dan respon (klik gambar untuk memperbesar). Hal itu tak terjadi jika kita dalam posisi tak setara, baik itu karena terikat kesepakatan yang oportunistik, atau sindikatif, atau bisa saja karena kekurangan 3 hal tadi yang menyebabkan kerugian terjadi pada kita. Dan satu hal yang sering sekali terjadi, saat ada dalam sebuah situasi perundungan (bully).

Hmm... untuk bully, akan jadi bab menarik dikaitkan dengan pola sosial di era digital. khususnya di edukasi. udah engage di beberapa kasus terindikasi bully, solusi terbaik= hijrah, atau "putus" saja rantainya.

Pengalaman saya belum ada solusi generik atau yang lebih sopan lainnya si. Oiya, "kebetulan" ini ada obat anti bully, sebuah soundtrack yang gue tulis saat ada di tim yang sedang attach dengan tetua Bajo. Di masyarakat Bajo, edukasi dan perjalanan/melangkah/berproses/journey adalah bagian dari "mengobati"... mengobati diri dan bumi.. sebuah proses yang menghasilkan budaya Iko-Iko, senandung petuah, seperti pupuh dalam budaya Jawa.

Dalam sebuah situasi atau lebih akutnya, kondisi perundungan, hukum jadi berfungsi manipulatif. Tak lagi bisa dijadikan "teknologi" (tools setara) yang bisa membuat sebuah dialektika ataupun transaksi menjadi win-win solution. Kondisi ini seringkali juga menyebabkan pengguna sistem hukum menjadi bagian yang termanipulasi dan terkondisikan untuk tidak punya pilihan.

Ada perbedaan antara sebuah kondisi perundungan dan garis komando. Pada garis komando tetap ada mekanisme akuntabilitas untuk memberi ruang setiap individu merdeka dan punya kesempatan untuk "menjadi" proxy negara. Walaupun momennya akan segmentatif dan hierarkial.

Penegak hukum biasanya sudah melewati proses apapun itu dalam pembentukannya, untuk merasakan batas, sakit, salah, benar, senang, susah, sehingga jika masih melewati batas akuntabilitas rasanya harus dipertanyakan lokasi penyimpanan nuraninya.

Ini saya agak kurang tahu di akhir minggu ini, penggunaan algoritma atau terdesak dedlen buat naekin viewers ya... backstage-admin "K-p**" pada pake algoritma "aroma porn" untuk dapetin viewers.. Ga heran ketika orang mulai terdesak, mereka akan menunjukkan wajah aslinya. Wajah yang ditutupi oleh "masking" yang terprogram.

Hal sama dengan "geng hydra", yang sebentar lagi akan tenar sejagat. Geng ini punya perjalanan panjang di negeri ini. Cenderung mengelola diri sebagai kelompok unggulan, bahkan di beberapa situasi merasa menjadi spesies tersendiri. Tak ada itu bahasa musyawarah. Adanya kontrak. Tak setara. Jangan bahas definisi investasi dan kerjasama bisnis dengan mereka. Adanya adalah utang-piutang. Terlihat cemerlang, terlihat merapat di pusat matahari. Tak lagi menjadi orbit. Seolah matahari adalah mereka. 

Padahal jauh panggang daripada api. "Algoritma" mereka lemah. Ilmu mestakung mereka bermodal social scamming, dan hal mengarah pada social entropy. Jauh dari ilmu adiluhung yang menyatukan setiap ciptaan dengan Pencipta-Nya. 

Di hari-hari terakhir, mereka mendapat salam dan saran dari para penjaga mata angin. Saran buat geng hydra:

1. Kalo nyerang jangan barengan. Norak. Ga kapok kapok taiye. 2. Tiga ilmu tapi bersanad (beradab) lebih baik dari 1000 ilmu tapi dipake membunuh. 1000 ilmu modal ngintip dan bajak konten. Kaga ada adabnye 3. Jadi badut yang fokus. Dandan jangan sampe bocor. Sekali lagi. Norak.


You're not gentle human. You're the catalyst of entropy


Wednesday, December 16, 2020

Dugutil Digitil Dugutil Digitil Dugutil Digitil Dugutil Digitil Dugutil Digitil Dugutil Digitil Digitil Dugutil (Terjemahan: Merundung Kesenyapan Revolusi Digital)

 



Ujub >>> hasud ^ v ^ v bully <<< dengki Siklus di atas bisa dikatakan siklus produktivitas iblis. Bisa juga disebut pemancing entropi bekerja. Tentunya banyak cara entropi untuk menghasilkan produktivitas maksimal. 


> ujub bisa di-amplify dengan group attached/hirarki-organisasi > hasud bisa di-amplify dengan algoritma digital-media-dan digital social > dengki bisa di-amplify dengan engagement by "EO"

> bully bisa di-amplify dengan - corrupt educational system

Jangan salah ini sama sekali bukan sebuah narasi hasud, yang memosisikan diri frontal dengan sesuatu. Ini narasi pembuka, sebuah fenomena sosial digital, yang juga mungkin sedang dihadapi beberapa perusahaan besar yang baru merger + berubah ke digital + berbasis blok data. Salah satu fenomena yang dihadapi adalah bagaimana orientasi perusahaan-perusahaan yang sudah kadung berorientasi pada aktivitas manusia dalam menghadapi revolusi digital, seperti Walt Disney dan Universal Studios, salah satunya.

Hmmm..Wait.. Tulisan ini tidak sedang membahas aspek digital yang menggantikan peran analog, tapi aspek digital keseluruhan secara nilai tukar dan value yang menentukan keterhubungan sosial. Yak, bisa dikatakan social digital, atau digital social, tergantung orientasi aktivitas kita. 

Secara posisi, dalam data, sejatinya tidak ada rivalitas. Bisa saja sebuah rivalitas itu terbentuk lebih karena -untuk mempercepat ritme- seperti pada perusahaan kapitalis yang biasanya menciptakan skema rivalitas untuk "baut terkuat"/ karyawan potensialnya.

Secara pondasi juga tidak ada rivalitas karena berpijak di infrastruktur yang sama. Sama halnya kaya iblis dan manusia, yang rivalitasnya ga pernah diakui manusia. Padahal iblis merasa manusia adalah kasta rendah yang ga pantas jadi rivalnya, hingga ritmenya yang diciptakan pun khas.

Kok jadi ranah teologi gini, Ya bisa saja. Jika menyangkut digital social, maka permainan kesadaran jadi modal utama (maaf link berbayar-namanya juga modal utama :P), permainan algoritma giring menggiring, hasut menghasut, jadi "atmosfer" di sebuah environment perusahaan berbasis digital social.

Jauh sebelum isu Avatar digandeng dengan arah kebijakan Walt Disney, Lucas sudah lama memberi kode bahwa Avatar itu next game dari sebuah ranah social digital yang tidak lagi pure berbasis rivalitas. Rivalitas hanya mempercepat grafik tontonan saja. Intinya adalah siapa yang bisa lebih cepat mengakses layer-layer "ruang simulasi" .

Sebesar apapun perusahaan, walau masuk era digital, kayaknya ga sampe masuk bahasan geopolitik si, termasuk VOC juga si, di dalam pemikiran saya, pengaruh VOC dulu tetap dalam spek penguasaan aset, bukan mengubah manusia menjadi A atau B, di luar skup mereka. Ga tau kalo di era setelah era digital. Di era "senar-senar" gravitasi jadi maenan anak-anak sekripsi. ah sudahlah.

Ga usah terlalu dipikir.




Sunday, December 13, 2020

Bahasa Ibu Bahasa Kalbu



Bumi ini, langit yang di sana, adalah saksi bahwa kenisbian adalah kendara jasad renik untuk mencari asal. Serenik apakah kita di semesta?


 "Untuk sejarah milenium, ilmu pengundang mestakung bisa dibilang tertinggi. Tapi untuk cerita 10 rebu tahunan, ada ilmu lain yang tertinggi. Namanya ilmu eling. Ilmu ketersambungan. Ilmu kesunyian. Jadi kenapa harus ada takut di dalam badan mu yang dipenuhi semesta?"

Kajian kajian socio engineering banyak menempatkan indigenous tribe sebagai sebuah basic point pengumpulan data data terkait momen yang dibentuk oleh kesadaran dan ketersambungan dengan alam. Menempatkan awareness sebagai sebuah konstanta ideal untuk menyikapi kondisi apapun.

Jika dilihat dari referensi indigenous lokal nusantara (istilah nusantara sendiri sebenarnya terlalu "modern" untuk bahasan ini), awareness sangat dekat dengan referensi "eling"

dimana sesuatu gerakan yang terpisah dari kehendak alam sebenarnya tidak akan sustain a.k.a. berakhir dengan kehancuran. Bahasa halusnya penguraian.

Satu kajian lain yang menarik adalah penempatan istilah "tribe" pada hirarki tertinggi untuk kelompok yang memiliki sistem kesadaran kolektif. Tertinggi di atas keluarga. Kausalitas menjadi nisbi. Ketaatan dan trust adalah tools utama.

Entitas kepercayaan yang konstan melakukan proses mengurai, mengurut, menerus, adalah keniscayaan, dan akan berada dalam keheningan karena memang "ada untuk menjaga"

Kalo digambarkan secara bentuk, mungkin bentuknya sudah mirip pulau yang ternyata kura kura di film legend of avatar Aang.

Jadi apa inti tulisan ini... Intinya mirip lah dengan slogan ini "jadi jomblo bukan akhir dunia. yang akhir dunia itu adalah masih jomblo"


nah kan..

Lalu bahasan ilmu luhung tadi mengingatkan saya pada usaha-usaha orang "membangun ibu" untuk ego-ego mereka dengan menciptakan alat pintar yang diharap bisa melindungi dan membesarkan. Tentunya hal ini seperti jomblo yang akhirnya lebih memilih "boneka" pemuas nafsu daripada mencari mertua.

"There's no 'proper/perfect' machine learning until human can make gravity as their vehicle" -Rod, kindergatten native teacher

#imho ada yang salah dengan struktur otak orang yang rasis. Minimal kesalahannya udah agak berbau genetis. Semacam geng hydra yang diawalnya "harus menang. harus superior.apapun caranya", lalu genetiknya berubah. Lalu diturunkan pada generasi selanjutnya. #imho


Eh.. iya.. Saya ga bilang Jawa itu pulau kura kura ala Aang kan ya? Kalo bilang berarti keceplosan :P


Tuesday, December 08, 2020

Kidung Senja 2020



Ada saatnya. Ada momennya. Hybrid species akan mengenal bahasa alam. Bahasa apa adanya, yang membelenggu niat dan membersihkan sejarah.


Saya sebagai orang yang masih memanfaatkan hati agak kurang tahu apakah ada siang di esok hari. Semoga indomie yang kalah enak dengan mie sedap ini bukan pertanda pengakhir cerita sebuah kesepakatan besar.

Desember masih belum habis. Masih punya sisa 3 minggu. Apakah harus dengan kekerasan menyelesaikan 2020 di negeri ini? Para penjaga simpul melonggarkan simpulnya. Pertanda akan ada petunjuk dari angin. Cukup sudah bumi menjaga pijakan.

Hanya pesan untuk lipatan waktu tersisa. Jika tak mau dipimpin, berkaryalah dalam senyap. Jika ingin dipimpin, jangan gunakan terang untuk menyakiti.

Ini waktu untuk bangkit. Buat siapapun. Tapi saya lebih berharap ke jurnalis. Coba jangan terlalu terjajah algoritma itu. Bahasa akan lebih indah saat pikiran tak terjajah. Bukankah itu cita cita yang ingin jadi jurnalis hingga mati?

Dalam operasi, setiap peluru ada harganya. Bahkan setiap langkah dan peluh pasukan ada harganya. Apa arti harga? Daya tukar atas sebuah nilai.

Bijaklah saat bertukar. Jangan beli bedak yang mahal tapi dandan tetap menor kaya ondel-ondel. Ondel ondel menor memang fungsinya. Sebuah focal point budaya yang bergerak di tengah algoritma urban.

Jika ondel-ondel kecil, nyaru, dan mencari celah saat berjalan. itu bukan ondel-ondel. Itu bukan pengingat akan budaya. Sudahlah. Kembali ke peran yang sesuai nurani saja.

Wednesday, December 02, 2020

Geol Geopolitik Desember 2020



Keserakahan bukan lagi jadi pilihan. Semua tentang mengilaukan aset dan merapikan jalan.

Pagi ini sudah cicipi 2 gelas kopi. Mengimbangi suasana hati melihat geolpolitik ternyata kaya api dalam sekam. Pertarungan di Amerika masi kencang. Cina masuk fase baru setelah bisa ambil batu di bulan. Level kefasisan di Eropa meningkat. Dan Burma a.k.a Myanmar lagi pada panen.

Semua dinetralkan oleh berita Jepang yang memborong vaksin pfizer untuk 120 juta jiwa. Dan dibagi gratis untuk warganya. Jepang memang udah siap bergerak cepat. Sangat cepat. Plus jangan lupa, militernya sudah bersenjata aktif.

Saat dunia digital dan energi non fosil berjalan "normal"/jadi wajib di negara pelopornya yang ditargetkan 2022 (eropa kalo ga salah di 2024) , maka penguncian jalur produksi baterai, dalam hal ini rare earth jadi yang harus dikejar di tahun 2021. Itulah kenapa Papua memerah.

Dan negeri ini malah digiring ke drama komedi hitam putih tanpa suara. Jangan sampai juga nanti ditambah dengan drama three stooges. Sebuah usaha untuk menggoyang gerak para pemain dunia rare earth.

Bisa jadi cerita Muria ramai lagi. Tapi biasa lah itu mah pemain lama cari perhatian.

Cerita nuklir akan rame lagi, tapi bukan untuk reaktor listrik, tapi isu untuk mendinginkan dan "merapatkan" gunung-gunung berisi server dengan paket-paket (pack) hematnya. Korea utara dapat rejeki nomplok. Minimal yang kelaparan jadi berkurang. Musuh utamanya bergeser ke Jepang.

Cerita pagi yang padat. kayaknya butuh 1 gelas kopi lagi. Sekian. Selamat menjelang siang.

......

Oiya... yang US printing money yak? Tar.. ini dulu ..India bersama kedele..dan peningkatan IQ rakyat rata rata 5 poin. sekarang aja dah pada jadi CEO. tambah 5 poin jadi apa yak.

Ga tertarik sama berita printing money. Ke sininya memang jadi bakal banyak proyek properti (lagi). Ya asal bukan TKA yang kebagian. Kayaknya bakal ada "printing" yang lain dah. Itu mungkin akan lebih banyak menyangkut dunia creative.


Mengakhiri Masa Lajang Metode Black Box




Sudah saatnya mengawinkan 2 musuh bebuyutan: FFF dan BB


Form follow function adalah metode yang lazim dipake untuk menciptakan sebuah bangunan yang paralel dengan fungsinya. Black box adalah salah satu metode yang belum lazim digunakan (cenderung dihindari), tapi skill yang sangat signifikan dalam penciptaan kondisi dan momen.

Metode blackbox sering diulas di awal awal perkuliahan. Seolah dihindarì karena pertanggungjawaban/objektivitasnya sulit diukur. Namun di sisi lain sangat terkait dengan pemanfaatan collective consciousness: kesadaran kolektif, yang dipelajari di applied psychology .

Secara tak langsung, skill penciptaan momen dan kondisi, penciptaan kesan bersama, bisa didapat dari penciptaan proyek proyek kolektif, yang pada dasarnya outputnya tak akan bisa diukur secara kuantitatif dengan metode form follow function.

Yap. Segitu dulu deh pagi ini. Mau menjalani hidup dulu. Barusan -pas ngetik ini- mah lagi mojok di wc.