Friday, February 12, 2021

The Art of Spinning Machine




Saya selalu suka dengan cara kerja mesin pintal, menggabungkan bulu-bulu (bisa bulu domba, atau kapas) yang berukuran pendek menjadi rangkaian yang kemudian dirapikan jadi benang. Ada satu elemen yang selalu membuat saya tertarik di mesin pintal tersebut, elemen itu adalah bagian ujung kecil yang tajam, bisa dikatakan jarum. Jarum pintal. Jarum yang dalam dongeng eropa bisa membuat seorang putri tertidur.


Tugas jarum pada mesin pemintal dan mesin jahit berbeda. Di mesin jahit jarum berfungsi sebagai "pengantar" benang untuk mengunci ikatan antar kain. Pada mesin pintal, jarum berfungsi untuk "memecah serabut" seperti menyisir, memutar, untuk akhirnya membuat serabut itu menjadi lebih mudah untuk diurai jadi benang. Proses yang sempurna layaknya kalimat. Proses yang memiliki mekanisme seperti imbuhan yang berada di awal, tengah, dan akhir.

Mekanisme mesin selalu berawal dari prosesi berpikir, "apa-bagaimana-ke mana". Prosesi berpikir analitis sederhana, yang juga mencerminkan norma berpikir yang berlaku pada sebuah konteks peradaban. Prosesi memverifikasi sesuatu apakah sesuatu itu datanya bisa dipertanggungjawabkan (punya penjamin urutan hingga ke sumber data). Berlanjut kemudian ke prosesi untuk mengetahui bagaimana sesuatu mengaitkan dirinya dengan lingkungan, dan jika memiliki gerak, lanjut pada prosesi melihat kemana arah geraknya. Prosesi ini bisa juga ditemukan di pasar. Pasar, tempat untuk bertukar, melihat untuk mengetahui, dan merangkai  nilai-nilai yang dibutuhkan, untuk dibawa pulang.  

Susunan pikir ini sering disebut algoritma dalam peta data "tak tampak". Data yang bisa dikatakan harta, dan ada yang menyebutknya sebagai (sumber) energi. Data pada masa kini seperti bulu-bulu domba dan kapas. Terlihat saling terikat, menggumpal, namun nirkontek. Butuh mesin algoritma yang sesuai kontek yang mampu mengurai data tersebut menjadi benang-benang sehingga bisa menjadi entitas benang pengikat, bahkan bahan kain untuk penahan entitas lainnya. 

Dalam sebuah kondisi yang terlihat "menggumpal", bisa jadi memang belum ada mesin pintal yang cocok di sana. Bisa jadi kalaupun ada mesin pintal, belum ada jarum yang cukup tajam dan ditakuti yang bisa mengurai gumpalan. Bisa jadi mesin pintalnya masi baru hanya bisa menggulung, dengan daya urai yang rendah. Atau bisa jadi belum ada operatornya.  Kondisi ini hanya akan memperparah sebuah siklus produksi, bisa jadi siklus peradaban.

Melihat mesin pintal membuat saya optimis. Selalu ada jalan keluar dari persoalan yang menggumpal, mulai menumpuk seperti awan cumulonimbus, lalu menghadirkan "distraksi/kekacauan pada sistem" seperti teori termodinamika 2 yaitu  entropi dari sistem yang terisolasi selalu bertambah atau tetap konstan. Dalam arti lain, entropi mulai mengambil peran. Semua akan terurai. Mesin pemintal bisa jadi penahan, atau bahkan bisa jadi sebuah mesin entropi kecil yang mengurai gumpalan menjadi sesuatu yang lebih rapi dan bisa disusun lagi. 

Ada satu bacaan yang baru saya baca kemarin (11 Februari 2021) tentang bagaimana sebuah partikel bisa terlepas dari rangkaian panjang. Ini cerita yang beda lagi. Jika dianalogikan dalam sebuah proses pemintalan, cerita ini adalah cerita bagaimana sebuah serbuk kapas terlepas dari ikatan sesaat setelah dipintal, lalu menjadi partikel bebas, yang juga berujung pada entropi. Partikel bebas ini bisa berwujud banyak, ia bisa jadi freelance yang tak terima dimainkan oleh sistem pembayaran, bisa jadi berbentuk ronin, para pejuang yang kehilangan komando, bisa jadi anti counter narrative, sosok-sosok yang memetakan pola pembentukan opini lalu menetralkannya. Satu lagi yang saya sedang sangat concern, yaitu partikel bebas yang bisa berbentuk manusia yang dijadikan konstanta, dan tanpa henti menghasilkan algoritma. 

Akhirnya saya bisa dapat menganalogikannya. Mesin pintal adalah analogi yang agak nyaman saya gunakan untuk saat ini. 

No comments: