Saturday, December 17, 2011

Angin Tanpa Arah



..............aku disini.....
...........menulis sedikiit kata-kata.....
.....didalam uraian tulisan kertas tisu lusuh......

“Wahai angin, wahai langit-langit hitam dengan awan-awan tanpa hujan…
apakah kau lihat harapan itu seperti cahaya ataukah noktah hitam?”..
“Apakah kau lihat harapan itu adalah cela bagi para pendusta, bagi para pecundang?”
“Doa para pecundang hanyalah kepalsuan bagi realita…”
“Aku ingin melangkah ..seperti layaknya langkah-langkah hewan kecil yang baru dilahirkan oleh sang induk yang sayang padanya”..

“Aku ingin langkahku dipenuhi daun-daun yang menguning karena sudah waktunya untuk musim gugur, karena sudah waktunya kami melihat harapan-harapan baru,”….
” …meskipun kami harus melewati musim dingin,…meskipun kami sudah melewati musim berbunga”….

“Daun-daun hitam dimasa lalu yang ditiupi angin-angin tanpa arah, kini tersimpan di dalam gubuk-gubuk kelam seorang pengembara tua”…

“Semuanya tinggal senyum, semuanya tinggal cerita , semuanya tinggal kenarsisan orang tua…aku berharap untuk menjadi muda dan bisa terus melangkah dengan impian-impian setinggi langit”…

Cih…

cinta

itu

hanya

untuk

pemimpi….

===========
sedikit kutipan dari "lantun angin tanpa arah".

Saturday, November 26, 2011

Anti Social Media?


Account facebook sudah punya, account twitter sudah punya, tumblr juga punya, blog juga punya (walau kurang eksis), sebenarnya masih ingin belajar social media yang lain, dan memang masih sangat banyak social media lain. Kata teman, "social media itu seperti spion pada mobil, kita bisa tau kondisi di sekeliling mobil kita, tanpa harus bertindak seperti stalker (pengintip /pengintai hidup orang)". Pendapat yang aneh, tapi struktur analoginya cukup konstruktif membuat saya bisa memosisikan diri di dunia social media yang saat ini sudah menjadi cemilan warga Jakarta.

Saya menduga, bisa jadi warga Jakarta di lima tahun terakhir adalah warga Jakarta yang "gemuk" oleh informasi, dan "berkolestrol" karena tertempeli mindset yang macam-macam karena keseringan nyemil social media. Mindset yang sebenarnya "lemak" bagi tubuh, sebenarnya sumber tenaga, tapi tak terolah dengan perbuatan nyata, menumpuk, dan bisa membuat mati. Fisik tak mati, tapi mungkin bisa jadi jiwa kita sebenarnya sudah masuk ke alam barzah.

Terbayang di otak liar ini, fungsi tubuh sepenuhnya dikontrol oleh koordinasi lima indera, tanpa hati. Otak hanya akan menjadi operator yang menjalankan mesin-mesin pengolah referensi.  Panca indera menjadi senjata ampuh yang diberikan Tuhan muntuk mendukung pencapaian kita. Panca indera membantu kita dalam mencengkeram ide-ide, dan mimpi untuk memiliki. Rasa ingin memiliki, itulah yang dihasilkan dari koordinasi kelima indera ini. Rasa untuk menguasai kapital, itulah yang seringkali menghinggapi orang-orang yang di otaknya hanya berisi program-program pencapaian.

Lalu dimanakah letaknya hati? ya posisinya tak pernah berubah, selalu menemani usus. Hati versi bangsa ini adalah hati yang sejajar dengan perut. Hati versi samawi (nasrani, islam, yahudi) adalah heart, qalbu, yang sebenarnya adalah jantung, pemompa darah. Heart is not liver. Ia diposisikan di atas perut, dan sejajar dengan paru-paru sebagai alat bernafas. Pengistilahan ini membuat pikiran saya mengembara, apakah betul bangsa Indonesia ini bangsa artifisial? Bangsa yang mudah disuguhi materi? Karena kalbu disejajarkan dengan perut?...

Kembali ke social media. Saya melihat sebuah fenomena, kaum muda Gerindra mulai "melirik" strategi untuk "memusuhi" social media. Link-nya bisa dilihat disini . Sebetulnya tidak benar-benar memusuhi, hanya memosisikan diri. Social media memang senjata ampuh untuk mencapai interkolektifitas. Sebuah cara untuk menjadi keluarga besar yang menghargai pentingnya kapitalisasi ide. Tapi tetap, individu adalah sebuah sosok yang dihidupkan oleh qalbu. Berserah diri pada referensi, hanya akan membuat kita mayat-mayat berjalan. Normatif, templatis, dan tak bersuara melawan kapitalis. Qalbu seolah hanya bisa bersuara di alam barzah, ya karena qalbu budak-budak materialis seringkali  telah mati.


Social media adalah privilege individu bebas. Tapi bukanlah tujuan. Social media hanyalah batang-batang korek yang membakar individu sejati agar menjadi dirinya sendiri, yang punya hati, yang punya jiwa, dan yang membesarkan semesta, yang membelenggu ego-ego kesombongan atom-atom jagad raya. Kesombongan yang seharusnya tak tampak dari individu yang merdeka. Merdeka untuk berbagi, dan berhati untuk memiliki.

Monday, November 07, 2011

Sunday, October 23, 2011

Berkarya Tanpa Tersandera?


Memulai karya baru seringkali adalah pekerjaan yang maha berat. Berat karena memang benar-benar harus baru, seperti tanpa keterkaitan dengan karya-karya sebelumnya. Karya baru itu pun berat karena seolah kita harus terlepas dari keterjebakan sentuhan diri kita pada masa lalu.

Hal ini terjadi pada saya dahulu, dan terjadi juga dengan rekan saya, sesama makhluk pembenci hal-hal normatif. Tumben rasanya saya mendapatkan waktu untuk mendengarkan apresiasi darinya, tentang posisi dirinya saat ini. Kata lain "curhat" yang keduluan populer. Istilah curhat agak tak saya sukai, karena seringkali kata curhat menjebak kita untuk subjektif memandang orang.

Ia memulai sesi apresiasi tentang dirinya, dan saya tinggal menikmati. Ia mengapresiasi dirinya yang berada dalam lembah kejenuhan, setelah berkarya hampir setahun di Jakarta. Ia takut dirinya akan memproduksi karya yang "begitu-begitu" saja, gampang tertebak, membludak ke dalam imaji dan gerbang niatnya. "Saya stuck, apa yang harus saya perbuat?" sebuah apresiasi yang diakhiri tanda tanya. Ia bertanya pada saya, yang terus terang saat itu terhenyak karena belum siap menjawab.

Saya berusaha tersenyum. Tersenyum adalah bentuk jawaban yang biasa saya pertama kali lakukan sebelum berkata. Senyuman bisa berjuta makna, layaknya lukisan Monalisa. Satu hal yang pasti adalah senyuman bisa jadi obat, mungkin untuk dia, dan yang pasti untuk saya. Butuh kurang lebih 10 detik untuk saya mencari kata-kata jawaban yang tepat. Karena urusan niat berkarya adalah urusan yang sangat subjektif, namun berdampak pada objective (tujuan) hidup kita.

"Coba Lu pilah lagi urusan lu, mana yang rutin, mana yang benar-benar berkarya," ujar saya. Rutinitas seringkali meninggalkan kesan seperti kita sedang mengisi check list daftar pekerjaan yang nyata-nyata berulang. Sedangkan karya seringkali membutuhkan energi untuk mencari "wangsit" atau petunjuk dari alam, menghaluskannya dalam coretan ide, mengolahnya dalam sistem yang bertumbuh, dan membungkusnya dengan kesan dan referensi terakhir kita.  Berkarya itu seperti menjadikan kita seolah Tuhan, sebuah aktivitas yang agak arogan untuk skala manusia. Namun dengan karyalah kita bisa menunjukkan bahwa kita bukanlah Tuhan. Kita hanya 0/1 nya Tuhan. Rasa lelah dan kehilangan orientasi akan muncul saat kita selesai menyelesaikan sebuah "karya",adalah bukti yang membuktikan bahwa manusia punya batasan. Batasan karya, sesuatu yang sangat manusiawi.

Apa yang dilakukan rekan desainer lainnya saya ceritakan sebagai referensi. Rekan desainer tersebut punya ritual rutin saat telah menyelesaikan sebuah proyek bangunan. Ia akan serius untuk berlibur dan seraya menyerap simbol-simbol alam yang baru. Rekan yang saya ceritakan itu menginvestasikan 50%waktu bekerjanya untuk mengisi ulang energi badannya yang tersalur ke karya terakhirnya. Tak heran setiap karyanya seolah memiliki aura, tak datar seperti wajah pengantin yang tak ikhlas dikawin.

"Lu harus cari waktu untuk kembali ke alam, kembali ke haribaan Ilahi dan mendapatkan simbol dan energi baru," ujar saya berkata sambil terpejam. Terpejam karena pembicaraan ini terjadi setelah saya belum tidur selama 36jam. Selain itu, untuk urusan memberi petuah, saya berusaha menghilangkan peran indera saya. Saya berusaha menggali suara-suara berisik di dalam tubuh, yang seringkali berkata. Suara tubuh yang ternyata adalah suara hati.

"Gue tau lu baru saja menyelesaikan beberapa karya idealis secara beruntun. Ga heran lah kalo kejadian "kopong ide" ini terjadi. Kerja itu rutinitas, karya itu penciptaan entitas. Jangan meremehkan badan kita saat berkarya," ucapan saya meluncur deras seperti orang sok tahu. Tapi saya yakin dengan ucapan saya itu. Saya yakin dengan kesoktahuan saya saat berhasil mendengar suara hati.

"Oke, saya akan cari waktu," ujarnya. Kami pun melanjutkan dengan cerita-cerita hantu. Sebuah cara tersingkat untuk mengurangi keterkaitan dengan ruang dan waktu. Sebuah cara yang singkat juga untuk menghargai daging yang telah membantu ruh ini melewati hari.*








*Teringat dengan lagu Sujiwo Tejo ~Cinta tanpa Tanda, dan ucapannya di twitter: ""Bunuh" panca inderamu, dan rasakan cinta tanpa tanda. Selamat mengarungi cinta yang tanpa tanda".

Thursday, May 26, 2011

Apakah Kita Masih Butuh Politik?



Di antara cerita perang yang terjadi di hutan-hutan, perkotaan, air, darat, gunung, dan lembah, bangsa Indonesia ternyata terlahir  melalui perdebatan, melalui diskusi, dan olah pikir. Tak ada aturan dalam debat saat itu, hanya rasa ingin mendapatkan makna baru dan pelepasan cita-citalah yang membuat tokoh bangsa mengumpulkan semua ego mereka yang berbeda-beda. Kesepakatan menjadi orientasi dalam menyelesaikan masalah bangsa.

Kesepakatan itu berjudul undang-undang dasar, dan mungkin masih banyak kekurangannya. Seperti payung kecil, kadang tak cukup menaungi warganegara yang ingin mendapatkan kenyamanan. yak, kenyamanan, bukan kemerdekaan. Bagi orang yang mencari merdeka, memiliki payung saja sudah menjadi anugerah. Memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi hujan adalah sebuah amanah. Kenyamanan adalah candu bagi orang yang ingin dimanjakan mimpi.

Mulai dari Undang-Undang, sistem  dan organisasi pun tumbuh, tumbuh seperti syaraf otak yang saling tersambung, dan menjadi mesin fikir dalam menyelesaikan masalah kebangsaan. Peraturan tumbuh seperti jalan-jalan raya kota yang saling menghubungkan. Besar, kecil, panjang, lebar, sempit, luas, seperti itulah analoginya.

Setiap orang selayaknya bisa menggunakan jalan itu. Tak haruslah kita menggunakan kendaraan jika tak terikat dengan timeline waktu. Cukup berjalan saja, kita bisa sampai di tujuan, kita bisa mendapatkan rasa kemerdekaan dan keadilan.

Apa yang terjadi di pusat ibukota ini sungguh seperti komedi. Tak usahlah dianggap tragedi, jika kita masih memiliki solusi dan bayangan indah untuk membuat dunia jadi lebih indah. Mesin-mesin politik mengisi jalan-jalan ibukota hingga ruas terkecil. Itu bukan masalah. Yang jadi masalah adalah pengemudinya tak tau cara menggunakan mobil. pejalan kaki tak ada lagi, karena pasti tergilas. Mobil besar, mobil kecil, saling berebutan ingin menikmati jalan tanpa gangguan, agar bisa sampai tujuan.

Sebenarnya apa sih arti tujuan, jika akhirnya kita harus mengorbankan jalan yang saling terhubung itu jadi tanpa arah, dan membuat frustasi. Sebenarnya apa sih arti tujuan, jika kita tak bisa berbagi. Nihil... dan memiliki kemampuan terbang, kini menjadi mimpi para politisi-politisi yang tak bisa berkendara...

Friday, February 11, 2011

Haruskah Kita Memahami Jakarta?




Kemarin saya bertemu dengan teman saya yang sedang bingung. Bingung antara bahagia atau khawatir. Anaknya kini lebih percaya sponge bob untuk dijadikan ibunya. Ibunya seorang pekerja media di ibukota, tinggal di "samping" Jakarta, dan mungkin melihat anaknya adalah sebuah pertunjukkan terindah di setiap harinya. Namun saya rasa pertunjukkan yang dibawakan oleh sang Anak di hari itu membuat sang ibu berkendara dengan keterkejutan...

Ada variabel berpikir menarik yang saya dapatkan dari anak tercinta rekan saya ini. Bahwa untuk merasakan dan memahami proses hidup, seringkali kita ga butuh itu namanya pengajaran. Ide spongebob menjadi ibu bagai kembang api di tengah kegelapan. Keliaran indera dan ekplosifnya cara anak mengembangkan daya paham bagaikan mata air inspirasi kita..

Ruang, dengan segala karakteristiknya, mewadahi raga dan barang-barang milik kita. Begitu pula dengan pikiran, dengan segala variabel yang dipikirkannya, menjadi pencetus gerakan kita. Namun, hal itu menjadi tak berbentuk, tak bisa dipahami, saat kita memainkan runutan (timeline) waktunya secara acak. Semua tatanan ruang, dan tatanan pikir jadi tak ada artinya...

Pemahaman seperti itulah yang saya pahami dulu... Tapi cerita rekan saya ini justru membuyarkan pemahaman tersebut. Anak bisa memahami sesuatu secara utuh, tanpa harus melalui proses runut yang biasa kita lakukan saat belajar.

Mentransformasi pikirannya menjadi simbol yang ada di kamar. Itulah kemampuan lebih sang anak. Sang Anak begitu inspiratif untuk membuat pikirannya menjadi simpel, namun tetap nyaman dipandang. Anak melihat pikirannya bertansformasi menjadi sosok-sosok utama yang mengisi cerita hariannya. Atau bisa juga simplifikasi pemikirannya terlihat seperti bibit pohon. Bibit ini bisa jadi apa saja saat ia membayangkan proses tumbuh besar sang pohon. Inilah yang membedakan anak kecil dan orang dewasa. Orang dewasa seringkali terpancing untuk menggeneralisir sebuah fenomena agar mudah dihapal dan mudah diarahkan.

Menggeneralisir adalah sebuah fenomena yang membuat sebuah fenomena "seolah" tertangkap dalam satu simbol. fenomena terlihat seperti pohon besar yang terserabut dari tempatnya, dan disimpan dalam memori. Akar pohon yang begitu kompleks menyebar di tanah tak menjadi kepeduliannya. Menggeneralisir fenomena seringkali menimbulkan persoalan. Karena simbol tidak dijelaskan lagi secara utuh.

Lalu apa hubungannya dengan judul blog ini?... ya karena terlalu banyak fenomena yang digeneralisir dalam simbol-simbol. Dan terlalu banyak persoalan yang ditimbulkan oleh simbol-simbol akibat generalisasi ini. Ini nih contohnya:... Ormas dengan simbol agama, pekerja sehat dengan simbol bike to work, Macet jakarta dengan simbol PaMer PaHa nya... Simbol-simbol ini justru mematikan rasa kita pada keterkaitan waktu. Ingin lari rasanya dari masalah ormas agama dengan isi orang-orang penuh nafsu... Boro-boro ingin mengembangkan cerita yang indah dari simbol-simbol yang ada. Justru hanya ada cerita sinis dan pencarian kambing hitam..

Saya jadi bahagia saat mencoba membuat simplifikasi Jakarta. Yak, saya bayangkan Jakarta seperti paul gurita. Gurita yang memiliki banyak kaki (kemampuan), dan bisa meramal (kelebihan) untuk kemenangan kompetisi-kompetisi yang akan terjadi.. Namun betapa tak solutifnya otak saya saat harus menggeneralisir Jakarta dengan simbol benang kusut... hehehe

Simplify..yes.. Generalize.. no

Sunday, January 30, 2011

Hibernasi...ah..




"Realita seolah tak berarti saat mimpi tak sanggup untuk hadir".... Nnngg...itu bahasa galau yang keluar dari rekan saya. Ia telah bergadang kurang lebih empat hari lamanya. Nggak kebayang bisa seperti itu.. Tapi itulah kenyataan yang saya dapatkan.

Menurut saya, lelah juga rasanya kalo kita selalu hidup dan memanfaatkan panca indera tanpa waktu istirahat. Sepertinya diam itu perlu,karena saat diam kita bisa merasakan mimpi.

Mungkin inilah permainan yang diajarkan Tuhan, nama lengkapnya permainan dinamika hidup. Tuhan memberikan keseimbangan dari semua aspek hidup. Tuhan juga seringkali hadir pada saat kita merasa seimbang. begitu banyak inspirasi yang hadir saat kita berada dalam posisi seimbang. Setiap perbedaan seolah meberikan makna,dan itu adalah inspirasi.

Saya pernah juga mencoba untuk bergadang lebih dari dua hari. Suer, bukan puas dengan hasil kerja yang didapatkan. Kelelahannya menghilangkan interest saya pada apa yang saya lakukan. Dulu, sebelum kerja di media saya adalah seorang creative di event organizer. Namanya terdengar keren, tapi saya membayangkannya seperti kerjaan yang benar benar melelahkan otak. Kerja saya adalah mempersiapkian proposal, menyiapkan publikasi,dan desain panggung untuk event band dan tour band. 3inone. Boro-boro menikmati band yang manggung.. kerja saya adalah mempersiapkan panggung di malam hingga pagi hari, lalu siangnya tidur karena kelelahan, dan bangun malam saat konser usai, pengen nonton, tapi badan tak bisa dipaksa kompromi.Begitu terus selama hampir setahun.

Hmm, bayangkan saja otak yang diberi handuk karena terlalu banyak cairan otak yang terpakai untuk dijadikan energi berpikir.... Lebay terdengarnya, tapi itulah pelajaran berharga yang saking mahalnya ga akan saya beli lagi... :D

Betapa istirahat itu mahal, saat kita melewati proses yang wajar. Bagi saya, istirahat adalah investasi untuk tubuh, inspirasi untuk mimpi, dan tentunya menurunkan kerja otak yang fluktuatif.

Monday, January 24, 2011

Melintasi Jakarta Tanpa Peluh


Akhirnya...

Hampir empat bulan saya membisu untuk menuliskan kata-kata di udara Jakarta... oh.. saya sudah tidak di jakarta. Terhitung 5 Desember 2010 kemarin, saya telah pindah ke kawasan Japos,Tangerang, surganya para pekerja sub urban ibukota.

Kelahiran anak membuat saya bahagia, namun itu adalah kebahagiaan yang tak bisa terbungkus dalam kata-kata. Terlalu banyak bahagia itu, terlalu banyak judul yang harus saya buat hingga saya merasa, menuliskan kebahagiaan tentang anak bisa-bisa jadi bahagia yang basa basi.

Seperti kata orang galau di halte enam bulan yang lalu, "cinta itu perbuatan, pengorbanan, sama sekali bukan kata-kata"... Itulah yang membuat saya berada dalam dunia kontradiksi untuk curhat dalam kata-kata cinta, empat bulan ini ..

Bahagia, kesal dengan dinamika politik kantor, membuat saya justru fokus memikirkan hal-hal yang bersifat formal. Tugas ya dikerjakan, rencana ya dijalankan. Empat bulan saya tak banyak melakukan hal-hal yang nakal. Nakal, diluar alur perputaran otak. Menulis di blog ini adalah sebuah hal yang nakal...Huh, terasa bukan di tulisan saya ini, empat bulan tak nge-blog membuat tulisan begitu formal, tidak nakal...


Alhamdulillah..

Akhirnya cerita baru pun tertulis...
Kenakalan itu bisa jadi hal yang formal...ternyata..

Tuhan mengirimkan "kenakalan" itu pada saya tadi pagi, dalam bentuk kisah nyata sang penjual bubur.

Istri saya yang supel, menggemari bubur ayam yang dijual di gerobak motor. Motor bergerobak tepatnya. Rasanya enak, ada tongcai (wortel kering yang asin) ala makanan Cina. Enak bukan karena bubur ayam yang bergerobak standar, yang dijual sebelum tukang bubur bermotor ini datang, rasanya seperti air payau. Tapi karena memang bumbunya meresap.

Bubur meresap membutuhkan waktu. rasanya yang enak menimbulkan rasa ingin tahu. Istri saya pun bertanya, "Mas, tinggal di mana, kok bisa siang terus jualannya?," ... "Saya dari Tambun, Mbak"... "Tambun? Bekasi? Jauh tuh Mas"... "Ya mau gimana lagi Mbak, namanya cari uang"... pembicaraan terhenti, karena istri saya masih takjub membayangkan jarak jauhnya...

Perjalanan sang tukang bubur, dari Tambun ke Tangerang adalah sebuah perjalanan yang mungkin melelahkan baginya. Namun peluhnya sudah dibungkus dalam kata-kata, "ya mu gimana lagi mbak, namanya cari uang." Peluhnya adalah sebuah kata-kata kepasrahan.

Saya tak tahu pasti, keterkaitan rasa yang enak itu dengan perjalanan jauhnya. Saya tak tahu pasti, bisa-bisanya kota Jakarta tak lagi jadi target tempat berjual bubur baginya. Ia melintasi Jakarta. Tapi ia tak mencari Jakarta... jakarta kelewatan baginya... Jakarta hanyalah sebuah lintasan waktu.. yang mungkin membantu menggurihkan ramuan buburnya...

Saturday, September 18, 2010

Kata-kata cinta dari #sekoci (sekedar konsultasi cinta) grup @ twitter :D



#sekoci... Merasakan ada dan tiada.itulah cinta...nafsu hanya membawa kepada ada yang tiada

#sekoci... Senyum itu seperti mesin waktu..

#sekoci... Mncintai ssuatu yg tdk mencintai kita, hnya mnghasilkan mimpi buruk.. Literally nightmare, tp bisa mmbuka ruang doa

#sekoci... Jika setiap hela nafas berisi syukur, itulah kebahagiaan...

#sekoci... Ktdkpedulian spt padang pasir.. Apa yg hrs ditakutkan oleh kafilah.. Ketika punya bekal & tujuan.. Tak prlu brhrp bnyk pada oase..

#sekoci... Betapa cinta itu seperti rasa syukur yang mengalir dalam darah..

#sekoci... Bersyukurlah utk yg msh mmiliki cinta.. Krn cinta adlh tugas pertama dr Tuhan yg dilakukan hati..

#sekoci... Walaupun karakter desa asal tlh brubah jd mterialis,modernis&templatis.. Ada satu yg tdk brubah... Desa asal sll jd penguat cita2

#sekoci... Lebaran kini identik dg pulang kampung...kembali mengenali asal, adalah salah satu cara mudah untuk mensyukuri nikmat cinta :)

#sekoci... Masalah membuat kita lepas dr jebakan template, & hebatnya, cinta itu tak ada templatenya... cinta itu katalis solusi

#sekoci... Ruang hati tak berjendela membuat kita merasa gelap, kerdil dan lelah.. Jendela itu ada, ialah harapan yg bisa dibuka dg kemauan

#sekoci... Bermasalah dengan cinta? Lihatlah cinta sbg kumpulan peluang.. Karena peluang mncerahkan hati dan mata

#sekoci... Love is absurd, when u make decision while stuck and have no direction..

#sekoci... Faith is wine.. Heart is glass.. And you're the taste..

#sekoci... Cinta tak butuh niat.. Tapi bisa jadi niat.. :)

#sekoci... Butuh benci utk rasakan cinta.. Temukan benci pd tmpt yg tak bs dilangkahi..yaitu masalalu..benci jd pnyesalan yg memupuk cinta..

#sekoci... dengan cinta.. tujuan terlihat seperti titik cahaya di ujung trowongan ikhtiar... takkan ia terlihat spt dasar sumur yang dlm..

#sekoci... Maha Suci Engkau yang mencipta Subuh.. Saat ruh dan badan terasa berkompromi siapkan harinya...

#sekoci... Rindu itu madu.. Jarak itu candu

#sekoci...awalnya adalah wadah yg dibuat utk mendaptkan keleluasaan berimajinasi.. namun kmdn malah dikutuk membawakan lagu2 cinta di kafenight ars unpar... :D

Tuesday, April 06, 2010

It's Just Free Life and Free (Urbanist's) Writing





Lampu sen kanan baru saja saya nyalakan. Saya ingin berputar balik di salah satu U-turn Jalan Panjang, Jakarta BArat. Perasaan tak ada yang membuat saya khawatir dengan tindakan saya ini.

..Kecuali motor di belakang saya...

Suara berdecit dari arah belakang saya terdengar jelas. Suara dari karet ban yang beradu dengan jalan beton busway membuat saya menatap spion kanan saya sejenak. Ada motor yang merangsek ke arah belakang motor saya. Untunglah saya segera memutar gas untuk menghindari benturan.

Benturan memang terhindarkan. Tapi suara teriakan laki-laki berteriak di belakang saya begitu mengganggu telinga. "Sini kamu!"... teriak suara itu, yang ternyata setelah saya toleh, seorang lelaki berseragam SMA..

Hmmm...Inilah Jakarta. Jadi orang baik saja tidak cukup. Jakarta sepertinya butuh lebih banyak orang baik yang kreatif... Saya berusaha menahan emosi. Melampiaskan emosi pada anak SMA yang emosian tak akan saya catat di portofolio saya...jadi saya berusaha memperlahan nafas saya yang mulai terbawa adrenalin... Dan sedikit terpejam...

Sepertinya pelajaran salah satu guru silat saya mengenai pengendalian diri menjadi berkah buat saya. Pelajaran itu tiba-tiba terbayang di kepala. Ucapan guru saya yang menyebut "Rendahkan ego, maklumi orang lain" itu membuat saya tiba-tiba ingin tersenyum saat menatap anak SMA emosian itu. Tiba-tiba terbayang bayangan seorang satpam yang kurus kecil dari, namun begitu galak. Saya tak tega untuk melawannya...sekali lagi.. ga pantas untuk portofolio saya... :)..

Akhirnya saya dekati dan katakan. "Maaf De".. Jadi gimana solusinya biar ade bisa cepet sampai tujuan?".... Apa perlu saya kasi ongkos jajan?".... Anak SMA itu terdiam. Dan anehnya, dia sepertinya terenyuh dan menelan ludah... dan tiba-tiba mengucapkan, "Maafkan saya Pak, tadi saya ga melihat... kebetulan saya sedang SMS-an".

Oh pantes. Begitu sering saya melihat pengendara yang sok multitasking. Mungkin anak SMA ini termasuk perkumpulan multitasking itu. Sepertinya kemampuan multitaskingnya membantunya untuk mengatur cepat adrenalinnya itu, sehingga tersadar akan kelalaiannya...


Hmm...Kami berpisah..Saya melanjutkan perjalanan.
Namun sialnya ..giliran saya yang menerawang jauh.. saya hentikan saja sejenak perjalanan di pinggir kios untuk menikmati C-1000. Minuman vitamin C ini memang membantu saat hidung terasa gatal karena flu..Itung-itung menyembuhkan diri..dan memberikan ruang waktu untuk menerawang.


Multitasking...itu adalah kondisi yang sering (harus) dilakukan saat ini. Saat teknologi semakin memangkas jarak dan waktu. Yang tersisa adalah "remote-remote" kepentingan yang ada di depan kita untuk segera ditekan. Tak butuh lah kita melangkah jauh untuk mencapai tujuan kepentingan kita. Sudah ada teknologi yang bisa membuat kita mengabaikan jarak dan waktu untuk mencapai tujuan...

Multitasking..membawa persoalan baru..Banyaknya kontrol yang harus menjadi bagian dari indera kita menjadikan kita sering kehilangan kontrol atas kerja hormon adrenalin. Emosi itu memang seringkali terjadi akibat harapan yang lama tertahan. Terbawa oleh keinginan, dan kadang hanya kita yang tahu... Adrenalin memang membantu kita fokus atas satu titik masalah.. Tapi Adrenalin yang tersalurkan pada kontrol yang salah hanya akan membuat emosi yang mengakibatkan keluarnya peluh secara sia-sia....

Multitasking memang rawan kelalaian. Tapi multitasking adalah senjata saat kita butuh sesuatu yang instant dan menghasilkan....

Dan satu hal lagi yang bisa jadi pelajaran saya..Sebanyak apapun "remote kontrol" di depan kita..yang menentukan pilihan itu kita.. bukan program yang ada di televisi..bukan stasion yang ada di radiotape..dan yang menentukan bukanlah jam dinding yang terus berputar..... multitasking dan dijajah kepentingan adalah situasi yang saling berlawanan.. multitasking itu konsekwensi... dan dijajah itu adalah sebuah missapresiasi...

Saya jadi ingin menantang anak SMA tadi..kapan-kapan dia harus pakai gadget yang lebih canggih lagi.. jadi saat bermotor bisa tetap bersms dan menelepon ria.. tanpa harus lalai dan emosi lagi..

Puisi Sore Para Urban



Sore

Pinggiran danau jadi coklat
tanda ikan mulai merekat tanah

Saatnya diri yang rapuh mengingat janji
Lihat mega tertunduk salut pada hari

Tabir waktu yang terbuka
Tinggalkan sisa keringat
Semua kini kan jadi dulu...


Kidung Malam
(sebuah re-creating yang terbias dari tulisan puisi Alla Noia-Guiseppe Ungeretti) :D

Salamku untuk dunia
yang membawakan cerita
tuk anak kecil tertidur malam

diantara detak detik jam dinding
suara-suara bercerita
kesendirian angin, malam, dan basahnya rerumputan

Hingga terlelap wajah di dalam bingkai kayu tua
menikmati alunan nafas
kini jadi titian mimpi

Terbitlah mimpi, bawalah hati
pada kerangka dunia baru
bernama esok hari



Obat Tidur

Pandangan abu-abuku
jadikan daun sekeras besi tua

kepala terantuk, bisa jadi salam
padaku yang belum mati

Hidup ini tirani
layaknya tersupiri bus malam kebut-kebutan
saatnya kini angkuh
jadi sarapan syaraf kantukku..


Sampai ke Rumah

Jauh aku berlari kencang
dengan tangan mengembang

lewati genangan
lewati terang
dan suara keras benturan batuan

Tak kurasa tanah yang menyekat
hingga rasa kuning pandangan mata
dekat kulit kuningmu
berada di pelukmu
terlelap

Hujan

Bukanlah bebatuan terbawa air bah
Tapi terbawa gunung mendung yang membuat terbelalak
membuat lari dan ucapkan hujatan

hilangkan sombong
tampilkan layu sesaat

Waktu

Seperti bajay dan ojek bertabrakan
di siang hari tempat bertopi dan lapar
terus berputar, hingga terlihat hanyalah gunung, horison, dan dalamnya laut

Kubutuhkan tongkat Musa
yang membuat awan datang membelah panas, memberi sejuk
hilangkan takut akan lintasan terik menimpa

Andai aku tak abai
tak harus aku rasakan gelap hingga ketiduran
hingga bisa rasakan mewah, rasakan sejuk
Berbaring di atas rumput
Mimpikan ilham..

(sedikit berbagi puisi hasil dari sesi clustering and re-creating creative writing.. :D )

Thursday, January 21, 2010

Asasi Usang Yang Membunuh...



Hidup di ibukota laksana hidup di dalam lingkaran yang tak terlihat seperti lingkaran, namun kumpulan titik-titik. Butuh teropong*) khusus yang bisa menjauhkan jarak pandang, hingga kumpulan titik titik itu jadi sekumpulan garis lengkung yang tak terputus.

Begitulah, kesempurnaan ibukota sebenarnya tersusun dari kumpulan titik titik yang berbeda. Kesempurnaan ibukota tersusun dari sebuah perbedaan yang selalu mengikat. Tak butuh lem khusus yang bisa membuat ikatan titik titik itu... cukup uang dan waktu saja yang bisa mengikatnya.Itulah yang terjadi saat kota ini masih produktif, masih menghasilkan makna-makna dan ikatan-ikatan transaksi yang saling memuaskan.

Bahwa setiap titik di setiap detik mengeluarkan makna yang bisa saling dukung dan bisa bersinggungan. Di waktu tertentu titik-titik itu membuat sebuah realita jadi terbaca mata, terdengar kuping,terbau hidung.

Namun ada kalanya titik titik itu terbutakan...
hingga matanya hanya melihat isi otak...
kupingnya hanya mendengar detak jantung...
hidungnya hanya menghirup bau darah..
Kala itu datang saat titik terlihat sempurna, layaknya lingkaran kecil yang tak lagi tersusun atas titik. Saat titik merasa diri cukup, dan tak butuh lingkaran kesempurnaan. Kesempurnaan diri kini adalah asasi yang membunuh... memutuskan simpul-simpul kita dengan putaran waktu dan uang. Dua hal penting yang jadi komponen pemutar lingkaran ibukota...

Ada kecenderungan baru di ibukota, Para saudagar memelihara lawan-lawan mereka. menciptakannya, merawatnya, dan menjadikan lawan mereka sebagai senjata. lawan bisa dibungkam dengan kecerdasan kolektif.

Para saudagar berpengaruh berusaha memutuskan simpul simpul otak lawan hingga mereka berdiri sendiri, keasyikan sendiri.

Para saudagar berpengaruh menjadikan tanah pijakan lawan sebagai teman mereka. Hingga apapun dan bagaimanapun kontur tanah pijakannya, sang titik tak akan, dan tak mampu untuk bisa membuat terowongan yang menembus gunung. Mereka hanyalah sekumpulan titik titik berasasi usang yang sedang membunuh dirinya sendiri..

Lawan saudagar ini tak lain adalah manusia berasasi yang abai pada waktu dan uang... oh jakarta... *)mataku belum lepas dari teropong...

Wednesday, November 11, 2009

Saat Jiwa Tak Ingin Disuap Realita..




Malam masih terlalu terang,
terlalu silau untuk menyelesaikan jadwal tugas-tugas yang merambat
di catatan kegiatan hari ini.

Secangkir kopi pun hanya mampu melembutkan dua helaan nafas
dikala melihat tema-tema baru, yang harus diselesaikan.

Keheningan malam ini terlalu bergemuruh untuk telinga yang sedang ingin mendapatkan suara nol desibel.

Apakah hanya aku yang mengalami, atau banyak dariku yang menatap pekerjaan seperti mengurus pengawal-pengawal pembuat aman...

Seringkali kita sendirian...namun tetap merasa suasana terlalu ramai ....padahal realitanya, kita sedang benar-benar sendiri...

Keheningan yang kita rasakan seringkali terasa ramai
Santainya kita seringkali terasa sibuk
Gelapnya ruang kadang terasa silau

Sepertinya gelombang otak masih berfluktuasi tajam dengan frekwensinya yang tinggi..
Butuh penenang yang lebih dahsyat dari sekedar keheningan dan ketenangan..
Butuh sebuah antitesis untuk menjadikan gelombang otak yang stabil...

Fluktuasi memang membuat hidup menjadi dinamis
Tapi kedinamisan itu kadang membuat kita hampa..
Sehingga kehampaan tetap tak terobati pada saat kita diam...


Realita yang menawarkan begitu banyak kesenangan, terkadang ditampik jiwa..
Jiwa hanya ingin keseimbangan yang memberi makna
bukan ketenangan yang berisi pertanyaan tanpa jawab

Ternyata hidup tak hanya berbuat.. tapi hidup adalah menjawab...
Seberapa sering kita berhasil memberikan jawaban.. di padatnya hidup kita?...
seberapa sering jawaban yang kita berikan..hanya kita jadikan sebagai santapan peliharaan harian kita..yaitu nafsu kita.. dan jawaban itu seakan bukan untuk hati kita sendiri...


nafsu.. kadang jadi peliharaan favorit kita..
kadang terlalu kuat mengawal kita...
hingga kita jauh dari realita....penikmat karya kita....pijakan hidup kita ...

*_*

Tuesday, October 06, 2009

Goyangan para Templatis Ibukota



Gempa lagi...

Tuhan tak bosan-bosannya mengingatkan kita, untuk selalu berpijak pada realita. Realita? Yak, realita,sebuah kondisi dimana disitu ada perbedaan, persoalan, dan harapan yang harus diikat dalam sebuah penyikapan...

Kadang kita lupa untuk memijak di realita yang ada. Pijakan kita teracuni oleh template-template pemikiran barat. Lihatlah orang-orang yang terjebak pada template idealis, pragmatis, dan normatif.

Keadaan diperburuk saat seseorang terjebak dalam dunia kerja yang beraura kapitalis. Cita-cita untuk pencapaian produksi malah menurunkan arti hidup orang lain yang hidup di sekitarnya. Sikap templatis mengorbankan cita-cita. Penyebabnya, tak lain dari pengabaian arti perbedaan, pengabaian atas persoalan baru, dan harapan yang memburu menjadikan seseorang kehilangan orientasi di ibukota. Baginya, waktu berputar cepat hingga menghela nafaspun menjadi sebuah kemewahan. Kemewahan menghela nafas... itulah kemewahan ala para templatis yang bermandikan cahaya ibukota.

Kembali lagi pada ikatan penyikapan... Apa yang salah dari para templatis ini?.. Saya, yang mencoba untuk jadi urbanis kritis... hanya menilai.. idealis, pragmatis, dan normatif bukanlah sikap, itu hanya sifat.Template-template itu hanyalah variabel dalam bersikap. Sikap itu sebenarnyasolusi, yang tersusun dari hitungan-hitungan angka bervariabel. Kita sendiri mengerti, variabel tak layak ditampilkan dalam hasil... dan tak layak untuk dijadikan sebuah kebanggaan.

Produksi adalah hasil insan-insan baik di ibukota, maupun di desa. Namun bedanya, dikota, proses adalah sebuah cerita yang terpisah dengan hasil produksinya.Setiap orang memiliki proses dan cara berbeda dalam menghasilkan produksi.Kenapa bisa terjadi? latar belakang pendidikan adalah dalangnya. Pendidikan membuat perbedaan.. pendidikan membuat kita semakin merasa bodoh. Itulah yang membuat orang-orang kota men'cara'i dirinya agar merasa lebih pintar. Di desa... proses menjadi sebuah kesatuan dengan produksi. Template adalah sebuah keniscayaan yang bisa dinikmati bersama. Jadi ... agak aneh rasanya bila melihat orang kota mengagungkan template, apalagi template itu dari negara antah berantah, yang asbabunnuzul(latar belakang terjadi)-nya pun kita tak tahu.


Dikota...darimanapun kita berasal..kita bisa jadi apa saja....dan kita selalu tertantang untuk terus berhitung... semakin kita menguasai sebuah hitungan..kita akanm merasa puas. Untungnya Tuhan selalu memberikan tantangan untuk hambanya, agar terus lebih bermakna. Dibandingkan hitungan-hitungan variabel ala manusia, Tuhan bekerja lebih pintar dari kita. Ia selalu berhitung dengan variabel lebih banyak dari yang kita miliki...hingga dinamika hidup terus berisi makna-makna baru...

Sialnya.. manusia cepat untuk berpuas diri. Saat kita telah menjadikan variabel itu menjadi template kita (karena merasa hitungan jadi ternikmati karena mudah), kita justru menganggap template itu menjadi berhala kita untuk mendapatkan jaminan hidup sempurna di ibukota . Tak heran, Tuhan pun punya hak untuk mengingatkan kita, dengan menambahkan variabelnya dengan cara yang lebih nyata... agar kita ingat..kita harus terus berhitung..dan terus menambah variabel itu.. agar Realita jadi berisi solusi yang terus disempurnakan.

Realita bukanlah daftar menu yang penuh imaji.. ia adalah makanan yang bisa kita nikmati langsung.. tanpa imaji...

ah... seruputan kopi susu membuatku ingin menulis sedikit "puisi" :


Kau ingatkan kami sbagai manusia,
Bahwa bumi adalah pijakan kami...


Kau yang Baik,
diriku tak pantas ber ayat
melakoni diriMu yang berfirman..


Tuhan berikan kami jalan
kekuatan berpijak..
Melangkah di sela reruntuhan mimpi kami..

Tuhan yang beri hembusan nafas
kumohon jaga langkah kami
ampuni kami.. orang-orang di kota....

.........

Friday, April 10, 2009

Usai Sudah Pagelaran Politik "Menor" itu...




Hufff..
Kampanye setahun kampanye politik telah usai. Tinta di kelingking pun yang katanya ga akan hilang selama seminggu pun sudah hilang lima jam sejak pulang dari TPS. Banyak kerancuan yang telah dilewati. SEmoga saja ini bukan pertanda kita akan melewati tahun-tahun penuh kerancuan politik.

Politik yang semakin rancu, dipraktekkan oleh politikus-politikus bergincu. Mereka sepertinya seolah baru menemukan "make up" berupa teknologi media yang bisa menyampaikan ide ke publik dalam sekejap. Make up itu mereka pakai secara berlebihan. Spanduk-spanduk, baligo-baligo seukuran 54m2 (kalau saja ada percetakan yang bisa mencetak baligo sebesar lapangan bola, mungkin akan banyak yang memilih itu)memenuhi ruang-ruang kota. Kota yang menjadi kotor, dan jengah dengan slogan jualan diri ala politikus bergincu. Semua butuh hiasan saat menyampaikan ide mereka. Mungkin ada beberapa saja yang berhasil melakukan kaderisasi yang bersih, namun tetap , tawaran pabrik gincu dan pabrik make up begitu menggoda untuk dipilih.

Media, kini adalah kurir pengantar ide-ide politikus bergincu. Ide-ide mentah, yang berisi tawaran agar rakyat (rakyat siapa?)jadi bahagia memenuhi ruang-ruang jalan, hingga ruang-ruang pikiran. Pikiran dipenuhi oleh kementahan ide yang membuat mual perut. Smua memainkan warna-warna dalam make upnya. SEmua terlihat menor. Dandanan menor yang memenuhi ruang-ruang jalan kini kembali kerumah. Model-model menor telah usai melewati masa casting. Yang terpilih akan duduk di rumah mode SEnayan.

Kota-kota yang mulai bersih, kini kembali menyampaikan pesan dedaunan yang kemarin telah kadung tertutup baligo. Dedaunan dan pepohonan ternyata berteriak, "Apakah kami ini hanya menjadi tempat kau berpijak untuk berteriak pada sesamamu?". "Apakah kami ini hanyalah dedaunan yang senang kau tebang?". Pohon dan dedaunan, kini membentuk ruang kota. Ide hijau kini memenuhi ruang-ruang kota. Semoga lain kali, para politikus bergincu tak memakai dan menutupi ruang-ruang kota dengan pesan menor mereka. Saya, pohon, dan daun, sudah muak. Ruang kotaku adalah milik mata yang menerawang alam. Bukan untuk pesan-pesan beride mentah.

Lebih baik aku melihat mereka menyiram dan memelihara ruang yang telah ada. Daripada harus melihat mereka bergincu di atas pohon. Rasanya lebih baik melihat tarzan...

Sunday, March 22, 2009

Revolusi Ide.. sebuah pra dogma





Hidup itu adalah rasa syukur.. yang terikat waktu…

Begitulah mungkin intro yang tepat untuk cerita dibawah ini. Cerita tentang berharganya diri kita, lingkungan kita, dan waktu kita...

Apakah ada yang memperhatikan, bila kita mau, waktu membuat kita berpikir lebih luas, lebih kompleks dan lebih sistematis? Padahal, pemikiran itu hanya berasal dari satu ide.. seperti bola salju..meluncur dari puncak bukit kontemplasi kita.. lalu memantul dan membentur dinding-dinding realita di bawahnya. Bola itu semakin membesar dengan gulungan-gulungan realita, yang siap menerjang realita lain yang menghalang....dan akhirnya sang penghalang pun mengikuti bulatan dan putaran bola salju besar itu...

Bola salju besar itu, bila kita lihat hanyalah ide yang terbungkus oleh logika realita. Logika-logika itu terikat dalam sebuah sistem. Sistem bola. Yang siap punya kemampuan berputar, bahkan merusak. Perputarannya adalah sebuah proses revolusi, yang bisa menggulung apa saja, siapa saja, kapan saja, selama masih berada di lereng miring yang dilewatinya. Revolusi akan berhenti, ketika ada keseimbangan, lahan datar, yaitu ketika nilai kebutuhan (baik individu maupun kelompok) telah sesuai dengan nilai produksi (individu atau pun kelompok).

Judul note ini memang revolusi ide. revolusi, karena revolusi adalah sebuah pembentukan sistem, pergerakan/putaran yang membesarkan arti realita. Ide, karena kini point ide lah yang bisa dijadikan bibit “bola salju” itu. Dahulu kita pernah mengalami revolusi perdagangan, revolusi industri, revolusi energi, revolusi informasi… hingga semua itu berlabuh pada bidang datar yang bernama dunia tanpa jarak. Hanya waktu yang memberikan perbedaan di dunia ini. Keseimbangan muncul ketika kita berbicara masalah akses informasi, akses barang, akses mesin industri. Siapa yang masih benar-benar masih tak bisa menjangkaunya diluar kendala modal?


Ketika semua sistem kehidupan sudah saling terhubung, seolah tanpa jarak, maka yang kita tunggu adalah, apakah ada ketidak seimbangan lain yang akan terjadi?.. maka bila itu terjadi, tak usah menunggu.. bola salju pasti akan meluncur….






Sistem kehidupan ini tersusun tidak sendirinya.. Butuh waktu ratusan, bahkan ribuan tahun hingga akhirnya kita sampai ke masa semua serba “dekat” ini.

Terbentuknya sistem ini tak lepas dari adanya pergerakan revolusi, atau jika dianalogikan seperti adanya bola yang meluncur deras, yang membenturkan realita, hingga akhirnya membentuk sistem-sistem kehidupan yang ada. Semua membutuhkan logika, logika berdasarkan system yang telah ada…

Mengingat-ingat lagi…

Revolusi Perdagangan membuat negara harus menstrukturisasi sistem di negerinya agar mampu melakukan perdagangan antar benua, hingga akhirnya harus mengkolonisasi negeri-negeri yang tak “mampu” mengimbangi "tren" kolonisasi yang terjadi.

Revolusi Industri membuat negara-negara harus menstrukturisasi sistem Industrinya, hingga mampu mengimbangi pertumbuhan produksi dan cepatnya distribusi barang melalui jalur perdagangan. Revolusi ini menciptakan negara-negara produsen, dan Negara-negara yang ditakdirkan jadi konsumen sejati.

Revolusi Energi muncul akibat munculnya ketidakseimbangan penggunaan bahan bakar. Baik akibat industri, perang, maupun akibat kebutuhan penggunaan energi untuk penunjang kehidupan.revolusi energi terkait langsung dengan revolusi sebelumnya dan revolusi setelahnya (seperti yang akan diutarakan di bawah)…

Revolusi informasi muncul ketika ketidakseimbangan kebutuhan hidup dengan sarana tertentu, tidak diimbangi dengan informasi cara menggunakannya.. maka timbullah “mata air-mata air” yang memberikan solusi atas dahaga informasi itu. Dalam perkembangannya, siapapun yang bisa mengelola sumber informasi itu “hampir” bisa melakukan segalanya. Dari permainan politik, permainan bisnis, bahkan bisa membentuk sebuah kolonisasi baru berbentuk serbuan-serbuan gaya hidup. Gaya hidup baru ini membentuk sebuah industri baru, dan “mungkin” saja jiwa-jiwa baru. Yang lebih individualistis, namun lebih mudah diatur, seperti buih.

..Mencoba berhenti sejenak….

Semua elemen kehidupan kini lebih mudah diraih, dan lebih mudah digali pesan-pesan apa saja, skenario apa saja yang akan dimainkan oleh para pemegang saham skema revolusi.

Dalam kelengkapan sarana, pasti ada yang tidak lengkap.. Ini bila melihat dari teori keseimbangan. Apa yang menjadi kekurangan kita di masa semua serba lengkap dan serba dekat ini?...

Hari ini waktu berputar terasa lebih cepat, karena setiap detik seolah mengirim maknanya tersendiri. Yang harus kita tangkap adalah, semakin orang yang tak kuasa menangkap makna-makna dari setiap detik waktu yang berjalan. Banyak orang yang overload, banyak orang yang nge-hang, bahasa kasarnya, banyak orang yang susah karena perbuatannya sendiri.

Yang dibutuhkan saat ini adalah.. ide..

Ide membuat makna yang terkandung di alam bisa jadi lebih terolah. Betapa dahsyat jadinya bila setiap detik waktu kita memiliki rencana yang terkait kuat dengan realita? Sehingga setiap langkah kita memiliki jejak yang kuat dalam kehidupan sosial kita? Kehidupan pekerjaan kita?..

Akan datang masanya, saat ide menguasai dunia. Dunia hanya membutuhkan ide untuk bisa berjalan, karena semua sudah ada. Karena semua elemen sudah sempurna.

Di masa revolusi ide, Setiap orang butuh ide yang matang, walaupun ia harus membeli. Setiap orang akan berlomba-lomba mendapatkan ide/skema dasar untuk menjalankan hidupnya. Para penggagas sistem adalah orang-orang yang kaya.. dan mampu memanipulasi elemen dan sarana yang ada. Sistem ada, karena ada bank ide. Dan ide itu layak untuk dihargai.



Bila melihat Malaysia, yang sibuk mematenkan karya-karya lokalitas, maka kita telah melihat contoh Negara yang mulai menyusun strategi, positioning dalam persaingan revolusi ide. Jangan salah, nantinya setiap pattern sesuatu hal yang berhubungan dengan ide lokalitas yang telah dipatenkan Malaysia, kita harus mendapat izin dari mereka. Menjajah mulai sekarang, itulah mungkin yang mereka kerjakan sekarang. Betapa mengerikan dan menggelikan bila itu terjadi..hehe

Saya semakin yakin bahwa revolusi ide akan datang lebih cepat, ketika CD bajakan Inul membuat Inul jadi sangat popular. Kenapa? Karena yang tampil disini adalah industri ide. Ide geol, yang sebenarnya tidak penting-penting amat, telah berhasil didistribusikan secara tidak langsung oleh sistem pasar yang spontan, ke masyarakat luas. Inul pun jadi kaya, itu sudah pasti….


Saya semakin miris dengan nasib artis/khususnya musisi, yang beberapa kurang abai atas ide bermusik mereka. Sibuk membela diri dengan semboyan jangan beli bajakan. Padahal, mekanisme pasar tidak peduli. Mekanisme pasar hanya melihat, sesuatu bisa lebih murah, itulah yang mereka dapatkan. Dalam system banyaknya peredaran CD bajakan sekarang, apakah artis masih bisa kaya? Saya jawab dengan pasti, Bisa!
Kemampuan artis bermusik dan kemampuan daya sebar CD/kaset adalah dua hal yang jauh berbeda. Apakah musisi sadar bahwa mereka telah menggadaikan nilai idenya dalam bentuk kaset? Apakah mereka tidak bercermin, bahwa penggemar mereka lebih menunggu kejutan ide perform mereka di panggung?...
Hmm.. perlu diingat.. dalam membaca wacana revolusi, unsur hati dan moral adalah sebuah “aksesoris” yang sifatnya sangat subjektif.

Saya tertawa terpingkal-pingkal, bila artis menggadaikan performa mereka dalam sebuah penampilan lypsinc. Padahal pertunjukan musik adalah sebuah nilai mahal, sebuah hal yang sepatutnya dibayar mahal untuk kepentingan mereka. Setiap detik mereka mengeluarkan ide dan kemampuan. CD asli itu akan berharga sebagai merchandise saat penggemar puas dengan pengalaman mereka. Dan saya pun akan dan harus mencari CD asli, saat puas menonton performa mereka.Kini jaman berbalik, namun itulah hal yang paling logis yang bisa terjadi. Untuk ide ini, saya berharap label berfikir lebih besar, pikirkanlah pembentukan “image” sang musisi, hingga dengan performa langsunglah sebuah image bisa menjadi tolok ukur. Image kini adalah sebuah hal yang sudah layak di”manage” dan di kelola dalam unsur bisnis. Hingga Tak hanya melulu berkutat di jualan “kaset”.


Bisnis pertunjukan semakin berkembang, dan hal itu membuka ruang untuk para music engineer, lighting engineer,dan musisi profesional musician mengembangkan kemampuan “menggedor” hati penggemarnya. Musik adalah interaksi.. dan interaksi adalah obat hati yang autis.. Untuk hal ini saya bisa berkata: “Lypsinc adalah korupsi”



Ada pertanyaan muncul saat saya memikirkan revolusi ide ini, bila revolusi ide baru terjadi kali ini, apakah (lalu) Michael Angelo lahir di masa yang salah? Saya rasa tidak, karena di setiap kondisi tertentu pasti terjadi anomali. Di setiap masa akan muncul orang-orang yang seolah hidup tidak dimasanya, namun mungkin akan menjadi “trigger”…Karena Tuhan / sistem utama alam telah mengatur, tidak akan ada yang benar-benar seimbang, kecuali inti (jika itu di atom). Bahkan inti pun memiliki pasangannya sendiri… Seperti air, dalam suhu tertentu, memiliki kondisi tertentu….


Setiap masa menghasilkan cerita dan kejadian. Cerita itu bisa saja terbungkus kenangan indah atau pahit, tergantung posisi dan cara kita menyikapinya. Tapi di balik kisah-kisah itu, kejadian adalah rentetan pelajaran berharga, bahwa keseimbangan dan ketidakseimbangan adalah permainan Tuhan diputaran waktu yang dibuatnya..jadi.. sante aja.. selalu berfikir besar saat bermimpi dan,..selalu realistis saat melangkah…get your best position in any condition…

Tuesday, March 03, 2009

Kenyamanan dalam Facebook




Beberapa hari ini, entah kenapa, mungkin "Yang Diatas" sedang memberi saya sebuah petunjuk untuk mengembangkan diri saya untuk menjadi lebih "bebas dan nyaman". Kebebasan dalam berpikir, bertindak, dan menerima sinyal-sinyal dari kelima indera yang kita punya, yang berpengaruh langsung pada tingkat kenyamanan kita dalam "menikmati" konten canggih facebook.

Facebook, dengan konten konsep web 2.0 nya, telah menjadi fenomena. Hanya dalam kurun waktu 3 bulan saja, pengguna facebook telah meningkat lebih dari 50%, dari 20 juta pengguna melonjak menjadi 50 juta pengguna. Konsep web 2.0 memberikan kebebasan dalam pengembangan fitur-fitur dalam sebuah konten web. Dan secara otomatis bertambah pula kompleksitas masalah yang menjadi konsekwensi yang harus kita hadapi.

Kompleksitas yang kita hadapi biasanya berawal dari ketidaksukaan kita pada tingkat interaksi yang kadang terasa terlalu cepat dan terlalu meluas.Dalam settingan maksimal, interaksi yang didukung oleh aplikasi-aplikasi pada facebook, membuat kita bebas "berbuat dan memberikan influence" pada lingkar jaringan yang kita miliki. Namun kitapun bisa memberikan kesan eksklusif pada settingan facebook, hingga kita susah "disentuh" dan susah diajak berinteraksi.Menurut saya,semua settingan itu adalah pilihan kita.

Semakin canggih sebuah alat, seharusnya semakin memudahkan kita. Hal itu juga dalam beberapa kasus, kemudahan yang kita dapatkan menjadi kesusahan bagi orang lain. Ada beberapa hal yang biasanya membuat ketidak nyamanan itu terjadi, misalnya:

- Ketidakmengertian user terhadap aplikasi yang diberikan, wall fungsinya untuk apa, notes berfungsi untuk apa, dan private message pantas digunakan untuk apa. Secara teori komunikasi, ketiga fungsi diatas, memiliki hirarki yang berbeda, dan pengaruh yang berbeda kepada publik.

- Terkadang user memiliki tendensi tertentu dalam berhubungan dengan pihak lain. Tendensi itu bisa baik, bisa juga buruk.

- Pemilihan bahasa, baik langsung maupun tidak langsung, menunjukkan "level interaksi" kita di muka publik. Permainan bahasa pun bisa menjadi sebuah "pertunjukan" tersendiri dalam hubungan berinteraksi kita di facebook.

- Kecanggihan facebook tak hanya sebatas bahasa tulisan, namun juga bahasa gambar. Pada kasus tertentu, tagging dan upload gambar bisa mempengaruhi hubungan interaksi antar user.

Jadi apa yang harus kita lakukan agar merasa nyaman saat berfacebook?

- Pilihlah teman secara bijak. Teman yang "sesungguhnya" biasanya memiliki keterkaitan historis dan psikologis pada kita. Teman secara historis biasanya berdasar pada sejarah kita berinteraksi dengan mereka, pernah satu sekolah, atau sama-sama dalam sebuah lingkungan yang kita kenal. Teman secara psikologis biasanya diliat dari niatan mereka berteman. Apakah ada pesan perkenalan terlebih dahulu? Apakah tiba-tiba add?Adakah mutual friend antara kita dan dia?... Kembali lagi, semua itu pilihan, dengan resikonya masing-masing.

- Gunakan aplikasi secara bijak. Menulis pada wall, status, notes, writes, masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda pengaruhnya. Penggunaan aplikasi ini berdampak langsung dengan karakter kita, bisa jadi bila kita suka membuat status ngasal, kita terbaca sebagai orang yang ngasal. Bisa jadi kita memberikan statement pada wall seseorang, kita dicap sebagai seseorang yang kurang bijak atau kurang objektif menilai orang lain, atau bahkan memiliki tendensi tertentu. Dibutuhkan kematangan dalam berkomunikasi, apakah sebuah tulisan itu lebih baik ditulis dalam wall atau private message. Hehehe.. balik lagi.. semua itu pilihan.

- Facebook itu canggih. Dan kita bisa mendapatkan banyak hal dengan facebook. Berapa puluh persen pendukung/pemilih Obama berasal dari facebook. Seperti manusia, facebook pun memiliki potensi, tinggal sejauh mana kita mengolah potensi itu. Atau bisa juga dibilang facebook itu seperti pedang, tajam, namun terserah siapa yang menggunakannya. Apakah dia pendekar ataukah perampok... hehehe...

Selamat menikmati kecanggihan facebook!

form follow force!!!







Ada yang bilang, kota Jakarta hampir tenggelam
Ada yang bilang, kota Jakarta sudah susah untuk dipulihkan
Air tanah semakin habis, air laut semakin menyusup tanah Jakarta


Sebagian desainer perkotaan menyarankan untuk pemisahan fungsi ibukota
Pusat pemerintahan pindah ke kota lain.. Lihat saja kota pemerintahan di luar negeri (Amerika Serikat dan Australia), terpisah antara pusat pemerintahan dan pusat bisnisnya.

...Jakarta terlalu sumpek.. begitulah sebagian analis perkotaan menyimpulkan....


Jakarta dengan bentuk kotanya, isinya, dan fungsinya yang beragam.. semakin susah dipetakan..


....hmm...

Saya ingat zaman masih sering ngulik teori-teori tentang kota.. bahwa kota itu memiliki bentuk, memiliki "needs", memiliki "hasrat", untuk menjadi sesuatu....

kota itu bagai sebuah kumpulan jiwa.. yang saling tarik-menarik.. dan membentuk sesuatu identitas...

sampai saat ini saya masih percaya tulisan D'Arcy Thomson mengemukakan, " bahwa terbentuknya sebuah bentuk (form) merupakan resultan dari kehadiran banyak force yang berada di dalam atau di sekitarnya. Bentuk akan terus ber-evolve dengan beradaptasi dengan force yang ada". (Thompson, 1961: 11)....dari buku: Thompson, D. (1961). On Growth and Form. Cambridge University Press.

... Jangan salahkan siapa siapa jika Jakarta menjadi seperti saat ini...


... Bukan lagi saatnya membicarakan form follow function... karena fungsi adalah sebuah variabel tunggal yang tak memiliki memiliki template bentuk.. apalagi harus diwadahi dalam sebuah keegoisan bentuk.......

Tuesday, December 30, 2008

Catatan Akhir DiAwal Tahun




Terdengar lagi pembantaian manusia di Palestina..
ratusan nyawa dijadikan renda-renda ego penguasa..
..
Terdengar hiruk-pikuk insan-insan pengobar kebebasan
Memaksa kita memanjakan ego yang dibungkus hak berazazi
..
Ego itu sampah..
Ego itu bau..
Dan Adam pun dibuang ke bumi karena ego..
...
Beribu orang bangga akan pencapaiannya
yang berbanding sejuta saat Tuhan mencipta nyamuk
yang hingga kini tak ada yang mampu menyamakanNya
...
Apa arti kebanggaan, bila tidak dirasakan bersama?
Apa arti kesenangan, bila yang lain sengsara?
Apa arti dunia, bila neraka hadir mendahului surga?
...
Aku membayangkan, roman-roman insan yang tercabut nyawa
apa yang mereka pikirkan?
Hingga mata mereka terbelalak saat membiru
Hingga mereka terdiam menganga
Apakah mereka tak rela sampah ego menyertai terbangnya nyawa mereka?
...
akhir yang seolah terlihat seperti koma, bukan titik.
akhir yang terlihat ada sesuatu dibaliknya
akhir yang membuat kita bertanya-tanya, apa yang akan terjadi berikutnya..

...
Puisi ini saya buat saat air mata menitik melihat sesosok tangan dari manusia Palestina yang tertindih runtuhan bangunan yang dibombardir tentara..

Wednesday, December 17, 2008

alam terus bergerak



Bila melihat langit jakarta bulan-bulan ini, tentunya membuat kita ingat akan pentingnya jas hujan, payung, atau mungkin kamera. Kamera yang mampu menangkap spektrum jingga yang indah, terpantul di gumpalan awan sore... Awan senja membuat kita menikmati prosesi menuju gelap.

Apakah kita harus merasa takut pada gelap, padahal Tuhan dengan bijaknya memberi kita hiburan sebelum gelap datang.
Apakah kita harus takut pada cahaya malam.. yang hanya membiaskan titik-titik, bukan bias terang siang layaknya lampu soft box-nya photografer menerangi ruangan?

Terangnya siang, dan gelapnya malam, hanya sebuah perubahan, dan bukan kontradiksi. Semuanya saling terhubung, dan tidak bermusuhan. Itulah yang harusnya kita syukuri. Masing-masing periode saling berhubungan dengan prosesi-prosesi indah buatan Tuhan . Padahal Ia tak pernah ikut jadi creative-nya Event Organizer...Yang bertugas memikirkan sajian acara-acara indah. Tapi Tuhan senang melakukannya..senang menghibur kita dengan fenomena-fenomena alam diantara fenomena alam lainnya...

Jadi sekali lagi.. apa yang kau takutkan dari proses setelah kamu merasakan dirimu di hari ini.. apa yang kau takutkan dari sebuah ketidakpastian?
apa yang kau takutkan dari ketidaknyamanan?
apa yang kau takutkan dari rasa tertekan?

Bersyukurlah.. rasa itu ada ketika kita akan berubah.. ketidakpastian ada saat pasti belum datang..
bersyukurlah.. kota-kota yang kejam memberikan kekejamannya sebelum kita menaklukkannya dengan senyum..
Bersyukurlah.. Tuhan menekan kita agar kita menjadi bentuk yang lebih sempurna..
Bersyukurlah.. Tuhan sedang mengukir kita..

Semua bergerak, alam bergerak, sampai debu-debu yang masuk mata pun tak berhenti di situ. Terus bergerak. Lalu mengapa kita terdiam melihat perubahan itu..

Semua yang menertawakan kita adalah sosok-sosok rumput indah yang bergoyang dan harus dipandang. Tak perlu dirasa, karena yang dirasa haruslah angin harapan yang berhembus yang memberikan goyangan santai...

Tuhan menitipkan pesannya pada alam yang bergerak
Tuhan memberikan tipsnya pada kota yang kejam
Tuhan memberikan tawanya pada hamba yang bersyukur...