Tuesday, April 13, 2021

Manifestasi Sentuhan




Menjauhi kebencian dan mendekati semangat untuk menjaga adalah perjuangan.


Ini bukan tulisan berbau politik. Sama sekali bukan. Saya sendiri tak punya minat untuk berpolitik, karena politik itu harus punya intensi tujuan (kadang jangka pendek). Saya merasa tujuan saya sudah tercapai. Saya hanya menikmati hidup, dan hanya ingin menjadikan dunia menjadi tempat ternikmat untuk bersyukur, karena saya ga tau tempat bersyukur lain selain nanti di alam setelah kehidupan. 

Perjalanan selanjutnya adalah tentang bagaimana terus menjaga agar tak mudah cepat tua. Tua berarti sel semakin sulit untuk beregenerasi. Saya ingin sel saya terus beregenerasi, setidaknya se-sel berpikir saya. Karena jika bicara tentang sel fisik, maka tak ada yang bisa mengalahkan gravitasi, yang menarik kita ke dimensi baru, di setiap gerak yang kita jalani. Jika saja kita sudah bisa berdamai dengan gravitasi, tentunya penuaan adalah cerita lama. Dan  gravitasi tak harus dilawan, karena melawan perubahan, percepatan, dan pergantian adalah kebodohan.

Sebagai makhluk yang memiliki dan diberi keterbatasan, tugas utama kita setelah mencapai tujuan pribadi adalah memulai menikmati untaian syukur yang terus terurai dalam elemen terkecil, mulai tiap nafas, hingga tiap sentuhan pada elemen semesta. Hidup ini tentang manifestasi sentuhan. Sentuhan adalah seperti bertemunya titik (entangled), yang bisa berkembang ke penyatuan, pergesekan, atau penempelan untuk dibawa berpindah.

Pemahaman  untuk mendalami kenikmatan dalam terurainya elemen semesta dalam beberapa kesempatan disebut juga sebagai jihad. Bagaimana menikmati pemahaman bahwa  mengurus orang tua, mencari nafkah untuk keluarga, adalah salah satu pencapaian tertinggi dalam ibadah (bersyukur atas kehadirat Sang Pencipta). 

Kenikmatan dalam memahami bisa disebut dengan sebuah proses penghayatan, proses melambatkan cycle berpikir, agar bisa entangled dengan cycle lain yang menggerakkan semesta. Cycle berpikir tak bekerja dalam lautan energi yang tak terindera. Pikiran hanya bisa bergerak karena dipancing oleh panca indera, sedangkan banyak hal di semesta yang memang tak butuh, dan tak bisa dicapai panca indera.  Panca indera bekerja dalam esensi. Tak ada esensi bagi panca indera di sesuatu yang tak bisa dikonversi dalam individu. Panca indera kita diciptakan untuk menjaga diri. Banyak hal yang tak butuh dipetakan panca indera.  Seperti di "lautan" dimensi waktu dan dimensi kebersamaan. Dimensi yang bisa mengecilkan diri kita dalam peta kerja semesta. Semesta tak hanya bekerja untuk menjaga esensi, tapi juga menjaga perekatnya, seperti gravitasi yang menyisakan waktu, dan doa yang menyisakan cahaya. 

Kekagetan kita dalam memahami hal-hal baru bisa saja menjadi sembuah momen untuk berproduksi dan bergerak cepat. Selain itu, ada momen lain yang bisa kita manfaatkan. Momen itu adalah untuk mengecilkan diri dalam memosisikan keberhasilan, atau kegagalan kita dalam sebuah momen besar berkemanusiaan. Kita sebagai individu, hanyalah 1/berapa milyar populasi manusia. Tentunya dari sisi ini kita adalah kecil, apalagi jika dibandingkan dengan umur manusia/umur bumi. Momen mengecilkan diri adalah salah satu cara untuk memasuki dan merasakan dimensi bersentuhan dengan cycle lain, kerja lain, dalam semesta. Ketika bersentuhan, maka tak sekonyong konyong kita bisa melihat peta sistem sebuah momen. Setidaknya butuh pendalaman dan penghayatan, perjuangan menyisihkan waktu, untuk entangled dengan sanad (ilmu), dengan data, dan dengan verifikasi. 

Memanifestasi sentuhan adalah perjuangan. Berjuang mengecilkan nama dalam peran, menguatkan diri dalam menjaga yang sudah terlahir "baik-baik", dan menguatkan kesetaraan dalam berkemanusiaan. Karena tanpa kesetaraan, kontribusi, dan sentuhan, kita mudah sekali untuk membenci.





No comments: