Sunday, March 21, 2021

Balancing Journey




Proses  menyeimbangkan seringkali adalah proses yang panjang, apalagi jika setiap proses harus diukur dan dibuat peta resikonya. Jika orang menganggap sebuah proses sebagai loop, saya lebih senang menganggapnya sebagai journey


Balancing loop bagi saya adalah partner bagi reinforce loop, khususnya dalam skema architype-nya systems thinking. Banyak juga yang memosisikan balancing loop dan reinforce loop sebagai lawan. Setidaknya dua elemen ini bekerja ritmik dalam sebuah sistem. Perbedaan yang signifikan tentunya adalah yang satu mencegah terjadinya efek bola salju pada sebuah proses, satu lagi mempercepat.

Banyak hal yang terjadi pada kita tanpa disadari, khususnya terkait proses interaksi dan bertumbuh, bahkan proses "meranggas", ternyata adalah bagian dari sistem besar yang sedang mengendalikan kita pada tujuan tertentu. Tujuan ini bisa saja sifatnya mutualisme seperti lebah dan bunga, komensalisme seperti ikan remora dan hiu, dan seringkali sifatnya parasitisme, seperti germo dan para executed-humanbeing-nya. Kondisi ini bisa dibilang bisa dibilang wajar, jika dilihat dari sisi pandang bahwa simbiosis ini harus ada/eksis,  karena mayoritas tindakan kita didasarkan proses yang relatif pendek, yaitu proses bertransaksi, dan mendapatkan selisih dari transaksi tersebut.

Pendidikan dasar kita tak pernah mengenalkan filsafat dari sebuah proses. Dulu, di era analog, saat data bertukar dengan cara yang lebih alamiah, mungkin belum terlalu signifikan untuk mengenalkan filsafat. Pendidikan dasar kita seringkali memang hanya menjelaskan hal teknis terbungkus dalam teknik storytelling yang dimetaforakan. Sehingga alam bawah sadar kita memang tak terlatih untuk menangkap dan merespon sebuah peristiwa yang bisa jadi ujungnya membuat kerugian bahkan kecelakaan pada kita.

Filosofi kadang selalu menjadi "darling" dalam sebuah proses rumit. Setidaknya banyak kata-kata di dalamnya yang cocok dijadikan "quote" untuk dicetak di kaos, dan kaosnya digunakan di kafe sambil ngopi-ngopi. Sebenarnya kita sering mendapatkan esensi "filosofi" saat kita melakukan hal-hal kolektif, khususnya di sebuah kumpulan yang berkumpul dalam waktu lama. Seringkali kumpulan ini dikuatkan korsanya dengan meng-0-kan ego individu kumpulan tersebut. Ini adalah bagian "pencekokkan" makna filosofi yang instan, dengan opspek, plonco, dan kegiatan orientasi berbasis fisik. Proses ini seringkali masi dilakukan di kumpulan-kumpulan analog dan organik seperti di kampus dan organisasi pemuda kemasyarakatan. 

Tentunya teknik-teknik yang bersifat fisik saat ini punya resiko besar untuk ditolak oleh masyarakat (civil society). Kegiatan menguatkan korsa seharusnya tak lagi menekankan pada menekankan "persamaan rasa (panca indera)". Penguatan korsa sejatinya ada di alam bawah sadar, mindset, bahkan pemahaman akan "asal". Banyak hal yang bisa dilakukan di area alam bawah sadar ini. Salah satu yang paling dasar yang sering dilakukan di lembaga yang banyak berurusan dengan pengelolaan dan pengendalian mindset individu maupun kelompok adalah dengan konversi.  Mengonversi pemahaman dasar untuk menjadikan seorang individu lebih agile, adaptif, dan skeptis di ekosistemnya. Bahasa simpelnya, menjadikan individu yang lebih kritis. 

Saat bicara tentang ekosistem, tentunya akan terkait dengan "rantai makanan". Ada yang memakan, ada yang dimakan. Tentunya bukan secara harafiah, tapi secara kontrol kesadaran dan kepentingan. Akan ada pembentukan hirarki dan dialektika baru, atau kekhasan baru, yang terbentuk. Seringkali pembentukan dialektika ini bisa berdampak lahirnya sebuah civil society baru yang lebih kuat. Tapi ada juga dialektika yang terbangun menguatkan reinforce loop dari sistem baru yang lebih corrupted, membuat individu lebih terkunci dan kesadarannya turun sampai level terendah. Seringkali kita menyebutnya terkunci dalam sistem bully.

Di sinilah peran balancing loop bisa dimanfaatkan untuk mengurai simpul-simpul yang corrupt tersebut. Perjalanan peran balancing loop ini bisa sangat panjang, bisa juga sangat singkat. Panjang  saat yang diurai simpulnya ternyata terkait dengan systems besar yang relatif balanced. Bisa cepat dan pendek jika simpul yang harus diurai memang memiliki "celah" sehingga penguraian bisa berlangsung cepat. Celah dalam artian, sistem yang dijalankan ternyata memang tidak ter-blend dalam sebuah peta karakter, atau memang karakter melakukan hal-hal artificial, dalam istilah lain, belum lulus melewati "lie detector"

Melatih diri untuk memetakan situasi bisa jadi adalah sebuah pelajaran dasar dalam berinteraksi. Dengan memahami situasi, maka sebuah cerita bisa disusun, respon bisa dirangkai, dan pola bisa dimainkan. Ini penting di saat data, energi, dan koneksi dijadikan onderdil utama sebuah mesin bernama algoritma sosial. 

No comments: