Wednesday, July 06, 2022

Orkestrasi Para Penakut



Apa enaknya ya pake Facebook sekarang? Saya aja yang bapackbapack buka Facebook cuma buat update slide foto profil fanpage kerjaan. Bukan tempat nunggu like juga. Algoritmanya cuma nampilin postingan sugesti. Mau tau kabar temen yang posting harus search profilnya. Kecuali untuk yang sering posting.  

Facebook (Fb) kini saya  gunakan menyimpan foto dan video lama. Karena lebih awet dibanding menyimpan di hardisk, flashdisk atau CD yang sebagian sudah bulukan. Walaupun file-nya harus terkompres. Untuk jaga-jaga, saya menyimpannya  juga di external hardisk, sekadar antisipasi kalo tiba-tiba Fb tutup toko kaya Friendster. Sempat juga membayangkan jika suatu saat kita punya teknologi berbasis bioteknologi yang memanfaatkan selulosa untuk menyimpan data di celengan bambu :D.

Ini bukanlah  keluhan.  Ini lagi menggesturkan diri saat ingin membuat  tulisan feature seputar "Facebook Nowadays with their Gabut-ism" .

Alih-alih menjadi datum, atau gembala yang arahkan domba, pada perkembangan terkini Fb seolah hanya jualan "toalet" buat dandan. Peran "beauty case" dan pengepul market real pun kini terambil oleh yang lain...terutama oleh Tiktok. Bagaimana dengan Meta? Orang awam sudah ga bisa menebak. Hanya untuk orang yang berani simpen duit untuk ambisi gila Zuckerberg.

Saya rasa rangkaian kalimat di atas sudah cukup pedas...

Tapi mungkin kurang kata penutup untuk calon artikel ini: Apakah Zuckerberg sudah terlalu percaya tren perusahaan IT cuma jaya sekali saja? Lalu cukup dengan mengambil jalan baru (dan baru) untuk memutar kapital? Atau kita akan melihat fb menjadi entitas lain semacam pengisi altar di kuil digitalnya yang baru?

Pada akhirnya Facebook harus belajar istilah lama: kita ga bisa hidup (mengatur orang lain) sendirian.


===

Dalam Fifth Dicipline yang ditulis oleh Prof Peter Senge, dari banyaknya perusahaan yang diriset, salah satu ciri perusahaan yang bisa bertahan lebih dari 100 tahun adalah: Share Vision. Bagaimana setiap orang dalam tim berhasil menganugerahkan tiap nafasnya demi kejayaan bersama. 

Saya ingat salah satu pesan sahabat saya, ciri sesuatu itu bisa panjang umur (dan panjang visi) adalah menjadikan diri dan sekitarnya lepas dari ketakutan (selalu menempatkan diri dalam kesadaran tertinggi) , dan tidak menjadikan sekitarnya sebagai bahan dasar pembuat takut walau hanya untuk menghibur dan menyehatkan,  demi sekadar untuk menggerakkan otot pipi (senyum).

Apakah yang diharapkan dari rasa takut? Karena tak ada yang bisa diharapkan dari penakut, sekeren apapun namanya, phobia kah, alergi kah, auto blablabla kah. Jika masa depan adalah sosok, ia hanya akan mendengar kabar kematian dari para penakut. 

Akhirnya yang mampu berjalan adalah yang berani. Bukan yang kuat. Karena sejatinya laksana senar gravitasi, apapun yang terkait dengan proses mewadahi, berproses untuk menjadi dimensi yang lebih tinggi, berujung tertambat di satu titik yang sama.

Apakah kita bisa menjadi pemberani, di sela sumbu sumbu dan koordinat yang ditegakkan oleh mesin jaman dan agen peradaban yang menginginkan kita terkontrol dalam dimensi total kontrol dan memiliki kecenderungan untuk cinta dunia dan takut mati (penakut)?





Koordinat berbasis sumbu pseudo, meta, auto, dan phobia akan merajai parameter para gembala mesin mesin organik dan proxy organisme. Jika kita terbiasa menjadi auto karena algoritma sosial, maka akan datang masa tren kita menjadi pseudo, dan sebagian terpisah di sisi meta.

Mungkin di artikel ini saya tak akan menjelaskan apa itu pseudometaauto, dan phobia. Istilah ini masih selaras dengan sense orang lain yang memahami dan membaca selintas term tersebut. Hal yang baru hanyalah korelasi dan positioning keempat term tersebut. 

Sumbu ini bukan piso bedah ala algoritma untuk membuat polarisasi. Tapi lebih ke sensor gestur berbasis empat sumbu tadi. Lalu bisa tergambar konstelasi nya. 

Dengan sumbu ini jadi bisa dipetakan dan bisa difigurkan cara mewadahinya. Bisa diukur bentuk dimensi wadahnya. Karena sudah bisa diukur, maka entitas yang memilih bergestur di zona phobia itu bukan sesuatu yang menakutkan lagi. Apalagi jika tidak bermain dalam ritme. Ritme kecil maupun besar.

Apa itu ritme? Bisa dibilang ritme adalah susunan unit partikel berbasis diam dan gerak. Dalam bahasa sistem, diam ini dibahas akan dengan stuck.... dan gestur stuck ini biasa keluar dari orang orang yang takut yang sudah melepaskan kemampuan mengontrolnya.

Dalam kesadaran tertinggi, stuck adalah representasi dari "mata gir kosong", atau kondisi paused, istilah lain untuk menanti momen masuk dalam kerja sistem. 

Jadi ga usah khawatir untuk merasa takut. Tapi khawatir lah saat merasa benci. Karena benci adalah representasi dari proses "merusak untuk memberi kesan selesai".

Pada akhirnya, teknologi dibuat untuk manusia. Cerita yang timbul akan selalu berkutat di kata "untuk". 

#datashaping #dataanalyst #socioengineering #systemsthinking

No comments: