Monday, August 14, 2023

Seni Mengecoh Nafsu




Pernah di sebuah momen silaturahmi katanya, yang diisi oleh alumni perguruan tinggi favorit Indonesia, saya hadir sebagai praktisi seni terapan, dalam hal ini saya sebagai kolega untuk rekan yang bergerak di bidang produksi produk merchandise dari sebuah brand. Saat saya berbicara tentang seni, ada beberapa pihak di lingkar saya yang tersenyum kecut. Selain karena mereka merasa lebih “berhak” berbicara tentang seni, juga memiliki sertifikasi karena pernah melalui wadah pembentukan di tempat yang memiliki tulisan “seni” di pilar-pilar bangunannya. 

Dalam satu waktu lain, saya pernah berada dalam ruang diskusi yang berisi aktivis literasi. Para aktivis itu sedang membahas makna dan peran seni di masyarakat. Ada kutipan menarik dari seorang peserta yang saya sendiri tahu ia sedang mengetes riak di forum, mengungkapan seni sejatinya bermanfat untuk menyatukn elit. Karena menurutnya elit lah yang bisa mengakses seni dengan kesadaran penuh. Tentunya pendapat ini lalu dibantah oleh rekan lain dari aktivis literasi lapangan, seorang fasilitator workshop, yang  menjadikan metode berseni sebagai alat terapi peserta workshop-nya, yang bisa dibilang berasal dari masyarakat awam yang tak membutuhkan teori seni untuk aktivitasnya sehari-hari.

Lalu, apa makna dan peran seni di forum itu? Ringkas cerita, di akhir pertemuan tidak ada yang mencoba untuk menyimpulkan. Karena masing-masing menghargai pijakan pendapat setiap pribadi, dan individu yang mewakili kelompok dan social body tertentu. Setidaknya bagi saya, di forum tersebut makna dan manfaat seni adalah untuk menemukan, momen atau setidaknya mencipta ruang untuk saling setuju dengan perbedaan. Agree to to disagree

Saya sendiri cukup puas dengan adanya pertemuan tersebut. Karena kita bisa melihat masing masing memiliki intensi untuk memajukan makna dan manfaat seni dengan caranya. Ada yang melalui jejaring elit, seniman, kurator, dan kolektor. Ada yang melalui penciptaan momen perform , baik di ruang privat atau ruang publik. Atau menggunakan seni sebagai tema untuk menjadikan orang lebih peka dengan dirinya sendiri dan sekitarnya, masa kini dan masa depannya, hingga menjadi momen penyembuhan mental dan tekanan kompleksitas berpikir.

Saya cukup puas karena seni tak lagi terlihat sebagai senjata. Apalagi sebagai alat menyombongkan diri: saya bisa kamu tidak. Saya puas di momen tersebut seni berhasil mengecoh nafsu :)


No comments: