Saat terjebak untuk ribut karena perbedaan, maka sejatinya kita sedang membantah sebuah barang yang jelas-jelas ada dan hadir. Sedang menolak semesta untuk hadir mendukung intensi kita.
Beberapa dari bapak bapack dan emack emack adalah produk social engineering di jamannya yang di-instal pake mantra "duaan duaan ulah sisirikan anu eleh dikaluarkeun sakali jadi" dan "hom pimpa alaihum gambreng"... Sebuah mantra untuk menyatukan perbedaan yang dikemas dalam artikulasi permainan.
“Sakali jadi" dan "gambreng“ itu kata lain dari "Kun fa ya kun" ;)
Dan mantra-mantra lainnya yang kategorinya bukan doa. Doa itu kalo dilihat dari bentuk seperti "simpul" individual... Sedangkan mantra lebih berupa “simpul" kolektif. Mungkin suatu saat ada yang eksperimen menjadikan mantra tersebut ("duaan duaan..."atau “hom pimpa..") sebagai doa saat mau berhubungan dengan niat bikin anak. Kita akan bisa lihat bedanya dan impact nya pada struktur myelin anak
===
Obrolan di atas menjadi pembuka obrolan bebas dan lepas semalam tentang "kejadian"... " Ikhlas"... dan "moksa" dalam kerangka yang lebih terpetakan secara fungsi (f). Sebuah cara untuk menggenerik kan trust.. atau dalam bentuk tiga dimensional dipetakan dalam force (F).
Trust sendiri adalah ranah yang seringkali disamakan dengan belief. Padahal beda. Belief disusun oleh artefak-artefak sistem dan fungsi. Sedangkan trust bisa lepas dari dua hal itu. Kemiripan terjadi karena keduanya mengandalkan "simpul"... Bahasa lain dari hizb dan/atau mantra, atau bahasa kerennya sekarang social algorithm.. #suitsuiw
Di sisi lain ada kesenjangan/gap mindset yang seringkali menyamakan peran hizb dan doa. Doa membutuhkan intensi individual, sedangkan Hizb membutuhkan intensi bersifat kolektif dan kadang hirarkikal. Doa tak membutuhkan ijazah/sanad. Bisa langsung berfungsi di proses internalisasi diri. Hizb membutuhkan gerbang sanad (restu guru) yang talaqqi (diturunkan dengan metode kontekstual, berbasis 5 sense experience)..
Ketika sesuatu bersifat komunal dan hirarkikal, maka sesuatu tersebut akan punya ujung, punya akhir, yang sifatnya berupa proses pengacakan/pengacauan. Beberapa artefak sistem menunjukan proses pengacakan ini bisa dihindari dengan mengurai diri dengan sadar. Melepas fungsi dan hirarki.
Melepas fungsi dan hirarki ini bisa dalam bentuk fisik (mengubah/menyamar/menyatukan diri dengan elemen alam lain) atau melepas peran. Banyak artefak sistem yang menunjukkan pola ini, seperti "moksa"nya Prabu Siliwangi, terurai nya hirarki tokoh kerajaan Selaparang, dll
Penguraian ini tak bisa terjadi jika belum menguasai ilmu tertinggi: ikhlas. melepas semua. Melepas pijak, melepas simpul yang mengikat ubun, dan percaya 100% sistem makro dan mikro adalah kerja siklus yang simultan.
Dengan ilmu tertinggi, yaitu ke-ikhlas-an, sebuah kerja tak lagi dalam dimensi (f), tak lagi bisa hancur, karena seperti prinsip energi, semua bergerak. Jika ada yang berhenti dalam sebuah simpul waktu, itu hanya untuk menunggu, menuju terkuatkan atau terpecah. Lalu berlaku simultan.
Sehingga sebuah keniscayaan jika momen yang terjadi dalam dimensi berbasis fungsi akan bisa terpetakan dan terbaca. Jika kita mundur dan naik sedikit, dalam helicopter view, maka kita bisa melihat sebuah keterkaitan. Sebuah peta tentang sistem.
Ketakutan -jika kita hilangkan variabel waktunya- terjadi karena masa depan, masa kini, dan masa lalu itu ga sinkron. Ketidaksinkronan adalah sebuah ciri sesuatu itu tidak menjadi ada, berarti meninggalkan jejak kehampaan. Padahal kejadian adalah sebuah ke-ada-an, sebuah hal yang harusnya berjejak, bisa diukur, dan berdampak. Ada dan tiada, adalah cara mengukur, penanda/patok, bagaimana sebuah dimensi berbasis fungsi bekerja. Di sinilah kita bisa melihat bagaimana sebuah proses yang sering diidentifikasi dengan "moksa" bisa terjadi.
Ketakutan dan ketidaksiapan itu barang yang mirip baunya beda. Ketakutan adalah sebuah fungsi yang bekerja pada dimensi tanpa fungsi, sedangkan ketidaksiapan adalah sebuah keadaan dimana fungsi diharapkan bisa bekerja dalam kesadaran reflektif (autopilot). Jika sebuah momen berisi ketidaksiapan, bisa dijamin 100% sebuah momen tidak akan memiliki mestakung. Resiko besarnya adalah, ada resiko menggerus value yang sudah terbentuk.
Ketidaktahuan beda lagi. Ketidaktahuan itu seperti ampop yang dilem diberikan saat sunatan, atau imlek. Ia hadir di tengah kepastian, di tengah sesuatu yang jelas ada. Justru bisa jadi obat, dan senjata yang bermanfaat. Ketidaktahuan jika tak digunakan secara imbang akan menghasilkan ketidaksukaan. Kalo sebuah ketidaksukaan ujungnya tentang menyingkirkan (peng- tidak ada- an), dampaknya bisa memperjelas jejak masa lalu dan masa depan.