Thursday, February 20, 2020

Memetakan Sistem Bully

Degradasi mental model "to connect as community" menjadi survival oleh mental pembully bisa dipetakan dalam sistem


Oknum yang bikin degradasi mental model rakyat dari berkoneksi jadi survive akan selalu ada. Dan biasanya bukan di level sistem, tapi memanfaatkan sistem untuk pijakan karirnya dengan merusak mental model orang.

Bisa dibilang mental model orang yang sadar penuh ingin mengubah mental orang lain dari tadinya terkoneksi lalu turun menjadi "to survive" adalah mental yang persis sama dengan pembully

mental pembully jika ada dalam sistem dia akan menciptakan reinforce loop di loop system yang harusnya ter-balance. Mental pembully tak akan membuat lompatan loop yang mengarah pada fundamental solution. tapi membuat loop kecil proxy solusi tapi memperburuk fundamental masalah

Ketika mental bully dengan ciri khas sering memanfaatkan "testical joke* (komunikasi berbaais tekanan hormonal dengan intensi dominasi) tak bisa di-balance oleh sistem yang diikutinya, maka pemilik mental bully akan surfing di sistem itu dan mengubah semua variabel sistem menjadi survival dan/save mode. Dalam kondisi ini sistem akan tak bisa lagi membalance fundamental solution, dan rapuh, atau bahas sistemnya, terlalu banyak delay yg bisa disusupi micro reinforce loop.

Karena solusi dari sistem yang terindikasi ada bully di dalamnya hanya satu: mereset sistem dan variabelnya. Tak pernah ada symptomical solution untuk masalah bully. Apalagi di sistem.

Thursday, December 26, 2019

2019 - The Emerging Year


The most valuable journey in 2019 that i've been going through is about enhancing my dicipline, especially dicipline in my consciousness.

This english blog post is just one of hundreds (maybe thousands) way i've been doing for this year, related to enhance my awareness to get more value in my consciousness. I'am also write this with my 10 finger skill in writing on keyboard. I write this not for being stubborn, or riya' (dishonest attitude that relates to musrik - Islam value), but  just want to synchronized my brain,  and activating it so i can do bubling while i writes simoultaneously. That's also another thing that i;ve got from 2019.

I talking about myself. This blog gave big container for me to share about my self. That also i just realize in this year. Knowing container is one of essential step to knowing yourself. The Bekal Pemimpin session that held by United in Diversity pointed me as scriber. The person who recap and record the workshop process. The Bekal Pemimpin is  program that gathered and connect more than fifty emerging person who had portofolio in making valuable action in communities. This program was gave an impact to me, so much. I also drown in process to diciplinized my self and found lot of new value in my journey as human being,

The value was relief in my container. Container i've just realized that connect me  to the deepest source of me. I don't know what exactly my source in doing everything previously. I also have  problem to connect my potention and context within the past year, into the another year. I usually believe in the universe who brings me to another place in my journey. But after knowing my container, i just found that my journeys are weapon to my self to face the uncertain condition in my next journey. My pieces of experience is a bullet for my source of thought. My piece of skill is a panel for my next works.

Form understanding containers, i could figure the hierarchy of my intention in connecting outer-me, my connection, my works, my portofolio. Not only based on need and want, but also based on humanity, togetherness and all about strengthen the social field. I'm not talking about solidarity. I talk about tacit pontention in our source as human who still has territories to be connected.

I still need my sadness, to shaped my disconnect part of me. I still need my trustworthy, to figured the true-logic pont that i've to walk on. And  still need my worries, to ask people that i need to trust.  And i steel need future, to proofing my zero-ness.

I think i always be zero. I always be circle, I always be atom. The essence of universe. The dot that creates line. The line that creates area. The area that creates space.

I'am zero.

Friday, April 13, 2018

Isra Miraj, Saat Semesta Bertakbir


Apa yang lebih penting, partikel atau pengikatnya? Atau Sang Pelingkupnya? Setiap partikel, akan menuju titik awalnya. Setiap ciptaan akan "sempat" berada di titik 0 nya. Apakah titik 0-nya terhubung dengam semesta atau tidak, itu semata Kuasa Sang Pelingkupnya.

Pada setiap titik tujuan, ada garis perjalanan. Ada yang temporer, ada yang permanen, tak terhapuskan. Itulan jalan pada-Nya. Setiap partikel memiliki jalannya. Tapi jalan menuju keterciptaan akan selalu hakiki. Berisi kenikmatan atas keberadaan, di sela-sela hampa.

Jauhlah dari hina, Sang Pelingkup yang mengizinkan para partikel pembuka jalan. Menuju titik penghambaan, ke titik perjumpaan.

Dan jauhlah dari hina, partikel yang membuka jalan kepada kesadaran atas perbedaan yang penuh niscaya.

Dan selalu, partikel di sekitar garis (jalan) menjadi bergerak seirama dalam keteduhan, yakni rasa keterikatan yang sejuk.

Perbedaan adalah keniscayaan, jika ingin melompat jauh, sangat jauh. Bahkan pijakan bisa ikut terikat garis. Waktu hanya penunggu di selimut alas nan sejuk. Di saat partikel bertemu dengan Penjaga.

Maha suci Penjaga di sela perjumpaan. Saat semesta terhubung dengan partikel yang terikat, saat itu pula ingin adalah jejak.

Akhirnya, yang merespon pertama ada partikel otot leher yang membuat tertunduk, dan punggung yang bergerak, ingin bersujud.

Garis penghubung titik, telah menjadi tali. Terima kasih untuk selalu kembali. Ingatkan 0 kami.


Saturday, March 03, 2018

Cicak Hitam dan Putih, Selamat Bersatu! Selamat Terbakar!



Sebuah perkataan tentang kebanggaan atas keutamaan dari seorang turunan raja langsung direspon dengan komentar simpel, "Turunan Majapahit katanya? Saya dong turunan Nabi. Nabi Adam. Hehe," kurang lebih begitu celotehannya. Lucu.

Sebelumnya, Saya tak pernah percaya dinamisme muncul di sebuah negeri, atau lokasi, tanpa menjadikan sejarah sebagai ruang riset yang besar, yang seolah peradaban muncul sebelum mencapai titik -titik berkesimpulan.

Terlalu banyak bias pada muara berskesimpulannya. Istilahnya, bias yang dihasilkan menjadikan seolah dinamisme adalah hasil perbuatan kaum-kaum yang menyinyiri Adam, pemasang tonggak hirarki penciptaan alam, dalam konteks lain. Perbuatan menghilangkan konteks banyak terjadi pada proses pengondisian kelompok-kelompok ekstrim, yang bisa memiliki agresifitas tinggi, dan daya rekat (loyalitas) yang tinggi. Kelompok yang melahirkan ego-ego "seolah-olah saya dan kamu adalah..".

Keseolahan ini membuat bias pada ikatan organisme yang sebenarnya sudah terikat menjadi wujud peradaban yang kuat. Karena bias, maka entropi meningkat, ditandai munculnya bubble-bubble "tagiline baru" yang bersifat semu. Kebanggaan semu.

Kebanggaan semu lahir dari ruang-ruang gelap institusi yang biasa beroperasi mencari untung tanpa kesepakatan. Seperti cicak penunggu lubang di balik pintu. Kesepakatan bagi mereka hanyalah mencatat data, memetakan kekuatan area yang belum mereka kuasai. Sebenarnya istilah institusi terlalu sakral untuk saya gunakan. Tapi demi untuk merasakan aura yang bisa dihasilkan, saya akan usahakan pertahankan istilah ini. 

Cap dinamisme akan digunakan intelektual dengan basis analog, untuk mengunci gerakan pemikir sistemik, coba baca baca sedikit gambaran di mari

Sayangnya institusi gelap ini semakin merangsek ke ruang ruang publik tempat regenerasi berlangsung. Wadah-wadah pendidik menjadi tempat kaki tangan institusi untuk melebarkan generasi.  Institusi gelap ini masuk membuat lubang di area berbatu yang biasanya kokoh menjadi pondasi negeri. Para cicak-cicak hitam ini kini bergabung dengan cicak putih yang seolah bisa membeli sistem publik.

Institusi ini berusaha merangsek gerbong yang disiapkan anak negeri untuk menjaga negeri 1000 tahun lagi. Tapi jelas akan susah, gerbong ini dijaga penjaga bumi dari 1000 tahun lalu. Hanya Tuhan Maha Penguasa yang bisa menjadikan mereka berdiri nyinyir sebagai anasir.

Tapi cicak hitam dan putih ini hanya pupuk untuk lumut yang tumbuh di batuan. Lumut ini yang akan membuat batu menjadi lebih organik, lebih dicintai alam. Dan mereka habis seperti biasa, seperti kotoran yang dimakan ikan-ikan santapan para dewa.


Jangan pernah menghitung nafas. Jangan pernah berhenti berwaktu.

*Salam hangat dari tokek di jembatan bambu.

Monday, February 26, 2018

AGAMA MEMBUAT KITA SEHAT, TUHAN MEMBUAT KITA KUAT





Agama, yang diterjemahkan secara bebas di wikipedia dengan "a cultural system of designated behaviors and practices, world viewstextssanctified placesprophesiesethics, or organizations, that relate humanity to the supernaturaltranscendental, or spiritual.." sering dipadankan dengan laku hidup seseorang dalam memosisikan diri, mengisi diri (capacity building), dan mengaitkan diri dengan lingkungan, lalu berinteraksi dengan sekitar sehingga tercapai sebuah konsensus.

Jika mengambil referensi dari Al Quran yang disebutkan sebanyak 92 kali dalam 32 ayat. Agama ditranslasikan dengan Dien, dimana memiliki makna lebih transedental, yaitu  pada keterkaitan ciptaan dan Penciptanya, dan hubungannya dengan sesama ciptaan yang lain yang dipagari oleh aqidah, atau tata laku untuk menjadikan hubungan itu memiliki teritori yang tak bisa dibongkar begitu saja.
Dalam agama, ada teritori, ada hubungan, dan yang terpenting adalah sequence ritual yang membagi hidup manusia menjadi lebih terpola dan polarized.

Jika dihubungkan dengan konteks sistem hidup, adanya pola dan kutub akan membuat sebuah aktivitas lebih terkontrol. Di sisi lain, Tuhan Maha Pengatur memainkan perannya dengan mengontrol hal hal di luar kontrol individu manusia. 
Tuhan Yang Maha Pencipta, menjadikan ciptaanNya bisa dikendalikan olehNya. (Al -Mudabbir). Menjadikan sequence dalam penciptaan.

Jika sequence yang terbentuk oleh ciptaan dalam hubungannya dengan ciptaan yang lain, memiliki pola yang sama dengan sequence yang Tuhan tentukan, sejatinya kondisi itu membuat ciptaan lebih kuat, lebih percaya. Dan Tuhan tetap Menjadi entitas Maha Kuasa.

Jika ritual berlangsung secara kontinyu, membuat hidup terkontrol, tentu akan menjadi sistem imun pada ketidakstabilan. Tentu akan membuat kuat.

Agama menyehatkan, Tuhan menguatkan
*Sebuah tulisan pagi, yang ditulis di warung kopi saat ada orang gila berjalan percaya diri sambil menggigit sendal jepit
Assalamualaikum Warahmatullohi Wabarokatuh

Sunday, December 24, 2017

Partikel Penjaga Madani




Sebuah obrolan Higgs-Bosson di grup alumni, membuka pintu untuk beberapa kemungkinan ke mana kapal bernama indonesia ini berlabuh.Betapa setiap partikel memiliki cycle, dan setiap ciptaan memiliki ritmenya. Lalu apakah peran Higgs-Bosson?

Tak usahlah disebut partikel Tuhan, karena tak mencipta, cukup untuk memelihara. Cukup saja panggil partikel kuncen, atau mungkin lebih cocok partikel dukun. Dan "dukun" bergerak bukan karena kuasanya, tapi kesadarannya, bahwa ia bagian dari yang lain, yang harus berkomunikasi. Lalu anggaplah, awan terlihat bolong dan bergeser.

Bukan karena "dukun" punya kekuatan, toh ribuan dukun di negeri ini tak bisa melepaskan Belanda yang bercokol 350 tahun. Jadi, madani adalah bukan cerita tentang panen raya. Madani adalah cerita tentang cara menjaga, berkomunikasi, dan berbicara. Saat itulah Tuhan Yang Maha Besar mengabulkan doa. Karena itu juga Tuhan menciptakan jeda.

Cycle, tempo, beat, kalo di alat musik bernama ryhtm. Rythm, sebuah strategi penyusun harmoni, di samping melodi dan suara suara atmospheric. Dan satu lagi yang hilang di era musik digital ini, bias. Bias, sedikit kesalahan, fals, atau undercontrolled miss, adalah pelembut pesan. Betapa musik musik digital yang bergrafik kotak-kotak sanggup menghilangkan pamor musik bergrafik kurva. Kurva yang berasal dari titian nada aksioma, dan disambung oleh para bias, sehingga tangga-tangga tadi berasimtut. Betapa perbedaan kini harus dipertajam untuk hanya mendapatkan kedalaman makna.

Semakin dalam bermusik dengan cara mengikuti arus digital, maka semakin tajam kita menikmati perbedaan. Di sisi lain saat bermusik, khususnya saat ngejam, kita biasa saling tunggu. Yang paling jago adalah yang paling ahli dalam teknik "menunggu" ini. Menunggu dengan indah. Hati hati dengan orang yang suka telat. Bisa jadi dia sedang mengasses dengan membuat sebuah spektrum masalah jadi lebih lebar dan mudah dicacah. Apalagi si pengasses punya kemampuan pindah di atas rata rata .

Jika jaman dahulu perjalanan terasyik adalah perjalanan menemui puncak gunung menemui Sang Gusti, dengan jalan menanjak namun landai, kali ini seperti perjalanan ke atas gunung, namun di atas sudah berupa undakan tajam, dan simbol simbol penjaga.

Kita, bangsa yang besar ini, kadang terlalu asyik mencari nyaman. Di saat kenyamanan datang, kita jadi lupa dengan pembuka gerbang dan kesepakatan. Tapi tak apa, selama kita masi ingat cara berdoa. Itu masih lebih dari cukup.

Saturday, October 07, 2017

Mahkota Dahlia Hitam



Menakar berapa besar pengorbanan yang kita beri untuk anak sama saja dengan menimbang seberapa berat nafas yang dilalui saat meminta pada Ilahi.

Pengorbanan, kata yang muncul saat ada yang terhempas, ada yang menepi, terselamatkan.

Pengorbanan adalah pilihan kata bagi orang orang yang sempat menghitung nafas, lalu sempat ketakutan bahwa nafas itu akan habis, padahal bunga dan pohon baru penghasil oksigen tiap hari tumbuh.

Pengorbanan sekali lagi bukanlah tentang menimbang bekal menuju sejahtera. Pengorbanan bukan tentang menerima rasa sakit. Pengorbanan adalah bunga, yang ia akan berkembang saat akar tidak tersiksa, batang tak terhempas angin, dan sari bisa mempersiapkan diri untuk menyebar, syukur syukur bisa meregenerasi.

Pengorbanan bukan cara mencapai keseimbangan. Tapi bagaimana setiap ciptaan memberi arti, walau itu adalah kegelapan. Gelap pun ingin berbunga, ingin dijaga, dan memberi arti dengan bertambah, untuk temani, laksana putik dan sari, yang akhirnya kehilangan jarak karena saling menyinta.

Cinta adalah syukur yang mengalir dalam darah. Cinta menembus ruang dan waktu. Seringkali ia berkendara rindu. Seringkali ia bertemankan kegelapan. Tempat terdekat untuk merasakan pesan Pembisik Yang Maha Penyayang.

Tuhan Yang baik. Terima kasih atas bunga dahlia hitam yang kau kirim. PesanMu kuterima.  Izinkan Aku kembali bersimpuh.

Tuesday, September 26, 2017

Gonjang Ganjing



Tak menduga, tapi sekaligus memahami, setiap manusia akan dihadapkan pada proses memilih nasib bangsanya. Ini bukan tentang pemilu, tapi tentang sebuah fase yang menjadikan manusia tak lagi memiliki waktu untuk menimbang. Memilih tanpa waktu, seperti sebuah tindakan langsung, laksana menepuk nyamuk yang mendarat di dahi.

Tak disadari, ada titik tertentu, pergerakan kita menentukan bagaimana hal lain ikut bergerak. Bahkan bisa jadi hal lain itu adalah negara kita sendiri. Apalah kita, hanya semut yang terancam injakan, kadang terucap di benak. Diri ini tak pernah berbuat lebih dari apa yang dilakukan di dalam rumah ketika mengejar tenggat. Tapi ternyata jika didalami, ada momen tindakan, yang bisa dibaca oleh semua orang. Semua orang, di negeri ini.

Ber-cyber dengan menulis adalah salah satu cara menjadi bisa dilihat di semua orang. Sebentar dulu, bisa saya katakan sekarang membuat akun facebook hanya butuh hitungan tak lebih dari 5 menit, tentunya jika internet kencang.

Jika setiap kita menyadari momen-momen ini, maka tak perlu teriak lagi di jalanan. Tapi ada perkecualian. Teriak di jalanan pun perlu, saat kita membutuhkan pengalih, seperti flare pada pesawat tempur. Flare seolah diam melayang perlahan ketika dilemparkan dari pesawat yang melesat, pesawat tempur lah yang terus meluncur, mendekat,  ke sasaran. Mendekat cepat ke sesuatu yang berbeda. Ada yang memahami sesuatu ini  sebagai musuh, ada yang memahami sesuatu ini sebagai objective, atau bahkan hanya agenda latihan frekwentatif biasa.

Kini negeri butuh para "pilot pesawat tempur", yang bisa mendekat kepada titik titik pembeda, dan titik-titik yang beda. Perbedaan adalah hal yang paling menarik saat ini. Bukan lagi penanda, tapi juga pembentuk cerita. Semiotic barat merumuskannya dalam konsep "memetic engineering", mungkin saya lebih mengistilahkannya dengan, lambe-tic engineering, sebuah kuasa mewujudkan, dengan meracau.

Ketika ada yang  mengatakan itu adalah bubbling approach, saya mengatakannya bahwa itu adalah permainan imaji. Tanpa sadar, bahwa teknik teknik informasi yang digemari sekarang lebih berbentuk pesan pesan subliminal, dan telah menjenuhkan alam bawah sadar.

Jika alam bawah sadar sudah jenuh, maka datanglah masa memilih. Jika semua orang sudah begitu banyak rencana, objective, sasaran, maka akan hilanglah masa menimbang. Tak ada tenggat. Jika memilih tanpa berpikir, maka datanglah gonjang-ganjing.

Dari tulisan di atas, saya cuma bisa memberi pesan dua kata, pada yang ingin menyayangi bangsa ini, "nikmati kemanusiaanmu"

".


Jakarta, 27 September 2019.


Monday, May 15, 2017

Taring-isasi

Saat taring taring sengaja ditonjolkan, bukan lagi gigi seri yang menjadi daya tarik, maka saat itulah sepertinya setiap hal yang dianggap baik hanya bisa diukur dari sisi beratnya, onggokannya, tekstur dagingya, atau bahkan darahnya masih segar ataukah tidak.

Bangsa kini kembali ke era dimana taring lebih penting dari gigi seri. Taring lebih penting dari geraham. Kekuatan menyabik kini lebih diprioritaskan daripada kekuatan memutus, dan menghancurkan.

Siapa bilang kita sedang dipecah belah, gigi seri sudah agak lama beristirahat. Perbedaan sudah kita sadari. Bahkan kita sudah bisa menempatkan diri, dan saling membaca potensi.

Kita pun sudah lama mengalami penghancuran, siapa yang tak ingat saat orang-orang bersarung diburu, orang-orang membawa pedati diteror Westerling, orang-orang yang berekspresi dituduh mal-insani? Saat itu kekuatan kita untuk menghancurkan begitu dahsyat. Bahkan anak cucu pun disikat.

Kini taring yang paling dicari. Tak perlu lah itu bersatu. Tak perlulah kini saling menghancurkan. Cabik secepat mungkin. Tinggalkan, dan biarkan belatung-
belatung yang entah dari mana datangnya, membesar, dan memiliki rasa, seperti apa yang dimangsanya.


Thursday, April 27, 2017

Penyadapan, Harus (?)



Dalam ajaran Islam, setiap manusia dicatat amalnya oleh malaikat Munkar dan Nakir. Secara pendekatan  analogis, penggambaran Munkar dan Nakir memenggambarkan pentingnya pencatatan dari setiap amal yang dilakukan. Manfaatnya tentu bukan hanya untuk penentuan vonis surga-neraka. Tapi pencatatan adalah sebuah proses menuju akuntabilitas. Keseimbangan dalam niat, laku, dan manfaat.

"Pencatatan" Ilahi via "makhluk berbahan dasar cahaya" tentulah bisa jadi bukan seperti yang seperti alam pikir manusia bayangkan. Bahwa setiap makhluk akan meninggalkan jejaknya di tiap detik. Baik itu jejak karbon, peluruhan massa, dan konekstivitasnya dengan semesta. Apakah jejak itu menghasilkan manfaat, turbulense, ataukah bahkan kerusakan?

Lalu apakah setiap manusia harus merekam/mencatat? Dalam kapasitas pembuktian dan akuntabilitas: iya. Tapi pada dasarnya "trust/sistem kepercayaan" bisa menjadikan fase berankuntabilitas menjadi lebih pendek. Bisa menjadi short cut.

Betapa indahnya manusia yang bertakwa, yang telah dijanjikan oleh Tuhan rejeki yang tak diduga dan dilancarkan hisabnya di dunia - akhirat.

Wednesday, July 23, 2014

Memelihara Akal Sehat


Lama tak menulis, bukan karena tak punya ide menulis, bukan karena malas, bukan karena bosan, tetapi memang karena belum waktunya. Banyak hal yang terlewati cukup dengan melihat, merekam, mendata, dan menghilangkan jejak. Banyak hal yang terlewati saat kita harus melatih kelima indera untuk menahan diri. Menahan dari keinginan yang pecah dalam perintah yang memengaruhi indera.

Akhirnya toh menulis lagi, ini pun bukan untuk tujuan tertentu. Hanya ingin untuk menetralkan sedikit rasa janggal yang tak bisa dinetralkan panca indera. Menulis memang salah satu cara menjejakkan diri, mengetahui posisi, mengukur jarak dan sudut memandang saat berpikir.

Rasa janggal yang muncul karena politik yang meliputi hati. Bukan hati yang meliputi kehendak. Akankah kita akan terjajah terus oleh keinginan, di saat keinginan tersebut tak berjejak pada rasa senang? Keinginan yang hanya mengambang di antara ruang-ruang pemahaman dangkal bersobat asumsi?

Dari lumpur-lumpur muncul keinginan untuk memimpin. Dari darah dan masa kelam muncul keinginan untuk menguasai. Dari rasa tunduk muncul  keinginan untuk berbagi rasa senang. Tak ada yang salah, saat yang dipimpin langsung bersepakat. Masalah yang muncul adalah, kesepakatan untuk dipimpin seringkali datang hanya saat kita tak punya tujuan. Hanya ingin  mencari rasa aman.

Para pemilih pemimpin berlumpur merasa bisa berjejak di lumpur. Para pemilih pemimpin berdarah merasa bisa melangkah di gelembung-gelembung ingatan kelam. Para pemilih pemimpin penurut berusaha mencari ruang untuk bersenang-senang.


Jika harus memilih, tentunya bukan pilihan yang membuat umur jadi pendek. Jika harus memilih, tentunya pilihan yang membuat pikiran dan badan tetap sehat. Jika harus memilih, tentunya nurani akan menuntun untuk memilih yang menyehatkan akal.  Karena akal adalah simpul yang mengikat kefanaan kita. Karena saat akal dalam sehat, maka fana kita tak akan terjebak jadi pucat dan sia-sia.

#sebuah renungan pasca pilpres yang hingar-bingar.

Saturday, April 06, 2013

HAM vs Gotong Royong, Ngetwit tapi Ngeblog :P


  1. kata merdeka pun sebenarnya simbol dari kata: jangan pernah terjajah! seatompun!. Jika simbol mulai menjemukan, teriakan makna aslinya :)
  2. <-- :d="" lagi="" mesin="" ngeblog="" p="" pemenuh="" sebenarnya="" tapi="" timeline="" via="">
  3. Seperti pula twit ini, yang jika tak terasa fungsinya hanya jadi pemenuh timeline. DI sisi lain, tetap ada yang mencatat ;)
  4. Kalo dalam kasus Apple, adoration yang berlebihan hanya jadi pemenuh meja-meja kafe.. :P
  5. Simbolisasi seringkali jadi penyebab penyembahan (adoration) yang kurang fungsional. Hanya pemenuh timeline.
  6. Walau seringkali optimalisasi yang dilakukan o/ Steve Jobs diterjemahkan jd simbolisasi. Itu resiko. Seperti Pancasila yg kini hny simbol :P
  7. Analogi paling simpel HAM vs Gotong Royong adalah : PC vs Apple ~ customisasi VS optimalisasi. :P
  8. Soekarno (mungkin) tahu, jauh lebih penting gotong royong daripada koar-koar urusan HAM yang akhirnya berbau sampah.
  9. Pertanyaan yg dijawab boleh, dibantah boleh,diabaikan boleh: Dalam konteks politik apa bedanya isu HAM dengan Praktik Devide et Empera?
  10. Jika barat jualan hingga paket keteng seketeng-ketengnya, Indonesia (Nusantara) sebenarnya bs jualan hingga se atom2nya.
  11. Jadi, ada negara madani di galaksi andromeda, mata uangnya H, singkatan dr HAM, negara besar di dunia menjadikannya teladan. Teladan kosong.

Wednesday, December 05, 2012

Pleki, Jangan Paksa Aku Mandi Tanah Lagi



 Bona letih, badannya pegal-pegal. Dari jam delapan pagi  ia harus bermain basket di sekolah. Hari ini memang masa-masa pekan olah raga antar kelas. Tak ada pelajaran karena UAS baru saja selesai. Bona jadi salah satu andalan  yang mewakili kelas 11 untuk bermain dengan kelas-kelas lain.
Tak terasa matahari sudah begitu terik. Sayup suara azan pun mengumandang dari balik dedaunan pohon manggis yang tumbuh di depan kios rokok Pak Mur. “Minta air putih sedikit ke Pak Mur, pasti dia mengijinkan, toh sepertinya jualannya laku pagi ini, “ pikir Bona. Gratis is the best.

“Minta air, Pak Mur!”

“Ambil saja, Bon. Kalo mau pake es ambil sana di termos, Pak Mur mau ke masjid dulu ya Bon.”

“Terima kasih ya Pak. Ga ada yang nungguin Pak?”

“Biarin si Pleki aja yang nungguin. Tapi tau tuh kemana dia,” ujar Pak Mur yang bersarung kotak-kotak putih. Pak Mur ini terkenal santai, namun ingatannya panjang. Jadi tahu siapa yang ngebon sama dia + jumlahnya dengan detail.

..”hmm.. air putih  ini enak sekali,”  gumam Bona, menghibur diri.


“KAMPRET LU”

Pergi ke sana! ” terdengar suara hardikan dari rumah di balik kios. Sekelebat ada anjing berlari. Anjing itu menggigit plastik hitam kecil. Anjing itu ternyata Pleki, peliharaan Pak Mur. Tapi ekspresi Pleki begitu terlihat serius berlari menjauh. Cepat sekali.  Ritual minum air putih gratisan pun terhenti.

..”Huh, najis mughaladah,” tiba-tiba  teriakan  itu mengiringi  hardikan dan keterbirit-biritan anjing. “Anjing itu menyentuh gamis ane, ane harus cari tanah.. Ah tidak, ane harus mandi lagi saja,” ujar sosok yang tiba-tiba muncul dari balik kios rokok Pak Mur. Ternyata dia Umar, baru saja bergerak menuju masjid, untuk shalat dhuhur berjamaah.

“Hoi, Umar!,” sapa Bona. Umar, salah satu rekan Bona yang rumahnya paling dekat sekolah.  Umar memang getol sama urusan organisasi agama, tapi Bona kurang tertarik, karena sepak terjangnya dirasa terlalu agitatif.

“Salah apa tuh anjing, kenape najis?”  Bona penasaran. “Ya emang najis,brur! Tuh si Pleki sering  seliweran  di mari (di sini –red). Sampe akhirnya gamis Ane  kena deh sama hidungnya. Ribet dah urusannye.
“Urusan ape Mar, sampe ribet amat?”

“Ya ane telat ikut majelis (dhuhur berjamaah)”, keluh Umar.

“Seribet itu ye?”

“Iye” tegas Umar

Ane mandi tanah dulu ye Bon.”

Iye dah”
….
Akhirnya Bona baru bisa menghabiskan segelas air putih.


Plekiii…Plekiii. Ade ade aje lu, Plek. Nyang satu numpahin keribetan hidupnya sama elu, nyang satu ihlasin realita sama elu.

“Jadi inget cerita Ashkabul Kahfi, atau para sahabat Rasul yang berburu dengan bantuan anjing. Ribet ga ye mereka? Semesta begitu ribetkah? “

Nb:
Ini cara bersihin najis mughaladah. Ribet? Relatif. Tergantung kadar keikhlasan. Beribadah ikhlas itu bikin kita damai, dan agama pun akhirnya tak perlu dibela-bela, hanya karena kelemahan dan ketidakikhlasan kita.