Saturday, March 03, 2018

Cicak Hitam dan Putih, Selamat Bersatu! Selamat Terbakar!



Sebuah perkataan tentang kebanggaan atas keutamaan dari seorang turunan raja langsung direspon dengan komentar simpel, "Turunan Majapahit katanya? Saya dong turunan Nabi. Nabi Adam. Hehe," kurang lebih begitu celotehannya. Lucu.

Sebelumnya, Saya tak pernah percaya dinamisme muncul di sebuah negeri, atau lokasi, tanpa menjadikan sejarah sebagai ruang riset yang besar, yang seolah peradaban muncul sebelum mencapai titik -titik berkesimpulan.

Terlalu banyak bias pada muara berskesimpulannya. Istilahnya, bias yang dihasilkan menjadikan seolah dinamisme adalah hasil perbuatan kaum-kaum yang menyinyiri Adam, pemasang tonggak hirarki penciptaan alam, dalam konteks lain. Perbuatan menghilangkan konteks banyak terjadi pada proses pengondisian kelompok-kelompok ekstrim, yang bisa memiliki agresifitas tinggi, dan daya rekat (loyalitas) yang tinggi. Kelompok yang melahirkan ego-ego "seolah-olah saya dan kamu adalah..".

Keseolahan ini membuat bias pada ikatan organisme yang sebenarnya sudah terikat menjadi wujud peradaban yang kuat. Karena bias, maka entropi meningkat, ditandai munculnya bubble-bubble "tagiline baru" yang bersifat semu. Kebanggaan semu.

Kebanggaan semu lahir dari ruang-ruang gelap institusi yang biasa beroperasi mencari untung tanpa kesepakatan. Seperti cicak penunggu lubang di balik pintu. Kesepakatan bagi mereka hanyalah mencatat data, memetakan kekuatan area yang belum mereka kuasai. Sebenarnya istilah institusi terlalu sakral untuk saya gunakan. Tapi demi untuk merasakan aura yang bisa dihasilkan, saya akan usahakan pertahankan istilah ini. 

Cap dinamisme akan digunakan intelektual dengan basis analog, untuk mengunci gerakan pemikir sistemik, coba baca baca sedikit gambaran di mari

Sayangnya institusi gelap ini semakin merangsek ke ruang ruang publik tempat regenerasi berlangsung. Wadah-wadah pendidik menjadi tempat kaki tangan institusi untuk melebarkan generasi.  Institusi gelap ini masuk membuat lubang di area berbatu yang biasanya kokoh menjadi pondasi negeri. Para cicak-cicak hitam ini kini bergabung dengan cicak putih yang seolah bisa membeli sistem publik.

Institusi ini berusaha merangsek gerbong yang disiapkan anak negeri untuk menjaga negeri 1000 tahun lagi. Tapi jelas akan susah, gerbong ini dijaga penjaga bumi dari 1000 tahun lalu. Hanya Tuhan Maha Penguasa yang bisa menjadikan mereka berdiri nyinyir sebagai anasir.

Tapi cicak hitam dan putih ini hanya pupuk untuk lumut yang tumbuh di batuan. Lumut ini yang akan membuat batu menjadi lebih organik, lebih dicintai alam. Dan mereka habis seperti biasa, seperti kotoran yang dimakan ikan-ikan santapan para dewa.


Jangan pernah menghitung nafas. Jangan pernah berhenti berwaktu.

*Salam hangat dari tokek di jembatan bambu.