Tuesday, September 26, 2017

Gonjang Ganjing



Tak menduga, tapi sekaligus memahami, setiap manusia akan dihadapkan pada proses memilih nasib bangsanya. Ini bukan tentang pemilu, tapi tentang sebuah fase yang menjadikan manusia tak lagi memiliki waktu untuk menimbang. Memilih tanpa waktu, seperti sebuah tindakan langsung, laksana menepuk nyamuk yang mendarat di dahi.

Tak disadari, ada titik tertentu, pergerakan kita menentukan bagaimana hal lain ikut bergerak. Bahkan bisa jadi hal lain itu adalah negara kita sendiri. Apalah kita, hanya semut yang terancam injakan, kadang terucap di benak. Diri ini tak pernah berbuat lebih dari apa yang dilakukan di dalam rumah ketika mengejar tenggat. Tapi ternyata jika didalami, ada momen tindakan, yang bisa dibaca oleh semua orang. Semua orang, di negeri ini.

Ber-cyber dengan menulis adalah salah satu cara menjadi bisa dilihat di semua orang. Sebentar dulu, bisa saya katakan sekarang membuat akun facebook hanya butuh hitungan tak lebih dari 5 menit, tentunya jika internet kencang.

Jika setiap kita menyadari momen-momen ini, maka tak perlu teriak lagi di jalanan. Tapi ada perkecualian. Teriak di jalanan pun perlu, saat kita membutuhkan pengalih, seperti flare pada pesawat tempur. Flare seolah diam melayang perlahan ketika dilemparkan dari pesawat yang melesat, pesawat tempur lah yang terus meluncur, mendekat,  ke sasaran. Mendekat cepat ke sesuatu yang berbeda. Ada yang memahami sesuatu ini  sebagai musuh, ada yang memahami sesuatu ini sebagai objective, atau bahkan hanya agenda latihan frekwentatif biasa.

Kini negeri butuh para "pilot pesawat tempur", yang bisa mendekat kepada titik titik pembeda, dan titik-titik yang beda. Perbedaan adalah hal yang paling menarik saat ini. Bukan lagi penanda, tapi juga pembentuk cerita. Semiotic barat merumuskannya dalam konsep "memetic engineering", mungkin saya lebih mengistilahkannya dengan, lambe-tic engineering, sebuah kuasa mewujudkan, dengan meracau.

Ketika ada yang  mengatakan itu adalah bubbling approach, saya mengatakannya bahwa itu adalah permainan imaji. Tanpa sadar, bahwa teknik teknik informasi yang digemari sekarang lebih berbentuk pesan pesan subliminal, dan telah menjenuhkan alam bawah sadar.

Jika alam bawah sadar sudah jenuh, maka datanglah masa memilih. Jika semua orang sudah begitu banyak rencana, objective, sasaran, maka akan hilanglah masa menimbang. Tak ada tenggat. Jika memilih tanpa berpikir, maka datanglah gonjang-ganjing.

Dari tulisan di atas, saya cuma bisa memberi pesan dua kata, pada yang ingin menyayangi bangsa ini, "nikmati kemanusiaanmu"

".


Jakarta, 27 September 2019.


No comments: