Thursday, January 21, 2010

Asasi Usang Yang Membunuh...



Hidup di ibukota laksana hidup di dalam lingkaran yang tak terlihat seperti lingkaran, namun kumpulan titik-titik. Butuh teropong*) khusus yang bisa menjauhkan jarak pandang, hingga kumpulan titik titik itu jadi sekumpulan garis lengkung yang tak terputus.

Begitulah, kesempurnaan ibukota sebenarnya tersusun dari kumpulan titik titik yang berbeda. Kesempurnaan ibukota tersusun dari sebuah perbedaan yang selalu mengikat. Tak butuh lem khusus yang bisa membuat ikatan titik titik itu... cukup uang dan waktu saja yang bisa mengikatnya.Itulah yang terjadi saat kota ini masih produktif, masih menghasilkan makna-makna dan ikatan-ikatan transaksi yang saling memuaskan.

Bahwa setiap titik di setiap detik mengeluarkan makna yang bisa saling dukung dan bisa bersinggungan. Di waktu tertentu titik-titik itu membuat sebuah realita jadi terbaca mata, terdengar kuping,terbau hidung.

Namun ada kalanya titik titik itu terbutakan...
hingga matanya hanya melihat isi otak...
kupingnya hanya mendengar detak jantung...
hidungnya hanya menghirup bau darah..
Kala itu datang saat titik terlihat sempurna, layaknya lingkaran kecil yang tak lagi tersusun atas titik. Saat titik merasa diri cukup, dan tak butuh lingkaran kesempurnaan. Kesempurnaan diri kini adalah asasi yang membunuh... memutuskan simpul-simpul kita dengan putaran waktu dan uang. Dua hal penting yang jadi komponen pemutar lingkaran ibukota...

Ada kecenderungan baru di ibukota, Para saudagar memelihara lawan-lawan mereka. menciptakannya, merawatnya, dan menjadikan lawan mereka sebagai senjata. lawan bisa dibungkam dengan kecerdasan kolektif.

Para saudagar berpengaruh berusaha memutuskan simpul simpul otak lawan hingga mereka berdiri sendiri, keasyikan sendiri.

Para saudagar berpengaruh menjadikan tanah pijakan lawan sebagai teman mereka. Hingga apapun dan bagaimanapun kontur tanah pijakannya, sang titik tak akan, dan tak mampu untuk bisa membuat terowongan yang menembus gunung. Mereka hanyalah sekumpulan titik titik berasasi usang yang sedang membunuh dirinya sendiri..

Lawan saudagar ini tak lain adalah manusia berasasi yang abai pada waktu dan uang... oh jakarta... *)mataku belum lepas dari teropong...