Tuesday, October 06, 2009

Goyangan para Templatis Ibukota



Gempa lagi...

Tuhan tak bosan-bosannya mengingatkan kita, untuk selalu berpijak pada realita. Realita? Yak, realita,sebuah kondisi dimana disitu ada perbedaan, persoalan, dan harapan yang harus diikat dalam sebuah penyikapan...

Kadang kita lupa untuk memijak di realita yang ada. Pijakan kita teracuni oleh template-template pemikiran barat. Lihatlah orang-orang yang terjebak pada template idealis, pragmatis, dan normatif.

Keadaan diperburuk saat seseorang terjebak dalam dunia kerja yang beraura kapitalis. Cita-cita untuk pencapaian produksi malah menurunkan arti hidup orang lain yang hidup di sekitarnya. Sikap templatis mengorbankan cita-cita. Penyebabnya, tak lain dari pengabaian arti perbedaan, pengabaian atas persoalan baru, dan harapan yang memburu menjadikan seseorang kehilangan orientasi di ibukota. Baginya, waktu berputar cepat hingga menghela nafaspun menjadi sebuah kemewahan. Kemewahan menghela nafas... itulah kemewahan ala para templatis yang bermandikan cahaya ibukota.

Kembali lagi pada ikatan penyikapan... Apa yang salah dari para templatis ini?.. Saya, yang mencoba untuk jadi urbanis kritis... hanya menilai.. idealis, pragmatis, dan normatif bukanlah sikap, itu hanya sifat.Template-template itu hanyalah variabel dalam bersikap. Sikap itu sebenarnyasolusi, yang tersusun dari hitungan-hitungan angka bervariabel. Kita sendiri mengerti, variabel tak layak ditampilkan dalam hasil... dan tak layak untuk dijadikan sebuah kebanggaan.

Produksi adalah hasil insan-insan baik di ibukota, maupun di desa. Namun bedanya, dikota, proses adalah sebuah cerita yang terpisah dengan hasil produksinya.Setiap orang memiliki proses dan cara berbeda dalam menghasilkan produksi.Kenapa bisa terjadi? latar belakang pendidikan adalah dalangnya. Pendidikan membuat perbedaan.. pendidikan membuat kita semakin merasa bodoh. Itulah yang membuat orang-orang kota men'cara'i dirinya agar merasa lebih pintar. Di desa... proses menjadi sebuah kesatuan dengan produksi. Template adalah sebuah keniscayaan yang bisa dinikmati bersama. Jadi ... agak aneh rasanya bila melihat orang kota mengagungkan template, apalagi template itu dari negara antah berantah, yang asbabunnuzul(latar belakang terjadi)-nya pun kita tak tahu.


Dikota...darimanapun kita berasal..kita bisa jadi apa saja....dan kita selalu tertantang untuk terus berhitung... semakin kita menguasai sebuah hitungan..kita akanm merasa puas. Untungnya Tuhan selalu memberikan tantangan untuk hambanya, agar terus lebih bermakna. Dibandingkan hitungan-hitungan variabel ala manusia, Tuhan bekerja lebih pintar dari kita. Ia selalu berhitung dengan variabel lebih banyak dari yang kita miliki...hingga dinamika hidup terus berisi makna-makna baru...

Sialnya.. manusia cepat untuk berpuas diri. Saat kita telah menjadikan variabel itu menjadi template kita (karena merasa hitungan jadi ternikmati karena mudah), kita justru menganggap template itu menjadi berhala kita untuk mendapatkan jaminan hidup sempurna di ibukota . Tak heran, Tuhan pun punya hak untuk mengingatkan kita, dengan menambahkan variabelnya dengan cara yang lebih nyata... agar kita ingat..kita harus terus berhitung..dan terus menambah variabel itu.. agar Realita jadi berisi solusi yang terus disempurnakan.

Realita bukanlah daftar menu yang penuh imaji.. ia adalah makanan yang bisa kita nikmati langsung.. tanpa imaji...

ah... seruputan kopi susu membuatku ingin menulis sedikit "puisi" :


Kau ingatkan kami sbagai manusia,
Bahwa bumi adalah pijakan kami...


Kau yang Baik,
diriku tak pantas ber ayat
melakoni diriMu yang berfirman..


Tuhan berikan kami jalan
kekuatan berpijak..
Melangkah di sela reruntuhan mimpi kami..

Tuhan yang beri hembusan nafas
kumohon jaga langkah kami
ampuni kami.. orang-orang di kota....

.........