Friday, April 10, 2009

Usai Sudah Pagelaran Politik "Menor" itu...




Hufff..
Kampanye setahun kampanye politik telah usai. Tinta di kelingking pun yang katanya ga akan hilang selama seminggu pun sudah hilang lima jam sejak pulang dari TPS. Banyak kerancuan yang telah dilewati. SEmoga saja ini bukan pertanda kita akan melewati tahun-tahun penuh kerancuan politik.

Politik yang semakin rancu, dipraktekkan oleh politikus-politikus bergincu. Mereka sepertinya seolah baru menemukan "make up" berupa teknologi media yang bisa menyampaikan ide ke publik dalam sekejap. Make up itu mereka pakai secara berlebihan. Spanduk-spanduk, baligo-baligo seukuran 54m2 (kalau saja ada percetakan yang bisa mencetak baligo sebesar lapangan bola, mungkin akan banyak yang memilih itu)memenuhi ruang-ruang kota. Kota yang menjadi kotor, dan jengah dengan slogan jualan diri ala politikus bergincu. Semua butuh hiasan saat menyampaikan ide mereka. Mungkin ada beberapa saja yang berhasil melakukan kaderisasi yang bersih, namun tetap , tawaran pabrik gincu dan pabrik make up begitu menggoda untuk dipilih.

Media, kini adalah kurir pengantar ide-ide politikus bergincu. Ide-ide mentah, yang berisi tawaran agar rakyat (rakyat siapa?)jadi bahagia memenuhi ruang-ruang jalan, hingga ruang-ruang pikiran. Pikiran dipenuhi oleh kementahan ide yang membuat mual perut. Smua memainkan warna-warna dalam make upnya. SEmua terlihat menor. Dandanan menor yang memenuhi ruang-ruang jalan kini kembali kerumah. Model-model menor telah usai melewati masa casting. Yang terpilih akan duduk di rumah mode SEnayan.

Kota-kota yang mulai bersih, kini kembali menyampaikan pesan dedaunan yang kemarin telah kadung tertutup baligo. Dedaunan dan pepohonan ternyata berteriak, "Apakah kami ini hanya menjadi tempat kau berpijak untuk berteriak pada sesamamu?". "Apakah kami ini hanyalah dedaunan yang senang kau tebang?". Pohon dan dedaunan, kini membentuk ruang kota. Ide hijau kini memenuhi ruang-ruang kota. Semoga lain kali, para politikus bergincu tak memakai dan menutupi ruang-ruang kota dengan pesan menor mereka. Saya, pohon, dan daun, sudah muak. Ruang kotaku adalah milik mata yang menerawang alam. Bukan untuk pesan-pesan beride mentah.

Lebih baik aku melihat mereka menyiram dan memelihara ruang yang telah ada. Daripada harus melihat mereka bergincu di atas pohon. Rasanya lebih baik melihat tarzan...